Playing on : Taylor Swift - Everything has change
Sama sekali tidak pernah kupikirkan rasa bahagia, karena malah aku lupa caranya bahagia.
☆☆☆
"Shafa.."
Jendela kamar terbuka menampakan wajah seseorang. "Mega?"
"Ayo!"
"Ke mana?"
"Kamu lupa sekarang hari Minggu?"
Spontan tangan Shafa mendarat di kening. Hampir saja ia melupakan kebiasaannya bersama Mega. "Mau jogging ke mana?"
"Ke mana pun asal bareng kamu."
Tidak tahu bahwa kalimat Mega barusan berdampak besar untuk kesehatan Shafa. Padahal matahari baru sebagian memancarkan sinar, tapi kali ini panasnya begitu terasa menjalar hingga ke ujung-ujung tangan. Dan semua sama sekali tak pernah berubah ketika dirinya berdekatan dengan Mega, selalu gugup dan jantungan.
Bahkan kita seringkali hanyut memimpikan taman bunga mawar surgawi di atas cakrawala sana, bukannya menikmati keindahan bunga mawar yang sedang berkembang di luar jendela kamar pada pagi hari ini. Sifat manusia sama, sama-sama menginginkan keindahan semu. Padahal sudah jelas di depan mata ada yang jauh lebih indah dan terlihat sempurna dengan kesederhanaannya.
Pikiran Shafa terus berlabuh pada setiap kejadian Minggu pagi, di mana ada tawa bahagia di setiap detiknya. Sedangkan.. Minggu pagi ini dirinya sendiri. Semua telah berubah seiring umur yang bertambah.
"Happy birthday Shafa Mahdiya Dinata.."
Seketika lamunan melenyap sejalan dengan nyanyian dan ucapan ulang tahun yang menggema di dalam kamar. Ditambah suara dentuman dari benda tabung yang menghamburkan kertas warna-warni juga balon yang sengaja diledak-ledakan semakin memeriahkan suasana.
Tidak ada pesta atau perayaan semacamnya, hanya ada keluarga dan Anna yang cerewetnya tiada dua. Sekarang Shafa tidak sendiri lagi, masih banyak orang yang peduli dan tentu menyayangi dirinya setulus hati.
"Ciee Shafa, ciee.. sudah legal."
Shafa menggubris sekaligus berterima kasih kepada semua orang di sana. Senyum pun tak kuasa ditahan sampai setetes air membasahi pipi, namun yang jadi tujuan utama sejak tadi adalah kehadiran Hendra. Selama pindah ke Jakarta, keluarganya jarang berkumpul lengkap karena Hendra sibuk bekerja. Pulang pun hanya hari-hari penting dan libur panjang saja.
"Kenapa ayah pulang gak bilang?" rengutnya kesal.
"Kalo bilang dulu bukan kejutan dong namanya. Ya, kan?"
Shafa tak kuasa lagi membendung rasa rindu. Dirinya langsung berhambur ke dalam pelukan Hendra yang kemudian dihadiahi kecupan di seluruh wajah. "Shafa sayang Ayah."
"Sama Bunda enggak?"
Shafa menggeleng ketus, tapi sedetik kemudian ia langsung memeluk Ratna. "Enggak ke lewat. Shafa menyayangi kalian semua."
Ratna tersenyum tipis, mengelus rambut hitam legam anaknya. "We're love you more than anything."
Ah, senangnya bisa berkumpul seperti ini lagi. Rasanya sudah lama sekali Shafa tidak menjejalkan tubuh pada pelukan hangat orang-orang tersayang. Apalagi pada orang yang duduk di kursi roda yang nyaris Shafa lupakan selama setahun ke belakang.
"Omaaaaa.. kenapa datang mendadak gini? Di sana enggak kangen Shafa gituh?" Shafa memeluk erat Nenek walau agak kesusahan karena keterbatasan.
Sejak Shafa masuk Senior High School dan pindah ke Ibukota, Nenek memilih tetap tinggal di kota kelahiran. Selain udara di sana lebih segar, Nenek tidak bisa dipisahkan dengan rumah yang sudah menetap turun temurun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAME
Teen Fiction... Sangat ingin aku menjauh ketika aku dan dia dipertemukan dalam ketidaksengajaan. Terasa ngilu, namun mataku terus saja mengarah padanya. Pada dia, si pemilik wajah serupa dengan masa laluku. "Aku hanya sekedar pengagummu, dan itu .. tak akan ber...