Hampir semalaman Ira tidak bisa tidur. Gadis terus memikirkan Gusti yang benar-benar marah padanya. Meskipun terkesan jutek, sebenarnya Ira bukan tipe yang merasa nyaman jika ada seseorang yang sedang marah padanya, apa lagi kalau hal itu sepenuhnya kesalahnya. Lain cerita jika Shazam yang marah, Ira bisa menghancurkan kamar kembarannya itu sampai ia membuatnya kesal.
Ira sangat menyesal sudah membentak Gusti kemarin. Padahal cowok bersenyum manis itu mengkhawatirkannya pada saat itu, tapi ia justru memarahinya tanpa mendengarkan apa-apa darinya.
Hari ini sekolah sangat ramai. Ira yang baru datang teringat kalau hari ini SMAnya akan kedatangan Polisi dari Bandung untuk acara sosialisasi 'Keremajaan'. Ira menoleh ke arah parkiran dan melihat ada dua mobil polisi terparkir di di sana. Saat ia hendak bergegas menuju kelas, Bu Neneng wali kelas XI.IPA-B berteriak memanggilnya.
"Iraa!! cepat taro tasnya di kelas, sebentar lagi acara Sosialisasi Keremajaannya mau di mulai, nanti langsung ke lapangan ya?"
"Iya bu!!" jawab Ira
Gadis itu bergegas menuju kelas setelah mendengar ucapan Bu Neneng. Saat hendak melewati kelas Gusti langkah kaki Ira terhenti ketika secara tidak sengaja ia melihat Gusti sedang joget-joget di atas mejanya. Mahesa, Aldo, dan Ivan menyetelkan lagu dangdut untuknya sampai akhirnya ia berdiri di atas meja.
Hingga akhirnya Pak Bowo selaku guru BK sekaligus kesiswaan masuk ke kelasnya dan membubarkan kerumunan heboh itu.
Ira sedikit tertawa ketika melihat Gusti seperti itu. Pikirnya cowok itu memang bodoh dan sangat aneh. Di tengah-tengah tersenyum karena melihat Gusti seperti itu, Ira tidak sadar kalau saat ini ia dan Gusti sedang marahan.
Sadar akan hal itu, Ira kembali melangkahkan kakinya menuju kelas.
Setelah meletakkan tas. Ira, Dea, Sisy, dan Cilla langsung bergegas menuju Lapangan Upacara. Di sana sudah sangat ramai.
Dika sedang sibuk mengatur barisan kelas XI.IPA-B dan Ira juga melihat Gusti sedang sibuk mengatur barisan kelasnya sendiri. Gadis berambut poni itu bergegas masuk kedalam barisannya, namun tiba-tiba saja Dea mendorong Ira sampai akhirnya Ira berdiri di barisan yang paling depan.
"Ihh Dea!" seru Ira memegang bahunya.
"Udah, maneh di depan, Ra!" ucap Dea, sementara Sisy dan Cilla yang di belakang Dea menahan tawa
"Ihh gak mau!"
"Udah!" Dea memutar bahu Ira yang hendak pindah ke belakang.
Ira mendengus, ia yang di paksa akhirnya memilih untuk pasrah. Saat ia hendak menolehkan kepalanya, Ira tidak sadar kalau Gusti ada di depan juga.
Gusti masih tidak menoleh ke arah Ira atapun menyapanya.
"Siaaaaaaaap... Grak!!" seru Dika merapihkan barisan kelas Ira.
"Siaaaaaaaap... Gak??!" seru Gusti.
"Engaaaak!" jawab barisannya.
Seketika lapangan di penuhi tawa dari berbagai arah karena ucapan Gusti. Bukannya merapihkan ia malah membuat barisan semakin kacau. Beberapa guru di depan lapangan termasuk dua polisi tampan itu ikut terkekeh. Seketika ia menjadi pusat perhatian seisi lapangan sekolah.
"Belo'on banget si Gusti, Astaghfirullah!" ucap Dea terbahak.
Setidakya Ira merasa Gusti masih saja seperti itu, walaupun ia sedang ada masalah. Gusti sama sekali tidak menunjukan jika dia sedang ada masalah. Terbuat dari apa sebenarnya hatinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUSTIRA
Teen Fiction{{WARNING! ada beberapa dialog bahasa Sunda dan keterangannya}}Dia Gusti. Cowok dengan senyuman manis yang suka baris di barisan kelas lain, suka memakai kaus kaki belang ketika main futsal, dan ngumpet di kolong meja kalau geng 'cabe' mencarinya. B...