04 : "Starry Night"

327 47 16
                                    

Kalau diperhatikan, bukan hanya semalam Jeon Jungkook menginap di flat sempit milik Taehyung. Akhir-akhir ini, anak itu justru hampir setiap hari bermalam di rumahnya. Bahkan sebagian pakaian dan seluruh seragamnya tetap berada di lemari Taehyung. Sebagai pemilik tempat tinggal sekaligus penanggung jawab, ia membiarkan bocah kecil itu keluar-masuk rumahnya asal sudah mendapat ijin dari orangtuanya.

"Ya, ya, ya. Aku berkata kalau aku akan menginap di rumah teman selama beberapa hari dan Eomma dengan ringannya menyarankan kalau aku lebih baik pergi dari rumah selama beberapa waktu." Kurang lebih itu yang selalu dikatakan Jungkook kala Taehyung khawatir kalau Jungkook akan benar-benar meninggalkan keluarganya dan menetap di rumah Taehyung untuk selamanya.

"Ya, aku juga tak lupa mengingatkan Eomma agar menghubungiku kalau ada hal buruk yang terjadi. Aku juga rajin mengirim pesan pada Eomma agar beliau tak khawatir dengan keadaanku di luar rumah. Kau puas, Hyung?" itu juga adalah jawaban Jungkook ketika Taehyung mulai was-was dan terusik sedikit jika ia rasa Jungkook terlalu lama tinggal bersamanya tanpa memberi kabar orangtua Jungkook.

Karena sejatinya, prinsip hidup yang Taehyung ajarkan pada Jungkook adalah 'tetap menghormati dan mengingat orangtua sekalipun kita membenci mereka'.

***

"Memangnya Hyung pernah membenci orangtua Hyung, ya?" Jungkook jahil bertanya.

Taehyung saat ini baru saja ingin menutup matanya dan menikmati malam yang tenang. Namun Jungkook malah mengejutkannya dengan pertanyaan yang begitu tiba-tiba.

"Apa? Mengapa kau bertanya seperti itu, Jungkook-a?"

"Aku hanya ingin tahu tentang Hyung." Jungkook membalikkan posisi tidurnya menghadap Taehyung. "Oh iya, Hyung juga belum memberitahu mengapa tidak ada tteokpokki di kampung halaman Hyung."

"Hei, Jungkook-a, apa kau ingin aku mendongengimu, ya?" Taehyung kini juga tidur menghadap Jungkook. Padangan keduanya bertemu dan ia bisa melihat kilatan-kilatan cahaya terang yang terpancar dari mata Jungkook di tengah kegelapan. Ia turut senang melihat bocah itu sedang dalam perasaan bahagia.

"Hmm... dulu aku pernah membenci orangtuaku. Aku marah besar dan berteriak pada mereka ketika aku tahu kalau aku dilahirkan di tengah-tengah keluarga pe―" Taehyung terdiam sejenak dan hampir melontarkan satu kata janggal pada manusia biasa seperti Jungkook. Ia cepat-cepat menambahkan, "Maksudku, keluarga miskin... ya, semacam itulah. Saat itu aku memang masih sangat muda, jadi aku dengan mudahnya membenci mereka. Tapi rasa benci itu tak bertahan lama semenjak Ayahku pergi dan ya, aku memang harus menerima kenyataan, kan? Lalu tak lama setelah Ayah pergi, Ibu menyarankanku agar pindah ke Seoul daripada harus terpuruk selamanya di sana."

"Oh? Sekarang Ibu Hyung tinggal sendiri di sana?" tanya Jungkook.

"Ya... walaupun sendiri, Ibuku punya banyak teman di desa. Jadi, aku yakin Ibu tidak pernah kesepian. Aku bahkan beberapa kali bertukar kabar melalui surat. Asal kau tahu saja, di desa itu tidak ada ponsel atau telepon umum."

"Heol, tempat macam apa itu! Hyung pasti sangat merindukan suaranya. Sebenarnya tempat seperti apa itu, Hyung? Mengapa di sana tidak ada tteokpokki bahkan ponsel?"

"Kau pasti sangat penasaran, ya." Taehyung tersenyum kecil. "Tempat asalku hanya sebuah desa kecil yang berdampingan dengan sebuah kota yang berada di ujung pulau ini. Aku tidak bisa menjelaskan rincinya padamu karena kau akan sulit mengerti tempat itu. Tapi di sana memang tidak ada tteokpokki―di kota maupun desa―aku juga tidak tahu penyebabnya, atau mungkin saja orang-orang di sana hanya malas membuat? Heheh...."

Spring Day (BTS FANFICTION)Where stories live. Discover now