Bab 19: Kejujuran yang Terkorbankan

185 16 10
                                    

Hai semuanya, maaf lama up nya. Soalnya aku lagi ngurus grup kepenulisan. BTW, siapa yang mau ikut.


Kami menghadirkan Melocactus, Jatnika, dan NDestantri.

Yang lain masih coming soon. Ikut ya.., dijamin bakal jadi seru.

***


Semejak kejadian di rumah sakit, Tristan selalu menjaga jaraknya dari Tessa. Setiap kali ia melihat Tessa, ia pasti akan menghindarinya. Tristan kini sudah kembali ke tempat asalnya, ia hanya dapat menatap dan melindungi Tessa dari jauh.

Tessa tampak lebih bahagia dari sebelumnya, dan itu membuat Tristan menahan rasa sakit di dada yang begitu menyiksa saat mengetahui bahwa Bani akan segera melamar Tessa.

"Bro!" tepuk Marvel.

Tristan menoleh ke Marvel sekilas dan kembali menatap Tessa yang sedang keasikan berbicara dengan Amira. Marvel pun mengikuti arah pandangan Tristan, lalu berdecak kesal. Sahabatnya yang satu ini memang sulit move on.

"Lu kapan bisa move on dari dia?" tanya Marvel.

"Sampai kapan pun, Vel. Gue gak bakal move on dari dia," jawab Tristan tanpa menatap Marvel.

"Woi! Lu bangun deh, Trist! Bani bakal ngelamar Tessa. Lu udah kalah!" seru Marvel tidak tahan.

"Dia belom nerima, Vel. Gue masih punya kesempatan," ujar Tristan sembari menatap Marvel.

Marvel menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas kasar. Ia lalu menatap Tessa dan menatap Tristan berganti-gantian sebelum menyilangkan tangannya di depan dadanya kesal.

"Lu kayaknya perlu ke dokter deh, Trist. Gue mulai khawatir sama lu belakangan ini."

Marvel menggeleng kepalanya samar lalu pergi meninggalkan Tristan yang masih berada di tempatnya. Entah sudah berapa lama Tristan berdiri di sana, Tristan terus menatap Tessa dengan sedu, ia merasa sangat sakit lebih dari apapun.

Namun, selama Tessa bahagia, ia akan menahan segala kesakitan yang akan datang dari berbagai arah. Mau itu batin atau fisik, ia siap menerimanya.

Entah apa yang telah terjadi padanya belakangan ini, ia semakin lama semakin tambah gila. Ia sepertinya terlalu terobsesi pada Tessa atau tidak ia ingin Tessa kembali ke sisinya. Entahlah, apapun itu ia harus menghentikan segalanya sekarang juga.

Tristan menghela nafas panjang lalu sembari menggeleng kepalanya sebelum memutar balikkan tubuhnya dan pergi meninggalkan tempatnya yang sedari tadi ia pakai untuk menatap Tessa. Keputusannya kini telah bulat. Ia akan melanjutkan hidupnya, walaupun Tessa tidak ada di dalam sana.

"Kamu yakin, Sayang?" tanya seorang gadis dari atas tangga.

Tristan menghentikan langkahnya dan menatap ke atas tangga yang begitu kosong.

"Iya, Sayang. Aku yakin. Lagian, Tessa orangnya polos dia gak tau apa-apa," ucap suara bariton yang ia kenal.

Tristan terus mendaki anak tangga itu hingga ia dapat melihat pemilik kedua suara itu yang sedang membicarakan Tessa. Dan ternyata, itu adalah suara milik Laura dan Bani. Tristan terus mendengarkan perbincangan mereka, hingga ia tidak lupa untuk merekam mereka berdua.

"Tapi, kalau sampe ketahuan gimana?" tanya Laura khawatir.

"Tenang, Sayangku. Tessa gak balak tau apa pun tentang kita. Ia mudah di tipu," ujar Bani sambil tersenyum dan membingkai wajah Laura.

Pemuda Misterius [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang