Cinta Terlarang (Eps 11)

662 27 0
                                    



Sepulangnya kami dari liburan selama sepekan di kota Gudeg, hubungan kami semakin lengket bagaikan gula dengan manisnya. Diantara kami seakan sudah syah menjadi pasangan suami istri. Perabotan di dapur sering kali bersentuhan dengan perabotan yang lainnya, sehingga timbul bunyi atau suara. Begitupun dengan hubungan kami suka ada sedikit perselisihan tetapi malah menanbah rasa cinta dan sayang kami. Nur yang sebelumnya begitu dewasa sekarang malah berubah menjadi manja. Aku yang tadinya manja sekarang mau tidak mau harus mengimbangi Nur. dulu Nur yang melayaniku sedangkan sebaliknya aku harus melayaninya, aku yang memasak, menyuci pakaian dan Nur tugasnya nyetrika dan mengepel. Ya layaknya suami istri, Nur suaminya dan aku istrinya. Bagaimanapun besarnya cinta kami, tetap kalau di luar aku memanggil Nur dengan sebutan mbak dan Nur memanggilku dengan sebutan teteh, kecuali kalau di kamar sedang berdua. Terkadang kami berdua membeli pakaian yang motifnya sama tetapi warna yang berbeda. Aku suka warna pink dan Nur warna pakaiannya dominan warna hijau tua atau biru tua.

Suatu hari aku dipanggil orangtuaku untuk membicakan hal yang sangat penting dan mungkin sedikit rahasia. Aku pun pergi menemui beliau.
"Assalamualaikum Umi, Abi" kataku sambil sungkem. Aku paling gak berani menatap mata beliau berdua. Segarang-garangnya aku kalau berhadapan dengan kedua orangtuaku aku tidak punya kekuaatan untuk menatap mata beliau.
"Waalaikumsalam Dzakia, anakku"balas beliau berdua. Aku merasa deg-degan. Ada apa gerangan sehingga beliau memanggilku.
"Ayo, duduk. Anakku!" suruh Umi dengan lembut. Aku duduk di kursi kecil sedangkan Umi dan Abi duduk di kursi panjang sehingga beliau berdua berdampingan.
"Ya Umi"jawabku sambil menundukkan kepala. Aku bak seorang terdakwa yang sedang diadili di pengadilan.
"Ini anakku sayang, Umi dan Abi hanya ingin ngobrol sederhana dengan putri Umi yang cantik ini"Kata Umi sambil tersenyum manis.
"Kamu sehat kan, Nak?"Tanya Umi.
"Al hamdulillah Umi, Abi" jawabku pendek. Hatiku berdebar-debar seperti orang yang sedang jatuh cinta hehehe.
"Nduk, coba ingat-ingat sayang, sekarang usiamu sudah menginjak berapa?"tanya Umi pelan.
"38 Umi"jawabku pendek.
"Dulu Umi dan Abi seusia gini sudah punya momongan dua, ya Abi?"tanya Umi sambil melirik Abi. Abi hanya mengangguk dan tersenyum lembut.
"Tidak baik seorang wanita tetap menyendiri. Takut timbul fitnah, anakku. Umi yakin untuk kedewasaan Dzakia sudah cukup, materi mungkin lebih dari cukup. Pekerjaan Dzakia sudah punya. Lalu mau menunggu apa lagi anankku sayang.."kata Umi sambil tersenyum manis. Aku hanya diam saja.
"Dzakia, tidak mau memiliki putra atau putri untuk invest kita di masa depan? Dzakia tidak ingin ada yang mendoakan setelah kita meninggal kelak? Dzakia tidak ingin melihat anak-anak kita tumbuh dewasa, punya anak cicit?"tanya Umi lembut.
"Tuch, adikmu sudah punya momongan semua. Mereka kelihatan bahagia bersama keluarganya. Apakah Dzakia tidak mau seperti mereka?" tanya Umi. Aku hanya mengangguk-angguk tanda mengerti dan paham maksud Umi. Kemudian hening sejenak.
"Abi, tolong jelaskan dech sama Abi!" kata Umi dengan melirik Abi, Abi paham kemudian beliau memulai pembicaraan.
"Dzakia anakku tercinta, bagimana kabar sahabatmu itu, Nak?" Abi menanyakan kabar Nur.
"Baik Abi, alhamdulillah Nur sehat wal'afiat" jawabku dengan deg-degan.
"Syukur alhamdulillah kalau sehat. Itu yang Abi inginkan. Bagus Dzakia ada temennya. Abi senang kalian sahabatan begitu dekat dan akrab" kata Abi. Abi berbicara panjang lebar. Cerita tentang makna pernikahan. Bahkan dicontohkan dengan cerita sahabat-sahabat Rosul. Aku tau dan paham itu. Intinya Abi dan Umi menginginkan aku segera menikah.
"Abi punya sahabat bernama Kiayi Sholeh. Rumahnya di Tasik. Dulu waktu mondok kami deket banget. Belum lama ini kami bertemu dengan tidak disengaja di salah sebuah masjid pas waktu sholat dhuhur di mesjid Al-Aliyah. Kami ngobrol panjang lebar, maklum kami tidak bertemu hampir 20 tahunan"kata Abi dengan semanagat.
"Kemudian beliau menanyakan kabarmu, nduk. Ya sudah Abi sedikit cerita kepada beliau tentang dirimu. Beliau kagum dengaan dirimu, Nak. Lalu beliau dengan keluarganya mau silaturahim ke sini. Kalau tidak ada halangan, insya Allah minggu depan. Jadi maunya Abi kau harus ada di rumah ini"kata Abi dengan menatap tajam mataku. Aku hanya bisa mengangguk saja.
"O ya Nduk, nanti sahabat Abi ke sini dengan putranya yang baru pulang menyelesaikan S2 nya di Kairo" Deg hatiku bagaikan disambar petir, aku tahu banget maksud Abi sekalipun meraka tidak mengatakan yang sebenarnya. Aku menghela napas berat.
"Bagaimana anakku, tidak keberatan kan jika minggu besok datang ke sini menemui sahabat Abi?" tanya Abi sambil menatapku. Aku diam sejenak kemudian menganggukan kepala tanda setuju. Aku dilema sekali. Mau bilang tidak bisa tapi tidak berani. Abi jarang berbicara sekali berbicara selalu ada tujuannya. Tanganku gemetaran. Wajahku sedikit pucat. Entah apa yang harus lakukan??? Ya Allah...
Sepulang dari rumah Umi dan Abi aku bingung setengah mati, aku ingin cerita ke Nur takut Nur salah paham dan menyakiti dia. Jika aku diamkan aku takut Nur mendengar dari orang lain, betapa menyakitkan. Aku tidak ingin menyakiti Nur sedikitpun apalagi membuatnya menangis. Otakku terua muter mikir cari jalan yang terbaik. Bagaimana pun endingnya aku harus menikah dengan pilihan Abi. Memang Abi tidak mengatakan secara langsung. Tetapi tidak seorangpun yang berani menentang keinginan Abi. Semua kakak dan adikku yang menjadi pasangan hidupnya yang sekarang adalah pilihan Abi dan Umi, dan ternyata mereka hidup bahagia.
Sesampainya di rumah, Nur sudah menyongsongku dengan senyuman manis. Secangkir teh manis anget disuguhkannya lalu, dia mencium keningku. Aku memeluknya erat. Aku tidak bisa menahan diri menumpahkan semua uneg-uneg dalam tangisan. Nur heran banget.
"Sayang, gimana kabar Umi dan Abi?" tanya Nur. aku menatap mata Nur tajam. Aku ungkapkan semuanya lewat tatapan mata.
"Alhamdulillah beliau sehat, dan beliau menitip salam untukmu sayang"Kataku.. Nur membalasnya dengan senyuman yang sangat manis. Aku tak kuasa tuk mengatakan semuanya. Kudekati wajah Nur lalu perlahan aku cium keningnya dan kulumat bibirnya mesra. Nur membalasnya lembut dan seketika kami tenggelam dalam kemesraan.
"Sayang, kenapa tadi menangis? Ayo katakan sayang, jangan biarkan aku penasaran"kata Nur menyudahi ciuman kami. Aku menatap matanya lagi dengan penuh cinta. Lalu kuhela napas panjang.
"Sebelumnya aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sayang tahu kan jika aku sangat mencintaimu sepenuh hati"kataku lalu menelan air ludah.
"Sayang, kita bicarakannya nanti z ya... kita habiskan waktu yang sempit ini, katanya sayang mau ke luar kota beberapa hari"aku mengalihkan pembicaraan. Nur bengong.
"Sayang, jangan gitu ah, jangan bikin aku penasaran. Bagaimana aku bisa tenang jika sayang gak jelas gini"Nur agak cemburut. Aku mangucap wajah Nur,
"Coba kau tatap mataku Yank, kau percaya kan jika aku sangat mencintaimu melebihi semuanya."kataku. Nur hanya mengangguk kemudian memelukku.
"tapi sayang jangan marah dulu, aku bingung mesti dari mana, yang jelas aku tidak bermaksud menayakitimu ya sayang. Gak ada niatan untuk itu. Ok. Aku cinta kamu dengan sepenuh hati." Aku menghela napas dulu.
"Ini Umi dan Abi akan kedatangan sahabat lamanya minggu depan, beliau mau memperkenalkan aku dengan sahabatnya itu"
"Kenapa sayang, mengatakan jangan marah atau apa gitu. Ya wajar dong jika sahabatnya mau silaturahim"kata Nur bingung.
"Ini Yank, mereka datang itu ada maksud tertentu yaitu mau memperkenalkan putranya yang baru pulang dari Kairo....."
"Whaatttttttttt?????" Nur memotong pembicaraan sampai membelalakan matanya lebar. Seperti disambar petir di siang hari. Wajah Nur berubah pucat dan sedih.
"Sayang....jangan gitu dong. Aku jelaskan dulu semuanya"
"sayang, aku tahu qo sekalipun gak dijelaskan arah pembicaraanya kemana" Kata Nur langsung muram.
"Makanya aku bingung sayang mau menyampaikannya sama sayang"aku menghampiri Nur lalu memeluknya erat. Nur agak kaku, tapi aku terus menerus berusaha mencairkannya. ku cumbui Nur agak tidak kaku dan agar syahwatnya naik. Biasanya kalau syahwatnya naik sedihnya akan ilang. Terus dan terus kucumbui dia. Nur masih tetap kaku dan dingin... aku terus berusaha melumat bibirnya lembut, akhirnya lumatanku dibalas juga. Ku raih tubuhnya dan ku papah masuk kamar, dan sedangkan bibir kami saling memagut. Sesampainya di sana perlahan dan pasti kami bercumbu sampai akhirnya lelah menyentuh kami dan kami tertidur pulas

Seminggu sudah berlalu kelurga sahabat Abi sudah datang besama keluarganya. Di rumah Abi terlihat sangat hangat dan ramai. Aku menjadi buian mereka. Ada seorang pria ganteng yang semampai dengan senyumannya yang menawan. Hidungnya mancung, sedikit kumis tipis menghiasi bibirnya dan tatapannya yang begitu syahdu. Kami hanya saling tukar senyuaman. Ntah kenapa hatiku tidak tertarik dengan sosok pria tersebut sekalipun mungkin di atas rata-rata.
"Dzakia anakku yang cantik, maksud kedatangan pak Ihwan sama keluarganya ke sini selain silaturahim setelahnya 20 tahun kami tidak ketemu, mereka juga ada maksud tertentu, yaitu ingin memperkenalkanmu Ndok dengan anaknya yaitu Nak Ilham" Kata Abi menjelaskan tujuannya. Sekalipun sudah tahu arah pembicaraan Abi tempo hari tetap saja aku kaget, dan sangat kaget. Ini yang aku khawatirkan selama ini, kejadian juga akhirnya. Aku hanya menghela napas panjang dan memberikan senyuman dan sedikit anggukan, bagaimana pun aku harus bisa menghargai Abi di mata tamunya. Pria itu yang kata Abi namanya Ilham, mengangguk lalu memberikan senyuman. "Bodo amat" bathinku mendumel.
"Silahkan kalian saling mengenal satu sama lainnya"Kata Abi menyuruhku. Pria itu hanya mengangguk saja.
"Nak Ilham jangan sungkan-sungkan, silahkan lihat-lihat ke belakang!. Dzakia temani nak Ilham tuk melihat lingkungan desa kita!"kata Abi. Aku hanya menurut sekalipun hati dongkol. Kami pun berjalan mengelilingi kampung sambil bercerita. Bibirku berbicara dengan orang lain, sedangkan hatiku dan pikiranku terpaku pada sosok Nur yang sekarang sedang di luar kota. Sehingga kadang Ilham mengulang perkataanya karena aku selalu bengong. Singkat cerita keluarga kami sepakat untuk melanjutkan Ta'aruf tersebut ke jenjang yang lebih serius. Abi tanpa menanyakan dulu kepadaku setuju atau tidaknya. Mungkin jika aku ditanya, pasti Abi sudah tau jawabannya yaitu aku tidak mau dijodohkan. Itulah sebabnya Abi tidak menanyakannya lagi kepadaku, atau tidak mau menerima argumenku lagi.

(bersambung)

Cinta TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang