Chapter 9

3.6K 472 122
                                    

Dalam senang ataupun sedih, kan? Tanpa Jeonghan, hanya ada sedih dalam takdir yang dituliskannya.

Tanpa Jeonghan, bahkan Seungcheol ingin mati saja rasanya. Sedih, tak perlu dipertanyakan bagaimana emosi itu mendominasi, mengalahkan emosi stagnan milik Jeonghan. Hari yang terlalui sejak hatinya dipatahkan memang tak lagi dapat dihitung dengan jemari di kedua tangannya. Namun, serpih-serpih kesedihan yang tanpa niatan dihadirkan oleh Jeonghan tak jua surut hingga saat ini. Kehadiran Doyoon sekalipun tak mampu mengobati luka yang terlanjur ditorehkan Jeonghan.

Seungcheol teringat bagaimana Jeonghan menolak kehadirannya berbulan lalu. Terkhianati akibat kehadiran Doyoon di antara mereka bisa jadi menjadi salah satu alasan bagi Jeonghan kala itu. Rasa sakit akibat pengkhianatan yang dirasakan Jeonghan mungkin seperti apa yang tengah dirasakan Seungcheol saat ini. Bayangan akan cumbuan yang diberikan laki-laki itu pada soulmate-nya tak kunjung hilang. Jeonghan seperti tengah menaburkan garam di atas hatinya yang luka seraya memamerkan senyuman yang tak diperuntukkan baginya.

Karma dan takdir yang kini ada, didekapnya dalam pelukan. Seungcheol memang tak lagi ingin mempertanyakan apa yang Tuhan limpahkan pada hidupnya. Mungkin, apa yang telah terjadi memang merupakan segala hal yang terbaik baginya. Namun, di sisi lain, patahan hatinya tak juga kembali bersatu, berada dalam genggaman dua insan yang berbeda, dirinya dan Jeonghan. Bohong jika Seungcheol berkata bahwa hal itu tidaklah menyakitkan baginya.

Seungcheol selalu memandang laki-laki itu, Yoon Jeonghan, bagaikan malaikat yang diberikan Tuhan padanya. Sebagaimana ia memaknai tattoo hitam yang mengikat keduanya, cheonsa, Jeonghan merupakan sosok malaikat baginya. Malaikat kegelapan, lebih tepatnya. Dia datang memporak-porandakkan hatinya, silih berganti membelainya dengan kebahagiaan, kemudian menghantamnya dengan kesedihan tanpa iba sedikitpun.

Hari itu, angan miliknya tak lagi sekedar angan belaka, Jeonghan yang kerap datang dalam mimpinya, mencumbuinya dengan lembut. Dalam kehidupan, angan kini telah memang berubah menjadi kenyataan, dengan laki-laki lain sebagai pemeran utama. Baginya, cumbuan itu seperti sebuah ajang balas dendam yang telah direncanakan oleh malaikat kegelapannya, dipersembahkan khusus untuknya seorang. Dan Seungcheol hanya dapat menerima tanpa ada bantahan.

Jeonghan, sebuah kebanggaan yang seharusnya menjadi miliknya dirampas, ternoda oleh sosok pemilik tattoo yang berbeda dengannya. Bodohnya, Seungcheol tak memberi perlawanan sedikitpun pada senjata yang mematahkan hatinya. Ia membukakan pintu sebesar-besarnya, lebih tepatnya. Seungcheol telah menciptakan kesempatan bagi laki-laki itu untuk masuk ke dalam kehidupan mereka, membalaskan segala rasa sakit yang sempat ia berikat pada soulmate-nya. Bernama Kim Mingyu, laki-laki itu bagaikan naga besar yang selalu memberikan kehangatan dan perlindungan bagi sang Khaleesi, Yoon Jeonghan.

Lagi, tanpa Jeonghan saat ini, Seungcheol berharap Tuhan mengakhiri saja hidupnya, yang sepertinya tak lagi berarti. Belum reda kesedihan yang ada, Jeonghan kembali datang bagaikan ombak, menghantamnya dengan kondisi tubuhnya yang lemah. Seungcheol belum pernah merasa sesakit ini sebelumnya, secara literal bahkan. Seberapa banyakpun obat yang diberikan Doyoon padanya, tubuhnya tetap merasakan sakit yang luar biasa, pertanda bahwa sakit ini bukanlah miliknya.

Denyutan di kepalanya tak kunjung berhenti, Seungcheol merasakan dingin, namun suhu tubuhnya benar-benar panas. Hari-hari ia habiskan di bawah selimut tebal, dan Seungcheol tetap tak merasakan kehangatan sedikitpun. Tersiksa, itulah kata yang menggambarkan keadaan Seungcheol sekarang.

Rasanya, ia ingin memaki Jeonghan, membencinya karena hadir dalam hidupnya, membawakan penderitaan yang berakhir. Namun apa daya, hatinya tetap memanggil nama Jeonghan, mendamba tanpa pernah berhenti sedetikpun. Tak sanggup rasanya ia mengucap kata benci bagi Jeonghan, bagaimanapun hidupnya terpuruk sejak pertemuan pertama mereka.

Kata TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang