"Jika menuntut ilmu adalah ibadah, maka berprestasi adalah dakwah".
Sebuah kalimat menarik diantara jawaban panjang lebar, yang kudapatkan setelah aku bertanya, "bagaimana cara mendapatkan IP sempurna?" kepadanya.
Kala itu, minggu UAS baru memasuki hari kedua, dan UAS ini adalah yang pertama buatku setelah aku ditakdirkan untuk merajut mimpi baru, di lingkungan yang baru pula.
Kurasa kami tidak akan pernah saling menyampaikan pendapat lagi, atau bahkan sekadar menyapa bertanya kabar. Selamanya tidak, selagi tidak ada yang memulainya kembali.
Namun semangat menuntut ilmu yang kian membara saat itu mendorong jemariku untuk mulai mengetik, mengawali percakapan. Meski rasa menyesal yang semakin membesar menghantuiku setelah aku mengirim pesan tersebut.
Baru saja aku bertekad ingin memberikan masukan kepada pengelola aplikasi chat yang kerap aku gunakan ini untuk menambahkan fitur retract agar kata-kata yang tidak diseleksi oleh otak namun hanya karena dorongan hati, dapat ditarik, ketika yang aku kirimkan mendapatkan balasan.
"Maaf sudah lama tidak menghubungimu, aku pikir hanya akan mengganggumu."
Duh, rasanya kuingin membalas, "Yaampun! Sama sekali tidak! Aku malah sangat senang jika kau menghubungiku! Bisakah kita kembali sering bercerita seperti dulu?" namun, ah sudahlah.
Kucoba menepis niat lain. Kembali ke niat awal. Hanya sekedar bertanya, hanya sekedar untuk memperoleh tips belajar.
Hanya sekedar meminta saran darinya, sosok peraih IP 4, yang pernah sering memberiku semangat, yang selama ini kerap membantuku dengan tulus terutama dalam bidang akademis dan kerap juga aku abaikan perhatiannya...dulu.
Dan, sekarang? Entahlah. Aku tidak ingin membebani hatiku dengan perasaan yang 'tidak bertanggungjawab' seperti ini. Namun aku juga tidak bisa membohongi hatiku sendiri, meski aku sendiri belum mengerti penafsiran debaran yang kurasa ini. Cukuplah Allah sebagai Yang Maha Mengetahui.
Allah Maha Baik. Dia sering memberikan pelajaran kepada hamba-Nya secara halus, dengan cara menyelipkan kebaikan ke dalam hamba-Nya yang lain untuk dicontohi.
Begitu pun aku, kepada dia.
Sosok yang selalu serius dalam hal menuntut ilmu, bersungguh-sungguh dalam segala hal, dan dengan kebaikan, ketulusan, dan kerendahan hatinya, senang hati berbagi sesama, terumata mengenai ilmu yang dia miliki.
Setidaknya seperti itu dirinya yang menginspirasi.
Dan kalimat "Jika menunut ilmu adalah ibadah, maka berprestasi adalah berdakwah".
satu diantara banyak kalimat motivasi yang pernah kudapatkan.Menjadi dorongan tersendiri bagiku untuk terus memperbaiki diri, dan terus bersemangat melakukan yang terbaik dalam proses menuntut ilmu.
Katanya, "Menuntut ilmu sudah diwajibkan atas kita semua, dan termasuk dalam kategori ibadah. Dan berprestasi adalah salah satu cara 'tersirat' untuk berdakwah. Menyampaikan, dan jika mampu, membuktikan kebaikan dan kebenaran-Nya melalui prestasi-prestasi kita. Serta menciptakan image positif bagi para pencari ilmu di jalan-Nya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Intermezzo Diary
Non-FictionTentang hal-hal yang pernah terlintas di pikiran, pada saat berada dalam kondisi antara impian dan kenyataan. Tentang hal-hal yang terpendam di hati, pada saat terjadi pergulatan antara kebaikan dan keburukan. Tak butuh waktu banyak, hanya memikirka...