Memasuki rumah putih abu bernuansa kontemporer dengan santai, tanpa menoleh atau hanya mengatakan selamat tinggal pada orang yang sudah mengantarnya seperti sudah menjadi kebiasaanya.
Diana hanya ingin bersantai sedikit, karena itu ia hanya duduk di depan televisi di ruang keluarganya. Tapi entah sejak kapan matanya tidak lagi fokus dengan layar datar di depannya. Matanya sibuk memperhatikan figura yang memajangkan foto kenangan yang tidak akan dilupakannya.
Flashback on
"In the of Jesus. Amen." Keluarga Landovi menyelesaikan doanya malam natal tahun ini.
"Merry Christmas." Keluarga Landovi serempak mengucapkannya. Mereka saling memeluk satu sama lain.
"Say haii.." kata Glen memberi kode agar semua orang fokus pada instax tosca digenggamannya.
Tak butuh waktu lama, hasil pemotetran singkat itu pun keluar. Terlihat disana Jilly dan Andovi berangkulan mesra, sedangkan Diana dirangkul di bawah ketiak Glen mendengus kesal.
"Abang! Bau ih!" Diana menyilangkan tangan di dada.
"Biarin," ledek Glen lalu menuju kamarnya.
"Bye, ma, pa." Ucap Glen sesaat sebelum menutup pintu. Hampir saja pintu itu mengenai hidung mancung Diana, kalau ia tidak sigap.
Jilly dan Andovi hanya tertawa melihat kedua anaknya itu. Tak lama kemudian, Diana sudah di kamar ungunya. Ditutupnya mata hitam yang selalu membuat orang lain dapat melihat, setiap kejujuran di setiap ekspresinya.
~~~
Hari ini, tepat dihari natal.
Merasa ingat apa yang dilakukan Glen semalam. Diam-diam Diana masuk ke kamar saudara yang terpaut 6 tahun tersebut. Tak menyiakan waktu untuk membangunkan Glen, dengan tiba-tiba Diana loncat dan menibani Glen yang sedang tidur telungkup.
"Arghhh." Glen merasakan kaget sekaligus berat menimpanya.
"Merry Christmas." Dengan memperlihatkan barisan gigi putih rapih di sana, seperti manusia tak berdosa.
"Glen, Diana," panggil Jilly saat menyiapkan sarapan di meja makan dengan Andovi.
Ritual hari natal setelah sarapan mulai, keluarga Landovi akan membuka kado yang tersedia di bawah pohon natal besar di rumah mereka. Tapi hanya ada satu kado besar di bawah pohon natal mereka. Landovi's family. Tertera di kartu ucapan kado natal besar itu.
"Can I?" Tanya perempuan muda dengan ceria. Tahun depan memang ia akan masuk SMA, tapi ia akan tetap bersemangat jika menyangkut hadiah dan memberi.
Pita besar yang mempercantik kado itu dibuka, secaraan bersamaan di sisi yang berlawanan oleh Glen dan Diana.
4 busana dengaan khas natal. 4 pasang sendal. 4 topi dengan gaya yang berbeda. Layangan. Mainan gelembung sabun. Terakhir. 4 tiket Dreamworld.
"Gold coast?" Tanya abang adik kompak.
"Why not?" Suami istri bersuara kompak.
Abang adik itu hanya saling bertatapan dengan senyuman yang tak pudar. Dengan cepat mereka kembali ke kamar masing-masing untuk mempersiapkan perjalanan mereka nanti di Gold Coast.
"Ingat! Kita akan ibadah dulu. Tampilan yang terbaik, ya." Suara Andovi menggelegar.
Keluarga Landovi memang kental dengan kepercayaannya. Keluarga yang terus membangun pondasi ketaatan kepada Tuhannya.
~~~
Surfers Paradise, Gold Coast, Queensland, Australia.
Di sini Landovi's family menghabiskan natal sampai tahun baru.
Tidak seperti di Eropa, saat natal tiba, Australia akan mengalami musim panas. Karena itu Landovi memutuskan berlibur di pantai, yang dapat ditempuh dalam satu jam dari Brisbane.
"Mundur, mundur, lagi, terus mundur.." Suara Glen mengintruksi Diana dan Jilly.
Buukk..
Diana terjatuh, ia tidak lihat dibelakangnya ada ember pasir. Sekarang busananya tak lagi bersih seperti datang, ia mendengus kesal.
"Hahaha. Come on." Bujuk Glen dengan berteriak.
"Siap ya, 3..2..1.." Perintah Andovi kepada 2 wanitanya di sebrang sana. Terlihat di langit layangan mereka sudah mengibarkan sayapnya.
Tidak terima dengan busananya kotor, Diana memberikan cipratan air dan sedikit pasir kepada 3 keluarganya. Bukannya marah, mereka hanya tertawa.
Melihat tawa mereka yang tepat di seberangnya, membuat Diana berfikir,
'God, You and theirs are enough for me'
Flashback off
.
.
.
TO BE CONTINUED
Happy reading gengs, jangan bosen-bosen sama aku ya.
Danke :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ben.
Teen FictionHujan deras membasahi sudut kota ini. Ia hanya meninggalkan genangan dan kesejukan di tempat ia terjatuh. Terlebih lagi matahari perlahan menghilang dari keberadaannya. 'Sempurna.' Dengan menghirup udara khas sehabis hujan, Ben bergumam dalam hatiny...