Dark

13.8K 892 33
                                    

Pelangi

"Baby, I'm not made of stone. It hurts."

Aku memutar kedua bola mata dengan malas.

"Are you quoting James Arthur's song?"

Lelaki di hadapanku ini seketika mengernyit. "What? Of course not... I..."

Aku melambaikan satu tangan ke atas dengan malas.

"Baby... listen..."

"Zip it!" Aku berujar dengan mata melotot. Telunjuk kuarahkan ke wajahnya dengan marah.

Dia membuka mulut hendak bicara.

"No words.... just... Leave. Me. Alone!" Aku berteriak pada lelaki menyebalkan itu sebelum memutar badan lalu beranjak dengan kesal meninggalkannya.

Saat mendengar suara langkah kakinya, aku berteriak lagi. "Don't you dare following me!"

Langkah kaki itu pun terhenti.

Bagus!

Tak perlu dia mengikutiku.

Lelaki itu... seorang bajingan.

Brengsek bukan bualan.

Lelaki yang kukenal sekitar 3 bulan lalu.

Samudra.

Dia dan aku... selesai.

Game over.

There is no turning back. Ever!

***

Duduk di sebuah kursi kafe, aku mengabaikan secangkir kopi yang tersaji di atas meja di hadapanku.

Tanganku sibuk menulis sebuah nama di halaman kosong buku agenda.

Samudra.

Samudra.

Samudra.

Asshole.

Bastard.

Jerk.

"Permisi, Kakak..." suara seorang lelaki mengganggu aktivitasku yang membutuhkan konsentrasi tinggi ini.

Mencari kata tepat untuk mendeskripsikan sosok lelaki yang biasa kupanggil dengan sebutan Kak Sam.

Keningku berkerut menatap pelayan sebuah kafe entah berantah ini yang kutemukan secara acak saat mengendarai motor tadi.

"Iya?..." tanyaku bingung.

"Maaf, Mas yang di sana katanya ingin membelikan Kakak sepotong kue. Kakaknya mau kue apa?"

"Hah?" aku semakin bingung.

Pelayan lelaki yang kuduga usianya kurang lebih sama denganku itu, tersenyum lalu membungkukkan tubuhnya. Kemudian dengan menggunakan jempol tangan, menunjuk ke area kursi kafe sekira 3 kursi dariku.

Di sana, terdapat tiga orang duduk mengitari meja bulat kafe ini. Dua lelaki dan satu perempuan. Semuanya tersenyum ramah kepadaku.

Bibirku mengerut.

Siapa di antara mereka yang mau membelikan aku kue?

Dalam rangka apa?

Kenalan?

Ahh...

Bad timing.

"Kakak, jadinya mau kue yang mana? Ini silahkan lihat di buku menunya," ujar sang pelayan di hadapanku dengan ramah sambil menyodorkan buku menu.

Aku menatapnya lalu menggeleng.

"Minta tolong ya... katakan pada Mas yang mau traktir saya kue, terima kasih. Tapi... saya kesini ingin menyendiri. Sedang tidak mau diganggu. Tolong ya, Mas... kalau dia masih mau ganggu juga, saya minta bicara sama manajer kafe ini. Saya mau komplen," ujarku serius.

Si Mas di hadapanku melipat bibir, menyimak perkataanku sebelum mengangguk. Setelah itu, dia pamit hendak menyampaikan pesanku pada lelaki entah yang mana di antara dua lelaki di meja sana yang berniat mentraktirku.

Lelaki.

Huh...

Hanya karena aku jomblo, bukan berarti mengobral hati. Baru saja bubar dari satu hubungan singkat, ya masak iya sudah harus membuka hati untuk yang lain.

Pfft...

Laki-laki.

Ramah di awal. Menyebalkan di perjalanan.

Aku menggeleng, kembali mencoretkan pulpen di atas kertas.

Samudra.

Samudra.

Samudra.

Keningku mengerut. Berpikir keras. Masih mencari kata tepat untuk menggambarkan sosok lelaki gagah itu.

Samudra.

Samudra.

Samudra.

He has...

A secret.

A secret that made him living in the dark.

Eating him alive.

Darken his soul.

Samudra.

Samudra.

Samudra.

He's...

Lost.

Alone.

Miserable.

Samudra.

Samudra.

Samudra.

He need...

Help.

Samudra #3 Unstoppable Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang