“Liat nih!”
Sekali lagi gue teriak keras-keras diantara kerumunan merpati yang bertengger di kabel tiang listrik. Seketika semua dari mereka terbang tak terarah.
Gue tertawa lepas. Dilantai paling atas gedung sekolah, dimana nggak ada seorang pun pergi ke sana. Sejak gue dan kedua temen gue nemuin ini, tempat ini udah jadi markas buat kita.
“Gila lo, Di. Sukanya jahilin burung aja, untung tuh burung nggak ada yang punya.”
“Bodoh amat, nggak bisa ngelarang gue disini,” seru gue sambil nyentil kuping Dhani. Sejenak gue pandangi merpati yang terbang sebelum sesuatu membuat gue tersenyum lebar “Eh, liat liat!”
“Apaan?”
“Itu disana,” sambil menunjuk ke langit timur.
Setelah Dhani menemukan obyek yang gue maksud, “asik, so sweet banget mereka berdua”
Saat itu gue cuma mandangin kedua merpati yang terbang bersampingan ke arah timur itu. “By the way, tuh burung cewek sama cowok atau cewek sama cewek ya?”
“Mana gue tahu, yang penting mereka udah nggak jomblo kayak lo,” kata Dhani sambil nyenggol pundak gue.
“Ye, mulai lagi deh lo”
Dhani terkikik, “sampai kapan lo mau jomblo, Di? Tuh si Doni idiot aja udah punya gebetan, dua malah.” Gue cuma diem sambil jalan balik ke kelas-bermaksud mengalihkan permbicaraan. Tapi Dhani ngikutin gue sambil nerusin, “udah deh, Di, seriusin aja tuh Ivan. Lo masa nggak peka banget, dia udah ngode lo berapa kali, hah? Sejak kelas delapan lagi dia suka sama lo.”
“Gue peka kok, tapi..”
Dhani memutus, “tapi lo takut disakitin lagi sama cowok?” dia mendecak pelan dan masih ngekorin gue. “Udah, lo kan bilang sendiri ke gue lo udah lupain semua kenangan tentang dia.”
“Ya tapi cinta itu nggak bisa segampang apa yang lo kata,” kata gue sambil nyepetin langkah gue.
“Tuh kan lo sotoy lagi deh soal cinta”
“Ih, emang bener kali, cinta itu nggak bisa dipaksain,” tiba-tiba gue semangat nerocos soal cinta. “Asal lo tau ya, Dhan, cinta itu butuh waktu, butuh perngertian dan butuh pdkt antar keduanya. Gue menodongkan jari sambil belok ke lorong kelas, “itu dia yang namanya cinta.” Namun ketika kalimat terakhir itu terlontar dari mulut ini, bocah itu muncul dari lorong dan hampir nabrak gue.
“Eh,” gue cuma berhenti dan mundur dikit dengan muka innocent ngeliatin dia.
“Kak Dion” Dia nyapa pake senyumnya yang sama di waktu pertama kali gue liat waktu kita kenalan. Gue nggak bisa memungkiri kalau senyum nih bocah manis banget.
Dan gue cuma senyum kecil sambil ngeliatin dia pergi.
Dhani bolak-balik melototin gue dan bocah itu. Tiba-tiba dia senyum-senyum ngliat gue yang masih ngelamun di tempat. “Oh, jadi dia yang namanya cinta?”
Gue tersadar dari dunia lamunan gue, “maksud lo?”
“Lo tadi nunjuk dia kan?” goda Dhani sambil senyum-senyum nakal
“Ye elo! Itu cuma kebetulan aja kali, Dhan, pas gue ngomong gitu terus dia lewat deh.”
“Dion, di dunia ini nggak ada yang namanya kebetulan. Yang ada itu cinta bertemu karena jodoh,” seru dia sambil nyubit idung gue.
“Ih apaan sih lo, Dhan, nggak asik.” Gue pergi niggalin tuh anak. Gue nggak tau kenapa gue nggak bisa ngeyel lagi soal omongan Dhani tadi. Tapi sepanjang perjalanan gue balik ke kelas, gue terus mikirin kejadian barusan. Dalam hati kecil gue sebenernya gue malu banget. Dia pasti denger apa yang gue omongin tadi, ya semoga dia nggak mikir macem-macem.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Jangan lupa vote and comment ya:)
YOU ARE READING
Why Love
RomanceBayangkan ketika lo lagi sedih dan terpuruk dalam pekatnya masa lalu, kemudian datanglah seseorang yang tiba-tiba peduli banget sama lo. Dan hebatnya orang itu bisa bikin lo bahagia dan tersenyum kembali. Pasti lo bakalan sayang banget kan sama oran...