ⓢⓔⓟⓤⓛⓤⓗ

5.9K 830 34
                                    

Jaemin terus menatap ponselnya. Ia sangat bosan. Setelah bersusah payah membujuk Jeno untuk sekolah, akhirnya Jeno mau juga. Sekarang dirinya ditemani Taeyong yang memang sedang tidak ada acara.

"Hape dipelototin terus ga akan keluar duitnya Jae," ujar Taeyong yang gemas melihat Jaemin.

"Ih aku ini nungguin Haechan," jawab Jaemin.

"Nungguin Haechan mah harusnya ngeliatin pintu, bukan hp. Emang Haechan muncul dari hp?"

"Ya bukan gitu hyung, kan biasanya dia ngechat gitu kalo mau dateng."

"Duh, kangen banget ya sama Haechan?"

"Banget nget nget ngetsss. Udah lama ga ketemu Haechan. Nanti aku mau curhat sama dia."

CKLEK

Keduanya langsung menoleh ke arah pintu. Mata Jaemin berbinar melihat siapa yang datang.

"Nana~"

"Haechan!" Jaemin yang masih duduk di ranjang merentangkan tangannya. Dirinya masih belum kuat berjalan.

Haechan memeluk tubuh Jaemin dengan erat. "Kangen banget sama Nanaku."

"Iya, aku juga kangen. T-tapi aku ga bisa nafas Chan," balas Jaemin.

"Ups, maaf hehe." Haechan melepaskan pelukannya.

Taeyong tersenyum melihat dua sahabat yang sedang melepas rindu itu. Ia menatap jam tangannya, dan ternyata sudah saatnya untuk pergi.

"Jae, hyung pergi dulu ya. Ada janji nih sama temen. Kalian puas-puasin kangen-kangenannya. Dah!"

Jaemin mengangguk. "Kalo ada waktu dateng lagi ya hyung!"

Taeyong mengangguk dan kemudian menghilang di balik pintu.

Keduanya terdiam untuk beberapa saat. Haechan menatap tubuh Jaemin dari atas sampai bawah, dan terfokus pada perut Jaemin yang ternyata sudah membesar. Haechan tersenyum miris.

"Mark Lee kurang ajar," batin Haechan.

"Anak itu..."

"Anak Mark hyung," jawab Jaemin sembari mengelus perutnya dengan lembut.

"Aku ga percaya semua ini terjadi. Setauku dulu Mark anaknya baik banget, polos juga."

"Aku sendiri juga ga percaya Mark hyung jadi kayak gini. Tapi ya... mau gimana lagi? Semua udah terjadi."

Jaemin menunduk, ia sedang mencoba menahan air matanya. Ia tidak mau menangis di depan Haechan.

Haechan menggenggam erat tangan Jaemin. Mencoba menenangkan sahabat kecilnya.

"Dia harus bertanggung jawab."

Jaemin menggeleng perlahan. "Dia ga akan mau. Dan orang tuanya juga ga akan ngelepas Mark hyung gitu aja Chan. Aku akan urus anak ini sendirian."

Jaemin menatap Haechan sendu. "Ga ada salahnya kan jadi single parent?"

"Aku ga mau kamu nanggung semua ini sendirian Jae. Ini bukan sepenuhnya kesalahanmu! Mark juga ambil bagian disini." Haechan benar-benar marah jika sahabatnya disakiti seperti ini.

"Aku udah minta pertanggung jawabannya. Tapi... Mark hyung selalu ngebahas masalah uang dan aborsi. Aku ga butuh itu semua Chan! Aku cuma pengen anakku punya ayah saat dia lahir. Udah itu aja."

Jaemin menggigit bibirnya dengan kuat agar tidak ada isakan yang keluar dari sana.

Haechan menggeram marah.

"Mark Lee emang bener-bener brengsek! Dia harus dikasih pelajaran."

Jaemin menggeleng cepat. "J-jangan apa-apain dia. Aku ga mau dia makin benci sama bayi ini. Aku ga mau..."

"Mark hyung pernah bilang masalah tanggung jawab sebelum kita ngelakuin itu."

Jaemin terdiam sebentar sebelum melanjutkan kata-katanya.

"Yang dimaksud tanggung jawab. Yaitu ngebiayain aborsi atau sekedar ngasih uang ke aku."

Jaemin menatap Haechan lekat-lekat dengan memasang senyum manisnya.

"Makasih ya Chan. Kalo ga ada orang kayak kamu dan keluarga Jung, aku pasti lebih milih buat ngakhirin hidup ini."

TBC

Oiii saran game andro yang a6 dongsss :( kalo bisa yg offline. Tapi online juga gapapa si

Baby ❥markminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang