Rahmania 03 - Si Nomor Baru

107 13 0
                                    

Rahmania menikmati semilir angin sore, ia memejamkan mata menikmati belaian lembut sang ibu dikepalanya. Mereka tengah berada di pelataran rumah yang bentuknya mirip bangunan pendopo di wilayah jawa tengah dimana tempat yang pas dan nyaman untuk saling bercengkrama. Rania anak terakhir dari ayah juga ibunya. Ayah yang bekerja sebagai pengusaha furniture yang sudah puluhan tahun dikelola bahkan dari bisnis ini membuat Rania dan kakaknya hidup dengan layak dengan sederhananya. Sedangkan sang ibu dulu bekerja sebagai penulis cerpen atau artikel yang dimuat dimedia cetak wilayah Semarang dan sekitarnya. Keluarga yang amat Rania syukuri, memiliki keluarga yang hangat. Nia tau betul bagaimana rasa manjanya masih kentara apalagi ketika melihat ibu atau ayahnya yang santai baik diruang tv ataupun seperti sekarang di pendopo rumah. Seperti saat ini Nia membiarkan kepalanya dipangkuan ibunya membuat tubuhnya rebahan dengan posisi menyamping

"bu, mbak Cindy kapan pulang ya? Aku kangen tau bu" nada Nia merajuk manja

Ibunya masih setia membelai kepala anaknya lembut "nanti juga pasti pulang. Bukan cuma kamu yang kangen nduk sama mbakmu, ibu juga kangen banget"

Nduk itu panggilan untuk anak perempuan di jawa, ibuku keturunan jawa asli eyang kakung (kakek) dan eyang putri (nenek) berasal dari Semarang jadi ibuku lahir dan besar di Semarang

"Nia kangen sama Upin Ipin bu"

"Nduk... Nduk... nama ponakanmu itu Mega dengan Ikhsan masa kamu manggilnya Upin Ipin?"

"heee... Nia suka gemes kalau ngobrol sama kedua ponakanku itu bu, mereka kebanyakan makan ayam goreng kaya Upin Ipin, jadi ya sampai-sampai logat (gaya bahasa) mereka persis banget sama Upin Ipin yang dari Malaysia itu loh bu" jelas Nia yang bergerak meninggalkan kepalanya dari pangkuan sang ibu

Mbak Cindy menikah dengan orang Semarang tetapi mereka menetap di pulau Kalimantan. Pulau yang memang sedang mengalami perkembangan pembanguna, pulau yang dikenal sebagai pulai transmigrasinya Indonesia bahkan pulau yang digadang-gadang akan menjadi ibu kota Indonesia yang baru selain jakarta. Rahmania pikir logat keluarga mbaknya itu berasal dari perpaduan jawa melayu, ah entahlah Nia juga tidak mengerti. Bahasa yang bercampur seperti itu bukan hal buruk bukan? Justru Rania yang mendengarnya terhibur dan sesuatu hal yang wah tanpa harus mewah.

"telpon mbakmu sana" mendengar ucapan ibunya Nia pamit ke kamar mengambil ponselnya yang memang kalau di rumah pasti tidak begitu di perhatikannya

***

Meninggalkan pendopo melewati taman bunga kesukaan ibunya lantas memasuki area dalam rumah dan segera menuju kamarnya tanpa terhalangi sedikitpun.

Rahmania sudah berada di kamarnya dan kini giliran misi mencari ponsel yang suka-sukanya dilempar sembarang.

"ini ponsel kalau di cariin suka ngumpet giliran gak dicariin nongol mulu" geram Nia yang kini sudah membuat selimut juga seprai kasurnya acak-acakan. Membuat ulah sendiri dan geram sendiri, Rania... Rania...

"ah ketemu" secepat kilat tubuh Nia terlonjak meraih ponsel yang ternyata terjepit dicelah kasurnya

Segera setelahnya Nia mendial nomor Mbaknya itu dan mulai terdengar nada sambung yang hanya tuut.. tuut.. tuut.. (RBTnya belum ada yang bikin getar dihati jadi masih pakai bunyi yang umum) Entah bunyi keberapa dari sebrang sana terdengar suara orang yang menjawab

"hallo"

"mbak apa kabar?" Nia sudah tidak sabar lagi mengetahui kondisi mbaknya itu

"baik Nia, ini mbak juga lagi sama ponakan-ponakan kamu"

Telinga Nia kini mulai mendengar keributan yang dibuat kedua keponakannya itu walau tak jelas apa yang mereka bicarakan dan ributkan. Mega anak pertama dari Mbak Cindy dengan Mas Prasetyo jarak dua tahun ikhsan lahir setelahnya tapi kini keduanya bagaikan Upin Ipin dimata Nia yang amat menggemaskan lebih dari tokoh animasi dari negara sebelah.

"kasih ke Mega sama Ikhsan terus loudspeaker dong mbak" pinta rania

Terdengar mbak Cindy memberitahu tentang tantenya yang ingin mendengar ponakan-ponakannya itu berbicara

"Lek..." teriak Mega dan Ikhsan serempak

"semangatnya denger suara Lek Nia, kalian apa kabar sayang?"

"baik Lek, ini kaka sama abang lagi makan kue coklat terus jus jeruk dingin" Terdengar Mega sang kaka memaparkan kegiatannya dengan sang adik.

"abang juga makan kue coklat ka? Yah pada gak bagi-bagi sama Leknya, gak boleh pelit loh" Rania men

Ah, bukannya mereka lucu? Nia selalu merindukan celoteh keduanya. Nia memang tidak dipanggil tante oleh kedua ponakannya tetapi Lek yang juga artinya sama dengan tante versi jawa. Obrolan Nia dengan ponakan juga kakaknya cukup lama hingga berakhir dengan sebuah pesan baru yang masuk

From : 08xxxxxxxx59

Rania, apa kabar?

Kening Nia berkerut bingung karena nomor baru yang mampir itu juga panggilan yang berbeda dari orang-orang biasanya memanggilnya

To : 08xxxxxxxx59

Siapa?

Beberapa menit kemudian balasan pesan masuk

From : 08xxxxxxxx59

Ibram

Teman satu kelasmu, ingat?

Nia bukan orang yang mau berbasa-basi jika menghadapi orang baru entah ia orang baru atau bukan tapi nomornya asing di ponselnya jadi ia memilih bersikap waspada bukan?

To : 08xxxxxxxx59

Ibram siapa?

Seingatku tidak ada nama Ibram di sekolah, apalagi satu kelas.

From : 08xxxxxxxx59

Ibram

Lebih tepatnya Nazar Ibram Yazid

Ketua kelas dan kelompokmu

Otak Nia bekerja dengan semestinya dengan mengaktifkan serch dan mendapatkan gambaran ketua kelas sekaligus kelompoknya

To : 08xxxxxxxx59

Oh kamu, si pintar dikelas XI

From : 08xxxxxxxx59

Jangan begitu, aku tidak sehebat apa katamu

Kepala Nia pening membaca balasan Ibram, ah ralat Nazar. Nia mengenalnya dengan panggilan Nazar jadi itu lebih membantu untuk mengingatnya. Nazar siswa pintar yang di banggakan para dewan guru di SMA Pertiwi 01 itu bukan asal melainkan terbukti karena Nazar yang menduduki peringkat pertama dikelas juga sebagai juara umum di sekolah dari kelas XI IPS bahkan Nia berusaha dengan amat untuk bisa menggapai tempat Nazar tapi apa daya otak Nazar jauh lebih daripada Nia yang lagi-lagi menjadi kedua dengan teratur.

To : 08xxxxxxxx59

Terserah apa katamu saja

Kamu dapat nomor ponselku dari mana?

Rahmania yakin ia tak memberikan nomornya pada Nazar tapi bagaimana bisa dia tau? Apa Lira yang memberikannya atau orang lain? Tapi Nia tidak memberikan nomornya pada orang lain. Ah, Arman iya cowok yang mengehentikannya di tengah perjalanan ke halte dan meminta nomornya

From : 08xxxxxxxx59

Aku tidak bisa memberitaumu tapi tidak apa kan kalau akau menyimpan nomormu?

Mau bagaimana lagi sudah terlanjur bukan?

To : 08xxxxxxxx59

Silahkan tapi dengan syarat kamu tidak memberikan nomorku pada yang lainnya lagi

Setelah membalas pesan dari Nazar tentang izin menyimpan nomor Nia, gadis itu keluar dari kamarnya dan bergabung dengan ayah serta ibunya diruang keluarga

ditunggu komenan kalian dan jangan lupa vote ya

R A H M A N I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang