Kak Nadira

2K 71 18
                                    

Aktivitas yang padat sebagai seorang mahasiswi membuatku lebih sibuk di kampus daripada di rumah.
"Zahra. ayo makan malam" ucap Umi sedikit berteriak.
"Iya" jawabku sambil bergegas menghampiri Umi di meja makan.
Di atas meja sudah tersaji makanan kesukaanku. "Aku bakalan nafsu nih makannya" kataku
Umi tersenyum dan menyuguhkan beberapa lauk untukku.
"Umi. Maaf ya akhir akhir ini aku selalu sibuk sama urusan kuliah"

Umi tersenyum dan menjawab "Zahra. Umi bangga sama kamu. Umi bangga kamu sibuk dengan hal positif. Umi selalu mendukung kamu". Aku menghampiri Umi, kupeluk erat dan kutempelkan daguku dipundaknya.
"Zahra janji. Zahra akan selalu jaga Umi"

"Oh iya dong. Itu harus. Sudah sana lanjut makannya"

Aku sangat merasakan apa yang saat ini Umiku rasakan. Menjadi tulang punggung keluarga, menafkahiku hanya dari hasil menjual makanan katring dan kue kering. Itu bukan hal yang mudah. Sepeninggal Abi, Umi selalu bekerja keras setiap hari. Dari pagi hingga malam. Walau terkadang aku suka membantunya, bagiku tetap saja aku kurang mengabdi padanya.

***

Keesokan harinya, setelah sarapan aku pamit ke Umi untuk pergi ke kampus.
"Loh ini kan minggu?" tanya Umi
"Iya mi, aku mau daftar LDK DKI, itu organisasi yang aku ikuti dikampus mi"
"Oh yasudah, Hati-Hati ya"
"Assalamualaikum mi"
"Waalaikumsalam"

Sesampainya dikampus. Pandangan ku tertuju kepada seseorang yang tak asing bagiku. Ya, ka Zain. Tapi, sepertinya dia sedang asyik mengobrol dengan teman wanitanya.
"Aku kira ka Zain ga pernah ngobrol sama cewe"ucapku pelan.
"Assalamualaikum Zahra" ucap seseorang berkerudung panjang bewarna biru.
"Waalaikumsalam. Ka Nadira?" tanyaku dengan senyuman.
Wanita cantik itu pun tersenyum kemudian memelukku.
"Sudah lama ga berjumpa. Apa kabar?"
"Alhamdulillah. jadi kaka kuliah disini?"
"Iyaaa"jawabnya dengan senyum.
Nadira Alinda, dia adalah kakak kelasku di Tsanawiyah dulu. Sudah lama rasanya tak berjumpa dengan dia. Terakhir ku terima kabarnya dia dan keluarganya pindah ke sumba tapi nyatanya aku bertemu dengannya disini. Di daerah yang sama yang mempertemukam kita dulu.
"Kakak bukannya ke sumba?"

"Iya, tapi aku kan orang sini aseli dek. Jadi nenek minta aku buat tinggal disini dengannya. Ayah dan Ibuku tetap disumba. Karena Ayah masih bertugas disana. Dan aku hanya sampai lulus SMA saja disana. Kalo kamu? Apa kabar Umi dan Abimu?"

"Abi sudah meninggal ka beberapa bulan yang lalu. Dan aku berhenti dari pesantren. Sekarang tinggal sama umi dan nerusin kuliah disini"

"Innalillahi Wainnailahirajiun. De maaf sebelumnya aku gatau."

"Haha gapapa ko ka. Jadi? Kaka ikut organisasi DKI juga?" tanyaku

"Iya. Aku sekretaris umum disini"

"Ah senangnya. Dunia sempit ya kak"

Seharian itu aku menghabiskan waktu di rumah ka Nadira, sambil bersilaturahmi dengan neneknya. Kami berbagi cerita dari hal kecil hingga besar. Ka Nadira memang kaka kelas yang paling dekat denganku. Bisa dibilang kami seperti seorang sahabat. Hanya saja kami jarang bertemu saat di pesantren, karena aku dan ka Nadira tidak satu kamar. Hanya satu organisasi, yaitu OSIS.
"Ka. Kaka kenal ka Zain?" tanyaku.

"Zain? Ketua DKI?"

Hah? Ka Zain ternyata ketua DKI. Aku baru tau. Tapi itu sebagai informasi penting bagiku.
"Iya. Dia"

"haha kenapa? Kamu suka?"

"Ah ka Nadira. Aku cuma mau tau ko. Abisan dia kayanya pinter tp cuek gitu ya ka"

"Hahaha.. Iya dia itu hafidz. Dia sekarang semester 5. Kalo kamu bilang dia cuek. Kamu ga salah. Karena dia memang cuek. Tapi banyak loh yang suka sama dia"

Aku kaget mendengarnya. Ternyata dia seorang idola kampus.
"Oh gitu" jawabku singkat.karena aku tak ingin terlihat menyukainya di hadapan ka Nadira.

"Kenapa?kamu suka kan?" tanyanya meledekku

"Ih kaka.. Udah ah ka. Udah sore. Aku mau pulang. Kasian Umi" ucapku

"Ohiya. Yasudah. Kapan kapan main lagi ya"

"InsyaAllah. Assalamualaikum ka"

"Waalaikumsalam"


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Berpacu Cinta Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang