Bab 8

1.4K 239 45
                                    

Selamat membaca!

Jisoo memasuki kelas seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Jinyoung menopang dagunya, terlihat menunggu Jisoo datang.

"Nggak ada masalah?"

Jisoo mengacungkan jempolnya, "aman."

Jinyoung mengangguk pelan. Tepat saat itu, bel berbunyi. Jisoo sudah duduk, bersiap - siap belajar.

***

"Lanjutkan tugas yang saya berikan di rumah. Minggu depan dikumpul." Guru itu membetulkan kacamatanya, lalu segera pergi keluar kelas.

"Ji, gue mau ke kantin. Ikut?" Jinyoung sudah berdiri, menunggu jawaban Jisoo.

"Em... Gue bawa bekal. Eomma buat dua. Lo mau satu?" Jisoo mengucapkannya sambil menunduk.

Jinyoung kembali duduk. Tanpa sadar, dia tersenyum lebar. Senang dibuatkan bekal, walau Jisoo tidak mengatakannya secara langsung.

"Mau lah. Ayo, makan sekarang. Gue udah lapar," Jinyoung nyengir.

Jisoo ikut nyengir, mengeluarkan dua kotak bekal berwarna kuning. Diberikannya satu untuk Jinyoung.

Jinyoung membuka kotaknya dengan semangat. "Selamat makan!"

Entah mengapa jantung Jisoo berdetak dengan kencang melihat Jinyoung makan dengan semangat. Dia terlihat sangat menghargai bekal yang diberikan Jisoo. Hati Jisoo menghangat.

"Ji, lo juga makan dong. Daritadi bengong aja. Perlu gue suapin?"

"Eh, n-nggak. Ini gue mau makan," Jisoo membuka kotak bekalnya, lalu makan dengan pelan. Wajahnya memerah.

"Kalau lo makan selama itu, beneran gue siapin nanti."

Jisoo kaget, cepat-cepat mengunyah makanannya. Jinyoung tertawa, melihat gadis di sebelahnya yang salah tingkah.

Pelajaran selanjutnya, tidak ada guru. Diberikan tugas, namun tidak ada yang mengerjakan, kecuali sang gadis juara satu.

"Jangan terlalu rajin. Lama-lama stress, bisa botak."

"Lo kerjain juga, Jin. Nanti bisa santai," Jisoo membalas.

"Nanti aja di rumah. Gue lagi males."

Jisoo tidak menjawab, dia sekarang mengerjakan soal yang lebih susah.

Jinyoung tiba-tiba menegakkan posisi duduknya, lalu bertanya, "By the way, tipe cowok lo yang kayak gimana?"

Jisoo menghentikan aktivitasnya, kaget dengan pertanyaan to the point itu. Terdiam sebentar, kemudian menjawab pelan, "yang rajin."

Jinyoung ikut terdiam. Lalu dia cepat-cept mengambil buku, "Ah, gue kerjain sekarang deh tugasnya. Gue mau anterin eomma nanti sore."

Jisoo terkekeh dalam hati. Sekarang, dia sudah sadar bahwa dia memang suka pada laki-laki di sebelahnya. Perasaannya terlalu jelas untuk disangkal.

Gadis berkuncir kuda itu melirik Jinyoung. Laki-laki itu memang punya berbagai macam pesona. Jisoo bertanya-tanya, bagaimana perasaan Jinyoung padanya.

"Kerjain tugasnya. Jangan liatin gue terus. Gue jadi malu."

Suara itu sontak membuat Jisoo pura-pura mengerjakan tugasnya. Pipinya kembali memerah.

***

Hari ini, Jisoo sedang sial. Tadi pagi, dia menerima kertas ancaman dari Yerin. Lalu, saat dia ingin pulang, hujan malah turun dengan derasnya.

"Andai, busnya bisa masuk ke dalam sekolah. Gue nggak perlu nunggu di halte," Jisoo menggerutu.

"Lo pulang sama gue aja. Hujannya nggak bakal berhenti sampe lo mau pulang sama gue," Jinyoung yang berdiri di sebelahnya kembali berbicara.

"Sebentar lagi juga reda," ucap Jisoo.

Jinyoung menghela napas pelan. Daritadi, gadis ini menolak tawarannya untuk pulang bersama. Padahal, hari sudah semakin sore.

"Ayo, sama gue aja," Jinyoung membuka payungnya. Menarik Jisoo ke dalam rangkulannya.

Jisoo kaget, menatap Jinyoung sambil mencoba menjauh darinya.

"Hitungan ketiga, lari ya. Satu... Dua... Tiga!"

"Eh, t-tunggu!" Jisoo mencoba menghentikan, tapi tubuhnya ikut tertarik ketika Jinyoung berlari karena Jinyoung memegang bahunya.

Jinyoung menekan kunci mobilnya, membuka pintu mobil untuk Jisoo. Dia memastikan Jisoo sudah duduk dengan benar, menutup pintunya lalu berlari secepatnya ke pintu mobil sebelah kanan.

"Lo nggak basah, kan?" Jinyoung langsung bertanya begitu pintu mobilnya tertutup.

Jisoo menggeleng. Namun, dia dapat melihat dengan jelas tubuh sebelah kanan Jinyoung basah total. Payungnya memang tidak cukup besar untuk mereka berdua.

"Lo yang basah, Jin. Ayo, pulang. Biar lo nggak masuk angin."

Jinyoung mengangguk. Dia menghidupkan mobilnya.

"Pakai sabuk pengamannya."

Jisoo tetap diam. Jujur saja, selama 16 tahun dia hidup, dia belum pernah naik mobil.

Tanpa banyak berkata, Jinyoung mengambil sabuk pengaman untuk Jisoo, memasangkannya lalu segera melajukan mobilnya.

Jisoo menahan napasnya. Tidak menyangka Jinyoung akan melakukan itu. Dia memandang keluar jendela. Tidak tahu berapa kali lagi Jinyoung akan membuat jantungnya berdetak secepat ini.

***

sebelumnya aku mau berterimakasih sama kalian yang setia sama cerita ini. yang selalu nungguin cerita ini update. makasih banyak ya❤

episode kali ini, aku coba tambah adegan romantis Jinji😂 walau gatau itu beneran romantis apa gimana wkwk.

It's Getting Louder | kjs • pjyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang