Eza memarkirkan mobil Rasta di depan rumah. "Home sweet home," katanya, lalu mematikan mesin. "Rey, Sita di dalem kan?" Tanyanya begitu turun dari mobil.
"Iya, tapi udah tidur palingan," jawab Reysia sambil membantu Eza menurunkan bagasi. Sementara Rasta masih ngorok di bangku belakang. "MAS RASTA BANGUN UDAH MAU IMSAK!!!" Reysia menggoyang- goyang tubuh abangnya.
"Duh, kalian berdua tuh berisik banget tau nggak dari tadi. Gangguin orang tidur aja," keluh Rasta. Lalu dia keluar dari mobil dan ikut mengeluarkan kopernya.
"Lo tidur gila sepanjang jalan," Eza menyikut pinggang Rasta.
"Gue yang tidur aja ngerasa berisik, gimana kalo gue bangun?" jawab Rasta dan berjalan masuk sambil menarik kopernya. "Assalamualaikuuum, the prodigy son is baaaack!" Sahut Rasta begitu masuk ke dalam rumah.
"Sssst.... Sita lagi bobo!" Arvin berbisik sambil menunjuk ke atas, mengodekan Sita sedang tidur di lantai 2.
"Emang Rasta nggak denger dari luar kalian berdua teriak- teriak lagi nonton bola?" Protes Rasta. "Yah..." Rasta menyalami ayah yang sedang duduk dengan Arvin sambil nonton pertandingan Premier League di ruang keluarga.
"Gimana Mas tadi perjalanannya?" Tanya Ayah, menepuk pundak anak sulungnya.
"Capek deh, Yah. Mana sempet delay..." Keluh Rasta dan ikut duduk di sofa, di sebelah Ayah.
"Capek, Za?" Tanya Ayah saat Eza menghampirinya untuk salam.
"Lumayan, Yah. Nggak bisa tidur sepanjang jalan," jawab Eza yang sekarang malah ikut- ikutan nyempil di sofa di antara Ayah dan Arvin. Padahal sofa itu cuma muat untuk 3 orang.
"Duh, berasa di angkot ye," komen Arvin, tapi tetap tidak mau beranjak dari sofa yang sekarang sudah sesak dipenuhi empat laki- laki dewasa. "Asal nggak jebol aja sih nih sofa."
Aku hanya memutar kedua bola mataku melihat kelakuan 4 orang itu, lalu duduk di bangku kecil di sebelah sofa.
"Apa lawan apa sih nih?" Rasta menyipitkan matanya berusaha membaca nama tim yang tertera di pojok kiri atas televisi. Tetapi minus matanya terlalu besar dan kacamatanya ada di ransel, akhirnya dia menyerah.
"Arsenal Liverpool," jawab Ayah dan Arvin berbarengan. Lalu selama 20 menit berikutnya mereka sibuk membicarakan tim mana yang lebih jago, klasemen bpl sementara, serta pemain- pemain mana saja yang berhasil dibeli oleh kedua tim itu dengan harga yang super fantastis.
Saat pertandingan mencapai menit ke-45 dan memasuki sesi istirahat babak pertama, Eza bangkit dan menepuk pundak Arvin. "Vin, si Sita tidur di mana?" Tanyanya.
"Tadi sih kayaknya di kamar Reysia deh," jawab Arvin.
"Udah Za, biarin aja tidur sini. Kamu juga ikutan tidur sini dulu aja malem ini," kata Ayah.
"Jangan deh, Yah. Nggak baik rumah lama- lama ditinggalain. Ntar diisi yang lain lagi," jawab Eza. Lalu ia menengok ke arah Reysia. "Eza ke kamar kamu ya, Rey," tanyanya meminta izin.
"Iya..." jawab Reysia. "Tapi jangan ngerecokin macem- macem! Awas loh!" Ancamnya. Dari dulu Eza, Rasta, dan Arvin memang isengnya nggak ada obat. Pernah mereka ngebongkar semua alat make-up Reysia di kamar buat dijadiin hukuman turnamen gaple anak- anak komplek. Terus pernah juga mereka ngebongkar lemari Reysia cuma karena iseng mau nyobain baju- baju cewek, sampai akhirnya pada melar itu baju- baju. Pokoknya rusuh lah kalau mereka bertiga udah digabungin!
"Hehehehehehehe," Eza Cuma cekikikan, lalu langsung beranjak untuk pergi ke atas. Eza masuk ke kamar Reysia dan mendapati adik bungsunya sudah tertidur pulas di kasur cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
For Whatever It's Worth
Chick-LitBuat Reysia, Eza hanyalah orang yang pindah ke sebrang rumahnya 18 tahun yang lalu, yang mengajarinya menerbangkan layangan untuk pertama kali, yang bolak- balik datang ke rumah untuk bermain futsal dengan abang- abangnya, yang sampai sekarang masih...