Rahmania 07 - Hujan di hati

47 4 3
                                    

Entah bagaimana, alam begitu memukau sore ini. Menumpahkan segala rahmat dari Tuhan, menghujami tanah kering menjadi gembur dengan jutaan liter air langit.

Awan tak lagi dapat ditelisik karena gelapnya sungguh gelap, hampir seluruh. Guntur yang menggelegar juga mampu membuat orang-orang berdiam diri.

Ada rasa sesak lagi menyayat dihati Rania senja ini, merasa tak sendiri menanggung sedih hanya karena alam menemani rasanya yang sama.

Mendung, Sedih juga Marah dalam satu hal.

"Aku benci, ketika cintaku sudah aku percayakan justru dihancurkan" tutur Rania luruh bersamaan air matanya

Jari jemari lentik Rania mengusap dengan perlahan foto seorang laki-laki dengan baju khas pelaut, putih-putih dengan lencana berada di kanan kirinya, senyum menawan terpampang, duduk tanpa alas apapun hanya hamparan pasir hitam dengan latar belakang langit yang cerah juga debur ombak lautan.

"Abraham"

Yah, Rania baru saja menyebut laki-laki yang mampu membuat kebahagiaan menumpuknya hancur tak berbentuk.

Seseorang yang Rania cintai tulus, Abraham. Seingat Rania, ia tak berbuat kesalahan. Ia tak tergoda untuk berselingkuh dengan menerima cinta orang lain. Ia justru percaya Abrahamlah laki-laki yang harus diberikan kesetiaan. Akan tetapi keyakinan bodoh Rania itu tak layak lagi untuk di percayai.

Laki-laki yang beberapa hari lalu memutuskan genggaman tangan Rania dihidupnya. Laki-laki yang tidak mau didampingi gadis baik seperti Rania. Laki-laki klasik yang memutuskan Rania sebab ia tak mau berpacaran terlebih dahulu. Aish... kenapa ia menyatakan cintanya pada Rania ketika ia tak ingin berpacaran? Kenapa baru sekarang ketika rasa cinta sudah memupuk tanpa disuruh? Kenapa? Dan kenapa?

"Klasik, kamu bilang kamu gak mau pacaran?" Decih Rania tak percaya dengan ucapan Abraham yang masih segar terekam di otaknya

"Kamu yang masuk dalam kehidupanku, kamu yang mengajak aku untuk mencintaimu tapi kamu juga yang mengajarkan aku betapa bodohnya aku percaya denganmu" cecar Rania tak sabar pada potret Abraham yang terbingkai

Rania sungguh masih tak habis pikir, kenapa ini? Ia sungguh kecewa juga lelah bersamaan.

"Kamu keterlaluan" lirih Rania dengan kelopak mata menutup lelah.

*****

Semilir angin laut menerpa kulitku membuai helai demi helai rambut hitam legamku berterbangan senada dengan arah angin itu lari. Kakiku mulai menuju pasir pantai yang basah terkena riak-riak air lautan yang menepi. Menutup perlahan pandanganku, menikmati rileksasi alam yang luar biasa ini. Menajamkan telingaku dari bisikan bisikan nyanyian angin yang begitu merdu mendayu.

"Kamu cantik pakai itu"

Suara itu...
Suara yang tak asing dalam pendengaranku.

"Kamu cinta tidak sama aku"

Tetapi, tunggu..
Ini bukan suara tadi, ini suara orang lain yang aku sungguh asing.

Aku merasa ini ganjil sekali. Mengapa suara yang begitu aku kenali sedang berbincang dengan orang lain yang asing bagiku?

"Kok kamu gak jawab sih sayang?"

Suara kedua itu lagi terdengar seorang wanita dan apa yang kata terakhirnya ucapakan? Sayang?

Aku membuka kedua mataku, menyusuri tempat berpasir ini. Kekananku tetapi sepi yang aku dapat. Arah kiriku pun senada dengan kananku. Depan? Itu hanya bentangan air yang banyak dengan warna birunya. Kalau begitu arah belakangku.

Begitu aku berbalik menghadap belakang, sungguh ini rasanya mimpi tapi kenapa nyata? Abraham.
Yah itu Abraham, Abrahamku. Lelaki yang aku cintai. Lelaki yang meninggalkanku karena dia tidak mau terikat hubungan asmara. Lalu ini apa, didepan pandanganku?

Mereka tampak mesra, saling suka juga tak malu mengumbar mesra ditempat umum dan lagi ada aku disini. Aku Rania, wanita yang baru saja jadi wanita tercampakkan. Tak ragu lagi aku gegas melajukan kakiku untuk menemui mereka, aku marah, aku kecewa dan juga kesal. Akan tetapi ini aneh, aku sudah berjalan cepat tak juga menggapai mereka, aku sudah berlarian masih juga tak dapat mendekatkan jarak dengan mereka. Kenapa ini?

*****

"Kenapa" teriak Rania syok terbangun dari tidurnya

Jantungnya begitu memburu pompaannya, keringat menuruni kulitnya dengan buliran buliran besar. Rania masih dalam kondisi syok tak terkira. Ia bermimpi melihat Abraham sudah mempunyai wanita lain yang dicintai. Itu mimpi tapi tampak nyata sekali bagi Rania.

"Semoga hanya mimpi" harap Rania

Rania bangun dari tidurnya, memutuskan untuk segera mandi lalu turun menemui orang tuanya. Sejak pulang sekolah Rania langsung mengurung diri dikamar dan ini kebiasaan yang pasti akan segera membuat orang tuanya khawatir.

------

Halloooo....
Rahmania is back
Maaf yah buat penyuka Anisa Rahma story
Authornya ngaret banget 😣
Sebenernya sudah ada draft tapi author ngerasa ada yang kurang jadi mikir bgt mau di post gak yah?
Tapi ya, coba post sajalah.
Semoga kalian suka 😊

Ditunggu vote 🌟 juga komen kalian
Jangan lupa share juga
Jadikan cerita ini untuk masuk perpustakaan / reading list yah.

R A H M A N I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang