part 1

127 13 18
                                    

Gemma Riefani, gadis pemuja boy group atau aktor Korea Selatan ini terpaku di tempatnya.

Setelah sekian lama jantungnya berdetak hanya untuk idola-idolanya saja.

Berdetak dengan konyolnya pada layar laptop atau televisi, yang menayangkan mereka, senang dengan adanya mereka di depan mata.

Kini, berdetak dengan kencangnya pada laki-laki bernomor punggung 9, dengan tulisan DJN yang tertera itu.

Melihat lelaki tersebut yang sedang bermain bola dengan santainya seraya tertawa dengan teman satu timnya, seperti tak terlihat sedang bertanding liga pusel.

Menyiksa temannya yang gagal menghadang bola, secara keroyokan pula, bila kegolan. Walau itu hanya becandaan, tapi tetap saja Gemma merasa kasian dengan temannya itu.

Lalu … dia memutari lapangan seraya melambaikan tangannya dengan bangga bila ia berhasil mencetak gol.

Mereka tampak seperti bermain biasa, tanpa berpikir kalau ini adalah kompetisi. Seperti tak ada beban di mata mereka, hanya terlihat kebahagiaan di sana.

Sangat berkebalikan dengan lawannya, yang tampak kesal, seperti diremehkan oleh kelompok Dylan mungkin?

Walau memang tak terlalu terkenal, tapi dia cukup terkenal di eskul futsal, atau di kalangan kelas IPS, dan Gemma mengetahuinya.

Dia, lelaki bernomor punggung sembilan, Dylan Januar Nata.

Entah kenapa, Gemma benar-benar baru merasakan jantungnya berdetak sekarang. Apa karena baru benar-benar memperhatikan sekarang? Tapi kenapa?

Apa karena dia tampan? Ya … memang benar Dylan tampan, tapi di sekolah ini juga banyak murid-murid lain yang tampan.

Menggemaskan? Memang itu sebuah alasan?

Ada sesuatu di dalam dirinya yang membuat mata Gemma tak bisa lepas dari dirinya.

Senggolan Queena lah yang membuat Gemma tersadar dari lamunannya. Menatap Queena kesal, mengganggu kesenangan! "Ngeliatin siapa lu? Serius banget jir."

"Gue kira apaan, tapi peratiin deh yang nomor sembilan, Na, Vi." Gemma menunjuknya yang ternyata sedang tertawa seraya memegangkan perutnya, dan entah kenapa membuat Gemma ikut tersenyum tanpa bisa dicegah.

Via yang melihat sikap Gemma yang mencurigakan, memandang Gemma dengan pandangan curiga. "Gemes gak, Vi?" Gemma kembali memperhatikan Dylang seraya menopang dagu. Kelas di lantai dua memang sangat berfaedah.

"Jangan bilang lo suka?"

Hening.

"Keknya gue suka deh, sama dia." Pengakuan singkat Gemma tadi langsung mengundang kata 'demi apa?' keluar dari mulut keduanya secara bersamaan.

Menghela nafasnya, Gemma menarik satu tangan mereka dan menempelkannya ke dadanya. Bermaksud memberitahukan bagaimana gemuruh jantungnya.

Baik Via dan Queena membelalakan matanya begitu merasakan detak jantung Gemma. "Sumpah ya Gems, baru kali ini gue nemu orang kek lu. Ini baru pertama kalinya lu liat dia langsung deg-degan kek gini?" Queena menggelengkan kepalanya. Sedangkan Via bertepuk tangan dengan serigaiannya yang menjengkelkan.

Hanya mengendikan bahu yang bisa Gemma lakukan. Siapa yang bisa mengatur harus kapan kita jatuh cinta? Atau dengan siapa kita jatuh cinta?

Semua terjadi begitu saja, tanpa ada alasan yang pas untuk mencintainya.

"Sebenarnya gak pertama kalinya banget gue tau dia, cuma baru kali ini gue bener-bener meratiin dia." Ya, itu adalah faktanya. Dan hal apa yang bisa buat Gemma jatuh cinta. Ia masih belum mengetahuinya.

Maka dari itu, sebisa mungkin Gemma memantapkan dirinya, bahwa ini mungkin adalah awal masa SMAnya.

Awal dari perasaan yang sesungguhnya.

Awal dari sebuah kisah dengan akhir yang harus kita tentukan, akhir yang harus kita perjuangkan.

-TBC-

***

Sebelumnya sediain plastik muntah dulu ya. Saran doang ini. 

Saranghae, Dylan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang