Failed

7.6K 819 32
                                    

Jisoo merasakan nafasnya mulai sesak. Ciuman Taeyong semakin memaksa. Jisoo berusaha menggerakkan wajahnya agar ciuman itu terlepas. Pikiran jernihnya mulai kembali. Menggedor akalnya agar sadar diri. Pria dihadapannya ini telah menghancurkan hatinya, merendahkannya, dan menghinanya. Ia harus mengingat itu.

"Keperawananmu, apa kau mau ku bayar?"

Deg. Ingatan saat itu menghentakkan Jisoo pada kenyataan. Pria ini jahat. Pria ini pembawa kabar buruk yang harus ia hindari. Jisoo segera mendorong tubuh Taeyong menjauh. Ia mengusap bibirnya yang basah karena ciuman Taeyong. Merah. Noda lipstick yang luntur mewarnai telapak tangan Jisoo.

"Jisoo," panggil Taeyong dengan suara serak. Wajah tampan pria itu nampak memerah dan nafasnya sedikit tersengal. Pria itu sudah mengulurkan tangan untuk kembali mencium Jisoo.

Tapi Jisoo lebih cepat. Wanita itu sudah bergerak menjauh sambil merentangkan tangan kedua tangannya ke depan.

"Jangan mendekat," bisik Jisoo dengan suara parau dan bergetar. Ia mengutuk dirinya sendiri begitu menyadari tangannya gemetaran. Entah karena ciuman Taeyong yang memabukkan atau rasa sakit akibat ingatan kejadian saat itu.

Taeyong terdiam. Dadanya serasa ditonjok keras atas penolakan Jisoo. Rasa sakit dan kecewa yang terlintas di wajah Jisoo sudah cukup membuat Taeyong tertahan. Ia berusaha keras menahan diri untuk tidak mencium dan membawa Jisoo pergi.

"Aku bohong. Aku tidak pernah menganggapmu sama seperti mereka. Aku terlalu emosi. Kau jauh lebih baik dari mereka, Jisoo. Puluhan kali lebih baik." Taeyong berusaha menjelaskan. Ia berharap Jisoo mengerti dan mau memaafkannya. Tapi melihat Jisoo membuang muka, harapan itu seolah terlepas dari tangannya.

"Aku tidak mau mendengarnya. Sudah cukup, Mr. Lee."

Pukulan tambahan untuk Taeyong. Mendengar Jisoo memanggilnya Mr. Lee dan bukan Taeyong seolah menambah penyesalan tak terkira di hati Taeyong. Seberapa besar rasa sakit yang ia torehkan pada Jisoo? Setelah patah hati dari mantan pacarnya, lalu kehilangan keperawanannya, dan hinaan paling kejam sebagai seorang wanita. Taeyong tahu, ia telah meremukkan hati dan harga diri Jisoo. Ia sudah melihat bagaimana tidak percaya dirinya Jisoo akan tubuhnya, dan ia justru semakin melibas sedikit kepercayadirian yang Jisoo miliki. Sepertinya ia pantas dibenci Jisoo. Tapi bolehkah ia egois dan tetap memiliki Jisoo?

"Maafkan aku," bisik Taeyong. Tangannya terulur untuk menyentuh wajah Jisoo tapi wanita itu bergerak menjauh. Ia tersenyum kecut. Penolakan pertamanya. Ia yang terbiasa dikejar wanita kini harus pasrah ditolak wanita yang ingin ia dekati. Wanita yang aura dan wanginya selalu membayangi mimpinya.

"Kau, Kim Jisoo adalah wanita cantik. Kau sangat manis saat sedang merona merah. Wangi tubuhnya sangat manis. Aku menyukainya. Maafkan aku. Lupakan kata-kataku waktu itu. Aku hanya terbawa emosi. Kau tahu bukan emosiku meledak-ledak."

Jisoo menggeleng pelan. Ia menatap wajah Taeyong yang terpekur sedih. Ada rasa kasihan terselip di hatinya tapi ia mendorong nya menjauh. Ia tidak bisa membiarkan pria berbahaya seperti Taeyong ada dalam hidupnya. Ia bisa dengan cepat jatuh dalam pesonanya.

"Kau tidak bisa menyalahkan emosimu. Belajarlah untuk mengontrolnya. Carilah sesuatu hal yang kau senangi untuk mengurangi kecanduan seksmu," kata Jisoo sebelum ia pergi tanpa menoleh sedikitpun.

Taeyong terdiam. Kecanduan seks? Apa ia benar-benar kecanduan seks?
©

Taeyong menggoyang-goyangkan gelas whiskey nya dengan malas. Ia menatap cairan orange kecoklatan yang masih penuh di gelasnya. Ia sudah meneguknya sedikit. Tapi rasa terbakarnya tak lagi menarik. Pikirannya masih melayang-layang ke kejadian beberapa hari yang lalu. Usaha mendapatkan Jisoo bisa dibilang gagal total. Ia bahkan tidak mengerti kenapa ia menginginkan Jisoo. Wanita itu mengusik pikirannya sejak kejadian fashion show itu. Taeyong tidak bisa mengenyahkan wajah Jisoo dari otaknya. Ia sudah mencoba melirik wanita lain, tapi ia tidak tertarik. Justru wajah Jisoo dan wajah kecewa ibunya yang muncul.

"Kenapa kau, hyung?"

Kim Doyoung langsung mendudukkan dirinya di samping Taeyong. Ia bisa merasakan aura suram menyelimuti sekitar hyung nya ini.

"Tidak apa-apa," jawab Taeyong singkat. Ia menjauhkan gelasnya dan mulai sibuk memandang efek lampu club yang memeriahkan dance floor di bawah.

Doyoung menggeleng tak percaya. Tapi ia tahu ia tidak bisa mendebatnya. Jika ia mendebatnya, ia akan membangunkan singa yang tidur. Dan singa itupun akan mengamuk.

"Hyung, aku butuh bantuanmu," kata Doyoung to the point. Ia sengaja datang ke Limitless untuk meminta pertolongan Taeyong.

Taeyong melirik Doyoung dengan tatapan tertarik. Tidak biasanya adiknya ini meminta tolong padanya. "Ada apa?"

Doyoung nampak ragu sesaat sebelum menghela nafas panjang. Ia mengeluarkan sebuah foto dari saku bajunya. Foto seorang pria yang merangkul seorang wanita sexy. Pria itu memiliki tindik di telinga kanannya.

"Aku ingin hyung menemukan pria ini. Namanya Bobby. Dia sudah menyakiti noona ku. Dan dia sudah menipu ajussi, ayah noona ku. Ajussi belum menceritakan ini pada noona jadi aku ingin semua nya beres sebelum noona tahu. Aku ingin hyung menangkap Bobby dan mengembalikan aset yang dicurinya dari ajussi."

Taeyong terdiam. Entah kenapa nama Bobby terdengar familiar. Sepertinya ia pernah mendengar nama itu. Tapi dimana?

"Oke. Aku akan menyuruh Johnny dan Jaehyun mengerjakannya," kata Taeyong mengiyakan. Ini service rahasia yang dikerjakan Lee Corp. Perusahaannya memang bergerak di bidang elektronik dan property. Tapi sejak 2 tahun lalu ia mengembangkan service khusus untuk menemukan orang.

"Ahh hyung. Kalau boleh aku ingin menghajarnya jika dia sudah tertangkap," kata Doyoung tiba-tiba. Ia nampak kesal dan marah. Ia mengacak rambutnya yang sudah diwarnai ungu perak.

Taeyong menatap kaget pada adik kelasnya saat kuliah ini. Doyoung itu tipikal pria yang tidak suka berkelahi. Mendengarnya ingin menghajar orang, membuat Taeyong penasaran. "Why?"

Doyounh terdiam sebentar sebelum mengumpat pelan. "Damn. Si brengsek itu sudah menyakiti noona ku. Dia membuangnya seperti sampah setelah berhasil menguras aset ayah noonaku. Sampai saat ini ajussi belum mengatakan apa-apa pada noona kalau perusahaan ajussi sudah bangkrut. Ya Tuhan. Kalau aku punya uang, aku akan membeli perusahaan ajussi."

Doyoung meneguk habis whiskey nya dan langsung menyenderkan tubuhnya ke kursi. Nafasnya memburu karena emosi yang tak terkontrol.

Taeyong berfikir sebentar. "Siapa noona mu itu sampai kau ingin membeli perusahaan bangkrut?"

Doyoung memandang ke depan dengan senyum tulus. "Noona ku ini sangat berharga. Dia sangat baik padaku. Dulu saat aku hampir bunuh diri karena bullying di Senior High School, noona menyadarkanku. Ia benar-benar menghajarku, hyung."

Taeyong hanya diam mendengar cerita Doyoung. Adiknya ini memang jarang bercerita padanya. Yang ia tahu hanya Doyoung yang selalu ceria. Ia tidak menyangka adik yang selalu ceria itu menyimpan kenangan buruk.

Doyoung terkekeh pelan. "Dia selalu menyemangati ku sampai aku seperti ini. Dia selalu tersenyum dan berusaha ada untuk ku. Dia kakak sepupu perempuan terbaik yang aku miliki."

"Siapa namanya?" tanya Taeyong penasaran. Dari penjabaran Doyoung, sepertinya noona ini sangat sempurna di mata Doyoung. Tipikal wanita ceria, moodmaker dan optimis.

Doyoung tersenyum bahagia hanya mengingat noona nya. "Jisoo. Namanya Kim Jisoo, hyung."

Kim Jisoo yang dimaksud Doyoung bukan Kim Jisoo milik Taeyong bukan?
©

One Mistake 💝Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang