5 • Warna Merah

177 22 0
                                    

Merah sedang memejamkan matanya di bawah pohon depan rumahnya beralaskan tikar. Dari kejauhan, Biru menimbang ragu. Dia ingin kesana tapi sikap merah sangat ditakuti. Kesana, tidak, kesana, tidak. Biru menghitung sendiri nasibnya itu. Biru bisa saja meminta kepada Merah agar diizinkan oleh nya membersihkan rumah Merah.

Hanya saja, Merah sangat menyeramkan bagi Biru.

Biru menggigit kuku jari tangannya. Dia bingung dan khawatir. Disisi lain, dia membutuhkan Merah, tapi disisi lain dia jiga takut. Apalagi semalam, Merah tak ikut berkumpul di taman seperti biasanya. Tentunya suasana hati Merah sedang tak baik. Ya, Biru sudah yakin akan hal itu. Ketika sekarang dia akan menemui Merah, tentu Biru akan terkena omelannya seperti biasa.

Sayangnya kegetiran Biru membuat Merah mengetahuinya.

"Biru, kau disana kan? Aku melihatmu,"sahut Merah dengan suaranya yang lantang.

Biru melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumah Merah. "Hai, Merah."sapa Biru lagi dengan pelan.

Merah terkekeh pelan. Dia masih memejamkan matanya namun seakan melihat apa yang dilakukan Biru sekarang.

"Kau tak bisa tertidur lagi?"

Biru terkejut. "Darimana kau tau?"

Merah mendengus kesal. Dia lalu membangunkan dirinya menatap Biru yang tengah takut di dekatnya. "Kau akan melakukan seperti ini jika tidak tidur. Dan aku akan menjadi tujuan terakhirmu,"

"Ya, tapi jujur saja. Aku belum bertemu Ungu makanya kemari."

Merah mengerutkan keningnya. "Kau tidak melihat Ungu?"

"Sejak seminggu yang lalu, Ungu kan jarang berkumpul di Taman. Dia seperti menghilang lalu fokus dengan buku-buku pelajaran miliknya. Ungu sudah berubah. Kepintarannya bahkan tak tertandingi lagi."

Merah tertawa keras mendengar tentang Ungu. Ya, sejak Ungu dipanggil oleh Kepala kampung, dia menjadi berbeda. 

"Bukankah bagus jika salah satu teman kita ada yang pintar?"tanya Merah singkat.

Biru menggaruk kepalanya. "Benar juga, tapi karena kesibukkan dia, kelompok kita jadi berkurang satu anggota."

Merah menepuk bagian kosong tikar itu agar Biru mau duduk di sebelahnya. Melihat gerakan kode itu, Biru langsung menurutinya dan duduk disana bersama dengan Merah. Tangan Biru diletakkan di atas paha kakinya lalu duduk bersilah.

Merah menghembuskan napasnya sejenak. "Jika kau ingin tertidur, temui saja Ungu. Ku dengar saking sibuk belajar, dia tak sempat membersihkan rumah."

"Apa? Tidak,"

Merah mengerutkan alisnya. "Rumahku baru ku bersihkan, sekarang, kau temui Ungu. Dia akan mau kau melakukannya,"

"Aku tak dekat dengannya, sudah lama sekali dia menghilang dan tak terlihat lagi. Aku takut dan merasa canggung memintanya."

Merah menoleh ke arah Biru yang penuh keraguan. "Dengar, Ungu akan mau. Kau pergi ke rumahnya saja, dan dia ada disana. "

Biru mengangguk paham. Dia memang belum meminta Ungu agar bisa membantunya. Biasanya Merah adalah kurcaci terakhir yang akan ia datangi. Karena Ungu sudah banyak berubah dan menjadi tertutup, maka Biru ragu untuk mengunjungi Ungu.

"Aha! Aku akan bertemu Ungu,"ucapnya lirih tak seperti biasanya.

Biru yang berubah menjadi ungu [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang