4

37 6 9
                                    


Hari semakin sore, dan aku.. Lavy Jo, masih anteng main sekop-mensekop, aduk - mengaduk tanah bercampur pupuk.
Sedang murid lain sudah "mengibarkan bender putih", sepuluh menit setelah si dosen memberikan sedikit arahan nya dan berpamitan dengan alasan ada keperluan mendadak -yang di yakini itu cuma omong kosong saja- , termasuk si Milky yang sekarang entah kabur kemana setelah merengek layak nya bayi.

Dan.. Btw ponsel ku terus bergetar sedari tadi.

Tuhan!! gak capek apa orang yang terus menerus mendial nomer ku atau yg membuat notif spam di medsos ku??

Dengan jengkel, aku meletakan sekop kecil yang tadi di pakai untuk mengambil pupuk, dan membereskan semua bahan-bahan untuk bercocok tanam, menyimpan nya ke dalam gudang darurat kecil yang berada di pojok dari kebun praktek ini. Setelah nya aku bergegas mencuci tangan, dan keluar dari area kebun dengan tak lupa mengunci kembali pintu transparan yang menghubungkan koridor dan area luar atau kebun.
Dan untuk ke sekian kali nya, ponsel laknat kasayangan ku, kembali bergetar.

"Sialan" umpat ku.

Aku segara merogoh saku celana jeans ku, tanpa melihat siapa id call, aku langsung mengangkat telpon dan langsung terdengar pekikan lebay yang sangat familiar .
Bahkan sangat, sangat, aku hafal.

Andreas Jo Friesland, kakak ku yang menjengkel kan.

"Astaga!! Lavy!! Setengah mati aku menghubungi mu dari tadi. Kenapa tidak di angkat!! Apa kau sudah ma..."

"Cuma itu? Aku matikan."

Tanpa ragu dan sedikit kasar aku menyentuh ikon merah tanda mengakhiri panggilan.

"Dia kekanakan."

Tch, aku tau dia mengkhawatirkan ku. Tapi aku bukan anak-anak lagi.
Aku seorang remaja dewasa.
Aku bisa melindungi diri ku sendiri, tanpa bantuan dari nya.
Dari dulu dia selalu berlebihan.

Aku memutuskan untuk pulang, setelah menitipkan kunci ke salah satu staff.
Sedikit menghela nafas, saat aku melewati parkiran. Beberapa kendaraan mewah masih parkir dengan manis nya di sana.

Aku tidak iri.
Haha ... yang benar saja. Aku cuma merasa errr.. risih? Ah.. Entah lah.
Aku adalah anak bungsu dari keluarga FRIESLAND, pewaris utama-tentunya setelah si 'pewaris tahta utama' Andreas Jo selaku anak pertama-  dari FL.corp, yang bergerak dalam bidang percetakan dan periklanan. Dan sudah memiliki banyak sub cabang . Tentunya hanya untuk kendaraan mewah bukan hal yang sulit aku dapat kan.
Aku hanya terlalu malas untuk pamer.

Setelah sedikit berjalan dan menunggu di halte, akhirnya bus yang akan membawa ku pulang datang, aku segera masuk dan memilih tempat duduk paling pojok.
Aku bukan seorang gamer, jadi yang ku lakukan untuk membunuh rasa bosan, adalah dengan melihat pemandangan kota dari balik kaca jendela. Hal yang klise, tapi tidak ada pilihan lain.
Tidak ada yang menarik, kecuali bangunan - bangunan pencakar langit, yang seolah saling berlomba siapa yang paling dekat dengan langit.
Papan-papan iklan. Juga kendaraan pribadi yang tak kalah melaju 'ekspres'.

Selang beberapa lama waktu, bus berhenti di halte selanjut nya. Dan aku pun turun.
Menghela nafas lega, aku memacu kaki ku berjalan meninggalkan halte dan segala aktifitas di sana. Setelah agak jauh, aku berbalik da mengeluarkan ponsel lalu menekan ikon kamera, mengambil sudut yang pas, dan setelah nya satu gambar aktifitas di sekitar halte pun tertangkap kamera ponsel ku.

"Ramai sekali " gumam ku sembari menilik hasil bidikan ku.

Banyak gambar yang ku ambil, coffe shop, pedagang kaki lima, ruko-ruko, bangku taman, lampu jalan, orang-orang yang sedang berjalan ataupun melakukan aktifitas nya masing-masing pun tak luput jadi objek jepretan kamera ponsel ku. Bahkan langit yang cerah , biru dengan awan putih bergerombol sekalipun.

"Lumayan untuk hari ini"

Tersenyum puas.
Inilah salah satu alasan kenapa aku memilih memakai kendaraan umum. Aku akan merasa lebih leluasa menyalurkan hobi-bukan hobi- ku dengan berjalan kaki. Meski cuma menggunakan kamera ponsel, toh  menurutku semua nya tergantung ke jelian masing-masing dalam hal memotret.
 
                           #🍏#

Memasukan sandi pintu apartemen, dengan lunglai aku membuka pintu dan segera masuk, melepas sepatu dan menaruh nya ke rak sepatu dekat pintu. Aku melihat sepatu hitam kulit yang biasa An pakai, apa dia tidak pergi kerja hari ini?
Tanpa melepas kaos kaki, aku melangkah ke arah kamar berniat untuk cepat-cepat merebahkan tubuh ku yang pegal..

"Lav.. Kau kah itu??"

Suara serak khas bangun tidur, menghentikan langkah ku.

"Ya.."

Aku melihat An, meringkuk di sofa ruang tamu, dengan memeluk sebuah ......  laptop ??
Dia perlahan merubah posisi nya menjadi duduk, lalu menoleh ke arah ku dan tersenyum.

"Kalau begitu kau mau mandi?? Aku akan menghangatkan makanan. Tadinya aku akan membawanya ke kampus mu, tapi... "

Aku menatap wajah pucat dan mata nya yang berkantung. Segurat ke kecewaan terlukis di manik hijau nya, manik mata yang sama dengan ku, gen dari ibu..

" ... Tapi aku mempunyai pekerjaan. Maap ya.. Kau pasti lelah. Aku akan cepat menghangat kan nya."
Lanjutnya, sambil merapikan beberapa kertas dan menindihnya dengan laptop. Tanpa menatap ku lagi, dia langsung pergi ke arah dapur.

Memasuki kamar , aku tertegun.
Bohong.
Dia berbohong.
Aku berusaha untuk tidak peduli, melempar ransel ke atas kasur, dan bergegas masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar ku. Setidak nya aku tudak boleh membuat nya menunggu untuk ke sekian kali nya.

Malam ini kami makan dengan tenang. Kami duduk saling berhadapan. An diam tidak secerewet biasa nya.

Suara gesekan kursi membuat ku tersentak.

"Aku selesai. Aku ada di kamar jika kau mencariku"

Lalu dia mengulurkn tangan nya melewati meja makan dan mengusak rambut ku. Refleks aku menjauhkan kepalaku. Dan menatap nya tidak suka yang di balas dengan cengiran konyol dari nya.

"Jangan tidur malam lagi..."
Dan dia pun meninggal kan meja makan dengan tawa pelan yang masih bisa jelas ku dengar.

Tunggu.

Aku melihat ke depan ku. Ke arah dimana An tadi duduk. Piring yang masih menyisakan banyak nasi beserta lauk nya, terlihat jelas seolah mengejek ku.
Aku memutar arah pandang ku, dan menemukan perabotan masak yang kotor menumpuk di bak cucian.
Seketika selera makan ku lenyap.

Sialan!!!

Itukah arti kekehan jelek nya tadi.
Kakak durhaka!
Benar-benar keterlaluan.
Malam ini aku terpaksa harus rela , ikhlas, mencuci semuanya.

Sial.
Benar-benar sialan kau An!!

 (the last) MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang