Cinta Terlarang (Eps 12.)

1.2K 43 11
                                    


Dalam perjalanan pulang hatiku begitu gamang. Langit serasa gelap, angin serasa terhenti. Bagitu gelap dan menyesakkan. Air mata terus mengalir mengiringi perjalananku pulang. Tak bisa kubayangkan sakit dan perihnya hati Nur, jika dia tahu aku akan segera mengakhiri masa lajangku dengan sebuah pernikahan karena orangtuaku. Apa yang harus kukatakan pada Nur, Ya Allah berikan aku jalan agar bisa menjelaskannya dan Nur bisa menerima kenyataan ini.

Bayangan tentang Nur dan kebersamaanku terus mengalun dalam ingatanku. Aku masih ingat ketika Nur bersama orang yang akan menikahinya, betapa hatiku hancur saat itu. Nur rela menjauhkan diri dari pria itu demi aku. Lalu sekarang aku melakukan hal sama, haruskah aku menolak kehendak orangtuaku??? Mereka tidak pernah meminta apa-apa padaku, mereka hanya memintaku untuk menikah, apakah aku tega menyakiti hati kedua orangtuaku??? Ataukah aku harus menyakiti Nur yang banyak berkorban untukku?? Ya Allah, aku bagai makan buah simalakama. Ya. Robb, berikan hamba petunjuk!

Hatiku begitu bingung, apa yang harus dilakukan, memilih Nur dan hidup bersama selama selamanya tetapi menjadi anak durhaka atau mengikuti kehendak orangtua untuk menikah sekaligus menyakiti dan menghancurkan orang yang selama ini banyak berkorban untukku, orang yang telah memberikan kebahagiaan dan menemaniku hampir 6 tahun. Ya Allah betapa teganya aku jika aku harus meninggalkan Nur. tapi aku harus bagaimana???? Air mata terus mengalir.Hatiku perih pedih bak diiris sembilu, antara rasa sayang ke orang yang sangat dicintai dengan rasa berbakti kepada orangtua.

Mobil yang kukemudi terus melaju dengan cepat, sedangkan pikiranku terus melayang ke permasalahan yang sedang aku hadapi. Ckiiiiiittttt!!!!!!!! aku menginjam rem sekaligus dengan sekuat tenaga. Aku kaget setengah mati. Astaghfirullah al'azhiim. Kepala terbentur ke kemudi. Badanku terasa lemas, pandanganku gelap dan aku tidak bisa melihat apa-apa lagi, sayup-sayup terdengar orang-orang di sekitar itu teriak. Dan aku tidak ingat apa-apa lagi.

Perlahan kubuka mata, orang yang pertama kulihat berpakaian putih-putih dan berkaca mata, terlihat kurang begitu jelas. Kurasakan sakit yang luar biasa di kepala. Kembali kupejamkan mata.

"Sus, tolong suntikan ini!" sayup-sayup ku dengar suara seseorang yang mungkin dokter yang memerintahkan kepada susternya. Aku gak ingat apa-apa lagi. Entah berapa lama aku tak sadarkan diri. Ketika aku mulai siuman, kulihat seorang wanita muda berada di sampingku. Ketika ku buka mata, ternyata Nur yang berada di sampingku. Melihat aku siuman Nur menangis bahagia, sambil memelukku erat. Dia mengelus wajahku dan menatap mataku penuh dengan kecemasan.

"Aku, di mana?" tanyaku lirih, dan kurasakan sakit di kepala.

"Di rumah sakit sayang, tapi kau baik-baik saja" Kata Nur sambil menciumi pipi dan keningku.

"Mengapa, aku ada di rumah sakit??" tanyaku lagi.

"Gak apa-apa sayang, Cuma kecelakaan kecil saja"Nur membesarkan aku. Aku menatap matanya yang penuh kecemasan itu. Tidak lama kemudian dokter datang memeriksa.

"Alhamdulillah, masa kritisnya sudah lewat"Kata dokter. Aku kaget. Ingin bertanya banyak tapi badan terasa lemas.

"Ibu, jangan banyak bergerak dulu ya!!. Oya, ibu termasuk orang yang beruntung, setiap saat ibu ditunggui sahabat ibu siang dan malam, beliau tidak pernah meninggalkan ibu sedikitpun kecuali untuk keperluan hajat. Ibu, orang yang beruntung" kata dokter sambil melirik Nur yang ada di sampingku.

"Makasih banyak ya..."gumamku pelan. Nur hanya mengangguk pelan dan setetes kristal basahi pipinya. Aku hanya mampu menatapnya tanpa bisa berbuat apa-apa karena tanganku diinfus. Keluargaku satu persatu berdatangan. Nur tidak mau beranjak dari sisiku. Nur dengan setia merawatku dengan telaten, hingga aku sedikit pulih. Aku masih penasaran apa yang terjadi sehingga aku bisa terkapar di rumah sakit, karena yang aku ingat hanya kepalaku terbentur kemudi dan kudengar suara orang-orang yang teriak. Aku memaksa Nur untuk menceritakan apa yang terjadi. Nur akhirnya menceritakan kronologinya. Bahwa aku mengalami kecelakaan menabrak pohon di pinggil jalan. Dan mengalami koma sekitar 3 hari 3 malam. Yang menghubungi Nur adalah orang sekitar. Karena nomor itu nomor yang banyak dihubungi. Aku sangat kaget setelah mendengar cerita dari Nur tentang musibah yang meninpaku. Nur bertanya, mengapa aku mengalami kecelakaan. Sebab setahu Nur, aku pengemudi yang baik. Aku hanya diam ketika Nur menanyakan itu karena aku tidak sanggup mengatakan kejadian yang sebenarnya, sehingga aku mengalami kecelakaan lalu lintas.

Setelah merasa lebih baik, aku dipersilahkan dokter untuk pulang dan dirawat di rumah. Nur merawatku dengan baik. Dia mengambil cuti kerja hanya untuk mengurus dan merawatku, layaknya seorang suami yang merawat istrinya. Cintaku semakin dalam bahkan hatiku merasa yakin untuk tidak meninggalkan Nur apalagi tuk mengkhianatinya. Aku bangga memilikinya dan aku termasuk orang yang sangat beruntung. Di usia yang tidak dikatakan muda lagi ada yang mendampingi penuh dengan cinta. Ya, aku sangat beruntung. Terima kasih ya Allah, atas nikmat yang Engkau berikan. Gumamku dalam hati sambil menatap tajam ke atas.

****

Hari itu hari Minggu, cuaca sangat cerah, secerah hatiku. Di teras kami duduk berdua sambil menikmati hangatnya kopi dan pisang goreng. Aku tidak diperbolehkan untuk beraktivitas. Aku hanya duduk manis, sambil menikmati indahnya di hari itu. Nur yang melayani kebutuhanku. Semua dia yang melakukannya dari pekerjaan rumah sampai urusan perut, apalagi urusan hati. Sungguh Nur sangat pengertian dan luar biasa.

"Sayang, makasih banyak ya!!!"Kataku sambil menatap matanya penuh cinta sampai tembus ke ulu hati Nur.

"Terima kasih untuk apa, sayang??? Kita kan sudah sepakat untuk saling menyayangi"jawab Nur sambil tersenyum membalas tatapanku. Oooh, senyuman itulah itulah yang sangat aku suka dari Nur. senyum yang penuh ketulusan dan penuh cinta. Kugenggam jemarinya, lalu ku cium penuh dengan cinta. Aku menciumnya dengan memejamkan mata. Nur menatap wajahku penuh makna, lalu Nur mengajakku masuk. Di ruang tamu, Nur mencium bibirku dengan mesra. Aku mendesah dan menggeliat. Kuluman semakin kuat, aku menikmatinya dengan penuh makna. Napas kami kian memburu saling berkejaran. Aku tak kuasa tuk menahan hasrat, lalu kubisikan sesuatu. Nur mengerti. Kami beranjak ke kamar tidur dengan bibir kami saling memagut. Satu persatu baju yang kukenakan terlepas hingga tak sehelai benangpun yang menempel, begitupun dengan Nur. kami berdua sudah selayaknya pasangan suami istri. Tangan Nur begitu merajalela, tidak memberiku kesempatan tuk istirahat. Darah naik sampai ke ubun-ubun dan terus naik. Aku tidak kuasa lagi untuk bertahan. Aku menjerit histeris, menghempaskan kenikmatan yang membuat lututku lemas. Nur semakin buas, sedangkan lututku semakin lemas tak berdaya. Nur terus memburu dan aku tak kuasa lagi untuk menolaknya. Aku menikmatinya dengan penuh kepuasan. Peluh yang membasahi kening dan tubuhku sebagai saksi, jika aku merasakan kepuasan hasrat yang luar biasa. Kulihat Nur tersenyum puas, ketika melihat tubuhku penuh dengan keringat dan napas yang tersendat-sendat. Mungkin itu suatu kepuasan juga bagi Nur. aku tersenyum dengan membisikan sesuatu "Terima kasih, sayang......". aku sekarang paham, mengapa para ahli mengatakan kenikmatan yang luar biasa hubungan suami istri itu di saat matahari mulai beranjak dari upuk timur. Inilah yang kurasakan sekarang. .....(bersambung)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang