Incoming Call
+6285*-****-7890Ponselku berdering tepat saat selimut doraemoku menutupi seluruh bagian tubuhku.
Siapa sih telfon malem-malem?
Mataku terbelalak saat melihat nomornya.
Dito!
Entah kenapa otakku segera mengirim perintah pada ibu jari untuk segera menjawab panggilannya.
"Halo, Assalamu'alaikum,"
"Halo, Mel. Ini Dito, maaf malam-malam telfon. Kamu belum tidur?"
"..."
Oh, jadi bener dugaanku. Hei tunggu! Ini Dito telfon, loh. Gimana bisa disikapi yang biasa aja? Nggak bisa ngasih respon yang lebih kaget lagi dari ini? Langsung bangun dari tempat tidur terus berdiri mencak-mencak misalnya? Hush! Itu lebay. Kembali ke Dito.
"Halo? Mel?"
"Hah?! Eh iya, eh maksud saya belum, Kak. Kalau udah tidur gimana jawab telfonnya? Hehehe, ada yang bisa dibantu?"
"Oh iya, Mel. Ini tentang pertanyaan kamu kemarin."
"....."
Pertanyaan yang mana?
"Mel? Kok diem?"
"Sorry, Kak. Pertanyaan yang mana ya?"
"Yang kemarin kamu tanyain di kantin."
Kemarin katanya? Itu petanyaan yang sudah sebulan kutanyakan, tapi cuma dijawab pakai senyuman.
"Jadi ini bener nomornya kak Dito?"
"Iya, Mel. Ini nomorku."
Tut! Call ended.
Lah? Udah? Cuma gitu doang nelponnya? Maksudnya apa, sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki 365 Hari yang Lalu (HIATUS)
Ficção AdolescenteSempat mengagumi sebelum akhirnya "dipatahkan", adalah salah satu alasanku berpikir ulang -ketika ditanya: Kapan melepas masa jomblo?- menjadikan "berpacaran dengan / bertunangan dengan" sebagai solusinya. Bukankah yang namanya patah hati itu pasti...