10 : Kesepian

563 59 13
                                    

"Sial!" Elang melempar kasar joystick yang dipegangnya ke lantai. Di depannya, layar TV 40 inch menampilkan tulisan 'KO'. Ia melirik jam dinding di salah satu sudut, sudah hampir 4 jam ia bermain playstation sedari pulang sekolah. Sekarang, perutnya keroncongan. Ia bangkit dan keluar kamar, kemudian menuruni tangga utama yang lebar. Sekilas, diliriknya kamar Ares di seberang yang masih tertutup, kemudian ia menuju ruang makan.

Dua orang pelayan rumahnya terlihat mondar-mandir membawa semangkok sayur yang sudah siap dihidangkan dan menyiapkan perlengkapan makan di meja panjang. Melihat Elang datang, mereka tampak panik karena persiapan makan malam belum sepenuhnya selesai, mereka mempercepat tugasnya. Di antara aneka menu yang sudah siap di atas meja, Elang melihat makanan kesukaannya, cumi asam manis. Elang tersenyum, cumi asam manis memang menggugah selera, apalagi jika baru saja dimasak seperti itu.

"Mas Elang sudah lapar? Sebentar lagi persiapan selesai, Mas." Suara seorang lelaki tua di samping kanan mengalihkan perhatiannya.

"Sudah, Pak Dirman. Suruh mereka berhenti mondar-mandir di meja makan. Saya mau makan."

"Masih ada sayur dan ikan di dapur, biarkan Atun dan Mega menyiapkannya dahulu, tunggu sebentar lagi, Mas."

Dirman adalah kepala pelayan di rumah Elang yang paling setia, bekerja di rumah Elang sudah hampir 30 tahun lamanya. Dimulai bekerja sebagai pelayan biasa sampai menjadi kepala pelayan yang bertanggung jawab untuk keperluan logistik keluarga Gunadarma. Lelaki berumur hampir kepala tujuh itu memiliki senyum yang ramah. 

Elang sudah menganggapnya sebagai ayah sendiri karena ketika ia masih kecil, Dirman dan istrinya selalu sabar menyuapinya makan, memasak untuknya, merawatnya ketika sakit dan mengajaknya bermain. Sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh ayah atau ibu kandungnya. Karena itu, Elang sangat menghormati Dirman dan istrinya.

Meskipun begitu, Dirman dan istrinya selalu menjaga jarak hubungan dengannya. Dirman selalu mengingatkan Elang bahwa Dirman hanya seorang pelayan. Terkadang, Elang merasa risih jika mendapat perlakuan Dirman seperti bawahan kepada majikan. Seperti saat ini, Dirman yang sedang diajaknya mengobrol berdiri dengan sopan di samping Elang sambil sedikit menunduk. Sudah berkali-kali Elang meminta untuk memperlakukannya seperti anak sendiri, sama di saat mereka memperlakukannya ketika Elang masih kecil. Tapi, tetap saja pada akhirnya seperti ini. Apalagi ia sudah bertambah besar, jarak mereka seakan semakin jauh.

"Halah, untuk apa banyak menu makan dan menyiapkan banyak piring? wong hanya ada saya dan kakak saya, Pak." Elang menarik kursi, duduk, dan mulai membalik piringnya. Dirman tersenyum simpul melihat Elang yang sudah mulai menyendok nasi dan cumi asam manis. Dirman menyuruh Atun dan Mega, kedua pelayan yang sedari tadi sibuk menyiapkan jamuan makan untuk pergi dengan gerakan kepala. Kedua gadis muda dua puluh tahunan itu mengangguk dan segera berlalu.

"Kak Ares ke mana, Pak?" tanya Elang.

"Mas Ares sudah pergi keluar sedari tadi, diantar Pak Amin."

"Hah? Diantar? Memangnya ke mana?"

"Pabrik di selatan, pabrik Muria Agung. Sepertinya sedang ada masalah, Pak Barata menyuruh Mas Ares untuk memeriksa ke sana."

Elang mendesah, entah kenapa tiba-tiba selera makannya berkurang meskipun ada cumi asam manis yang belum sempat dimakannya itu. Orang yang biasa menemaninya makan tidak hadir. Elang juga tidak bisa mengerti, kenapa Dirman selalu menyiapkan peralatan makan yang lengkap, seakan ada banyak orang dan menu makanan yang banyak, padahal ayah dan ibunya jarang pulang. "Pak Dirman, temani saya makan."

"Saya akan tetap di sini sampai Mas Elang menghabiskan makan malam."

"Bukan menemani seperti itu." Elang menarik kursi yang ada di samping kirinya, kursi yang selalu dipakai Ares, dan menepuk dudukannya. "Makan bareng saya maksudnya, Pak."

Jewel In The King's HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang