part 2

73 10 0
                                    

Pagi ini, kesialan beruntun menimpa Gemma, entah apa yang dimimpikannya semalam.

Pertama, ia terlambat bangun.

Kedua, ia lupa mengisi bensin.

Ketiga, tak ada yang bisa mengantarkannya. Kakaknya yang kebetulan kuliah pagi, dan adiknya yang juga sekolah tapi tidak searah dengannya, sehingga membuat Gemma menggunakan jasa aplikasi online untuk mengantarnya.

Ia kira kesialannya sudah berakhir, tapi ternyatanya tidak.

Motor yang ditumpanginya tersebut jatuh saat berada di tikungan sekolahnya, menyebabkan sikutnya terluka hingga sedikit mengeluarkan darah.

Cukup sudah kesialan ini terjadi, ingin rasanya Gemma mengeluarkan air matanya saat itu juga.

Walau mas-mas yang ditumpangi Gemma sudah meminta maaf, bahkan merelakan Gemma tidak membayarnya. Tapi tetap saja, seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya.

Gemma hanya berlalu, berjalan terseret-seret, menahan rasa sakit yang berkedut. Ia ingin menangis, tapi air matanya seperti tak mau keluar, membuatnya semakin bertambah kesal.

Sampai di depan gerbang, Gemma menghela napas lega karena belum tertutup sepenuhnya. Tetapi setelah melihat pintu utama yang ternyata ada beberapa orang murid di sana, Gemma langsung jatuh terduduk, memeluk lututnya lalu menenggelamkan kepalanya di sana. Menangisi dirinya sendiri- walau air matanya tetap tidak mau keluar.

Ia tak suka terlambat, ditambah lagi … ini ketiga kalinya ia terlambat, yang artinya ia harus membersihkan toilet!

Yang bahkan, kamar mandi di rumahnya pun ia tak pernah membersihkan, selalu orang lain, dan sekarang ia harus membersihkan toilet sekolah.

Tepukan di bahunya, membuat Gemma mendongakan kepalanya, dan langsung membuatnya membeku seketika. "Lo yang tadi jatoh kan?"

Gemma langsung merasakan darahnya mengalir, dan mukanya memanas ketika bertatap mata, bahkan berbicara langsung dengan Dylan.

Iya, Dylan. Lelaki dengan nomor punggung sembilan itu. Lelaki yang membuat jantungnya berdebar. "Iya, Kak."

"Ini ketiga kalinya gue telat."

"Gue juga."

"Nah, bagus kalo gitu. Gue punya rencana, lo ikutin gue aja ya. Maaf nih sebelumnya." Secara tiba-tiba Dylan membangunkan Gemma dan berjalan perlahan.

Gemma tak mengerti harus berbuat apa lagi, bahkan ia tak bisa memikirkan apapun dalam rangkulan Dylan.

Dari jarak yang sedekat ini, dengan jelas Gemma bisa mencium aroma Dylan. Tidak seperti lelaki kebanyakan yang berbau maskulin, aroma Dylan cendrung lebih ke lembut dan manis, dan Gemma menyukainya.

Hilang sudah rasa sakitnya, sesuatu yang mengganjal tengkorokannya, serta rasa kesalnya, hilang tak tersisa.

Gemma seperti ingin meledak sekarang juga, saking bahagianya.

"Kalian ngapain berduaan di situ? Rangkul-rangkulan lagi. Sini kalian."

Gemma dan Dylan berjalan perlahan menghampiri bu Sophie, guru yang terkenal tegas tapi juga asik.

"Kenapa kalian telat?"

"Ini Bu," Dylan menghentikan omongannya sekedar melihat name-tag Gemma, lalu kembali menatap bu Sophie. "Kita bisa telat gara-gara saya lupa isi bensin, terus kita ngedorong motor berdua, nah si Gemma marah sama saya, dia ngambek jalan duluan tuh. Pas dia mau nyebrang dia ke serempet motor terus jatoh deh, Bu." Dylan menunjukan luka di tangan Gemma, dan roknya.

Saranghae, Dylan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang