Kamu - 7

7.9K 805 25
                                    

Setelah perdebatan dengan Fadhia, Ali langsung menggenggam tangan Prilly dan membawa Prilly masuk ke kamar yang dia sewa untuk mereka.

"Maaf tadi aku ngakuin kamu sebagai calon istri. Aku cuma gak suka liat kamu di rendahin kayak tadi. "

Entah kenapa ungkapan Ali ini membuat sudut hati Prilly terluka. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa dia merasakan sakit? Bukankah dia tak memiliki perasaan apapun pada Ali? Lalu kenapa rasanya seperti ini?

"Eh, em gak apa bang. Udah biasa. " Jawab Prilly dengan senyumnya.

Ali membaringkan Habib dikasur dan berbalik menatap Prilly yang hanya menundukan wajahnya.

Apa Prilly keberatan dengan apa yang aku bilang ke wanita itu tadi? Pikir Ali.

"Apa aku salah ngomong? " Tanya Ali hati-hati.

"Ah gak bang. " Prilly memberikan senyumnya yang terlihat paksa. "Kamar aku yang mana? "

Ali menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia sebenarnya sengaja memesan satu kamar karna ingin lebih dekat dengan Prilly dan Habib. Awalnya dia kira kamar ini memiliki dua kasur ternyata hanya satu tetapi ada sofa yang cukup besar di sini.

 Awalnya dia kira kamar ini memiliki dua kasur ternyata hanya satu tetapi ada sofa yang cukup besar di sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu tidur di kasur aja sama Habib, biar aku tidur di sofa. " Ujar Ali sambil menunjuk sofa di depannya.

"Eh jangan, biar aku aja yang di sofa. Bang Ali sama Habib di kasur. "

"Gak perlu, kamu temenin Habib aja. " Ujar Ali tegas.

Prilly melongo mendengar Ali berkata tegas seperti itu. Digo tidak pernah berkata tegas atau keras padanya. Digo selalu bersikap dan berkata lembut. Wajah murung Prilly membuat Ali bingung, pasalnya dia tidak merasa jika perkataannya menyakiti Prilly.

"Kamu kenapa murung? "

"Aku inget kak Digo. " Ujar Prilly lirih.

Ali tampak mengeraskan rahangnya. Apa dia berhak merasakan cemburu pada mendiang Digo? Cinta untuk Prilly masih tertata rapih di tempatnya. Sampai saat ini hanya Prilly yang dia harapkan untuk jadi masa depannya. Air mata yang menetes dari mata Prilly membuat Ali menarik Prilly ke pelukannya. Prilly memeluk Ali kencang, menyalurkan semua rasa sesak di dadanya selama ini.
"Kak Digo udah bahagia di sana, Prill. Jika kamu terus menangisi kak Digo itu tandanya kamu belum ikhlas dengan kepergiannya. Seharusnya kamu senang de...... "

Prilly melepas paksa pelukan Ali. Apa maksud Ali bilang Prilly harus senang? Istri mana yang bahagia saat suami yang di cintainya meninggalkan dia untuk selama-lamanya?

"Apa maksud bang Ali dengan 'aku harus senang'? Apa bang Ali pikir aku bahagia hidup tanpa kak Digo? Apa bang Ali pikir aku bahagia membesarkan Habib tanpa adanya sosok kak Digo? " Teriak Prilly marah. Sementara Ali hanya terpaku dengan teriakan Prilly.

Aku kan belum selesai ngomong. Gerutu Ali dalam hati.

"Sakit rasanya ketika liat Habib merhatiin anak seusianya yang pergi dengan ayahnya. Aku sesak nafas setiap Habib bertanya di mana papanya. Aku..."

Kamu (COMPLETED) (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang