My First Love Is Pain

2 0 0
                                    

Malam ini suhu terasa sangat panas bagi Choli. Dari tadi, dia hanya membolak-balikkan badannya. Choli tidak bisa tidur.

"Agghhhh... aku nggak bisa tidur! Lagian itu nggak mungkin! Ngapain dia anterin aku pulang? Rumah dia sama rumah aku tu beda jurusan. Cuma karena baju yang dia pake hari itu sama, bukan berarti orangnya juga sama. Tapi, gimana kalo itu bener dia? Ihhhh... apaan, sih? Harusnya sekarang aku lagi dalam proses ngelupain dia! Kenapa aku malah mikirin dia terus?"

Choli mencoba mengatur nafasnya.

"Dan, gimana caranya aku cerita sama Aili besok?"

***

"Jadi, dia nggak pake seragam?"

"Iya, kata Mama aku gitu."

Choli hanya bisa mengatakan itu sekarang. Padahal, sebenarnya Choli sangat ingin menceritakan seluruh ceritanya pada Aili. Tidak! Choli belum siap untuk itu semua. Ia harus bisa menjaga rahasia itu rapat-rapat.

"Berarti, bakal susah cari identitas dia."

"Udahlah, ngapain kita cari tau orang itu, Li. Lagian, aku juga nggak punya utang sama dia."

"Nggak punya utang gimana? Kamu punya, Chol."

"Utang apaan?"

"Utang B-U-D-I." Jawab Aili dengan ejaan di kata terakhir.

"Iyasih, kamu bener juga. Tapi, nggak ada satupun cara buat nemuin dia, Li."

"Kata siapa nggak ada?"

"Kita 'kan udah tau, Li. Sama sekali nggak ada jejak dari si GAC itu."

"Wait? GAC? Kayak pernah denger..."

"Aishh... gue lupa cerita. Jadi, dia namain diri dia itu GAC."

Aili terbahak, "Kok bisa gitu?"

"Ya nggak tau juga. Dia aneh sekaligus misterius."

"GAC itu apa ya?"

"Guardian Angelnya Choli."

"Apa? Bwahahahaha. Tuh orang kayaknya... wait!" Aili tiba-tiba memasang tampang serius. "Guardian Angel? Malaikat pelindung? Seriusan, Chol?"

"Entahlah."

"Berarti, kita nggak perlu susah-susah cari dia, Chol."

"Kamu gimana sih, Li? Tadi kamu yang semangat cari."

"Bukan gitu. Kita nggak usah cari dia. Karna, dia itu Guardian Angelnya Choli. Otomatis, dia akan selalu berusaha melindungi Choli. Dan untuk melindungi kamu, dia harus ada di sekitar kamu. BINGGO!!!"

Choli membulatkan matanya. "Kamu hebat banget, Li!!! Kok kamu bisa mikir sejauh itu?"

"Ya iyalah..... Aili Randa....."

"Tunggu, jadi, orang itu bakal ada di sekitar aku? HAH?" Choli menutup mulutnya tak percaya.

"Apa mungkin, cowok itu bener-bener Lexi?"

***

Choli berjalan di koridor sendirian. Rasanya percuma duduk mendengarkan guru yang sedang menjelaskan sementara pikirannya tidak ada di tempat. Choli merasa, akhir-akhir ini konsentrasinya terganggu oleh beberapa masalah yang selalu berhubungan dengan Lexi.

"Gimana aku bisa lupain dia kalo semuanya maksa aku buat mikirin dia? Aku mohon... please biarin aku lupain dia."

Sedikit lagi, Choli sampai di toilet. Alasannya agar bisa keluar kelas.

"Kalo emang dia si GAC, aku nggak ada liat dia tuh. Oh, iya! Ini kan lagi jam masuk. Tapi, itu kan belum pasti." Muka Choli kembali muram dan dia memutuskan untuk masuk ke dalam toilet.

Saat di dalam toilet, Choli hanya mengembuskan nafasnya berkali-kali. "Aku nggak tau mau ngapain disini."

Akhirnya, Choli hanya mencuci tangannya.

"Lex, gimana rasanya habis putus sama dia?"

"What?" Jerit Choli dalam kesunyian.

"Yah, biasa aja. Nggak ada yang perlu di bahas lagi. Udah ketahuan 'kan sekarang kalo dia udah hianatin gue. Mau di apain? Depak aja dari kehidupan."

Choli menutup mulutnya dan melihat ke sekitar. Ini bukan toilet yang biasa ia gunakan. Apa ini toilet laki-laki?

"Astaga! Ngapain aku masuk kesini?" Choli memukul kepalanya sendiri dan menyesal atas ketidakfokusannya.

"Gila, bro. Orang kayak lo tu cari cewek udah kayak menghirup oksigen aja. Selalu dapet. Gue mah apa atuh."

"Ahhh... lo bisa aja, gan. Btw, siapa yang ada di dalem situ?"

"Mati aku!" Umpat Choli. Bagaimana kalau sampai ketahuan dia ada disana? Pasti akan sangat memalukan.

"Woy!!! Sembelit ya???" Teriak Gano.

"Aduh, aku harus gimana?" Bisik Choli pada dirinya sendiri. "Aku punya ide!!!"

"Nggak usah bacot lo! Gue beri tai gue nanti kalo udah keluar." Kata Choli dengan suara yang sengaja di buatnya mirip laki-laki.

"Slow aja bro." Balas Gano.

"Udahlah, orang sembelit bawaannya emosi. Udah yok. Kita ke kelas." Ajak Lexi.

"Okelah. Fighting!!!" Teriak Gano lagi.

Di dalam sana, Choli menghembus nafasnya lega. "Syukurlah aku selamat. Ahhh... terpaksa aku ngomong kayak gitu. Hiks. Kalo nggak, aku ketahuan. Intinya, aku nggak boleh gini lagi!!!"

Perlahan, Choli keluar dari sana dan menuju ke kelas kembali. Dia berusaha mengingat apa yang tadi ia dengar.

Lexi baru putus dari kekasihnya. Dan dengan arti lain, kejadian selama ini yang Choli kira sebagai balasan atas perasaannya, hanya sebatas kebaikannya saja? Choli rasanya lemas.

"Sudah aku duga, itu semua cuma tentang aku dan bukan tentang kita. Perasaan yang aku anggap ada dan takut aku sakiti, cuma fantasi aku. Cuma angan-angan aku. Harapan hanyalah harapan. Mimpi hanyalah mimpi. Harapan dan mimpi yang terwujud hanya satu banding seribu. Dan... dan aku nggak termasuk disana..."

Setetes air mata turun dari mata Choli dan disusul oleh air mata lainnya. Hati Choli perih saat tau kenyataannya. Kenyataan itu pahit. Kenyataan adalah sesuatu yang akan selalu di benci orang saat tidak sesuai dengan ekspektasinya.

"Keputusan aku buat lupain kamu itu, udah bener, kan? Sekarang, bagi aku, mencintai adalah merajut luka. Cinta pertamaku... adalah luka."

Mistake Or FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang