7. Rasa

42 11 10
                                    

Gue seneng banget lihat lo ketawa, apalagi itu semua karena dan bareng sama gue.

IG : ReniAristha
------------------------

"Sendiri?" tanya Rio yang tiba-tiba sudah berada didekat Rani.
"Kalau iya, kenapa?" tanya Rani jutek bercampur gugup karena didekati oleh seorang "Most Wanted" disekolah.
"Gue anter?" tawar Rio sembari menyunginggkan senyum.
"Enggak perlu."
"Yakin?"

Rani yang mendapati tawaran seperti itu justru merasa binggung, malas, dan malu. Ia ingin menolak, tapi ia juga ingat bagaimana rasanya menunggu angkot selama 1 jam lebih tanpa ada yang lewat satupun. Melelahkan!.

"Cewek tuh gitu ya, kebanyakan gengsi." Cibir Rio sembari turun dari motor dan melepaskan ikatan helm yang berada di jok belakang motor miliknya. Rani yang bersikap cuek namun sesekali meliriknya nampak gelisah dan tidak tenang.

"Nih, pakai." Ujar Rio sembari menyerahkan helmnya kepada Rani.
"Tapi, gue-
"Udah pakai aja." Ujar Rio yang terlihat tidak sabar lalu memakaikannya dengan rapi kekepala Rani.
"Makasih." Ujar Rani yang nampak tersipu malu dengan pipi merah meronanya.

Roy yang mendengarnya hanya mengangguk lalu mengisyaratkan kepada Rani supaya ia segera naik keatas motor. Perempuan itu nampak ragu. Perlahan tapi pasti, gadis itu sudah duduk manis berada diatas motor bersama Rio.

"Pegangan!" Ucap Rio yang seakan-akan itu adalah kalimat perintah.
"Udah."
"Harus gitu ya? Kenapa nggak sekalian lo bilang mau kemana terus gue anterin dan lo bayar ke gue." Ujar Rio menahan kesal, namun ekpsresi tersebut malah mengundang tawa kecil Rani.

"Emang kenapa?" tanya Rani polos.
"Lo boncengan sama cowok ganteng kok kayak sama tukang ojek? Masak pegangan aja dipundak?" protes Rio.
"Emang kenapa?"
"Ran?"
"Iya?"
"Nah itu lo bisa ngomong selain kata 'emang kenapa'. Kok dari tadi jawabnya gitu mulu?"
"Emang kenapa?" goda Rani seraya terkekeh kecil.

Rio sama sekali tidak bergeming. Ia merasa kesal namun juga menahan tawanya melihat tingkah gadis yang berada dibelakangnya. Sesekali, Rio melirik Rani melalui kaca spion motor miliknya. Sesekali juga mereka saling beradu tatapan, sedetik kemudian mereka juga membuang muka karena malu.

"Lo laper nggak?" tanya Rio.
"Lumayan, kenapa?"
"Cari makan yuk."
"Boleh."
"Dimana?"
"Dimana aja terserah."
"Serius?"
"Iya, Rio."

Tidak sampai 5 menit kemudian, Rio memberhentikan motor kesayangannya di depan warung lesehan kecil dipinggiran kota. Setelah mesin motornya mati, Rani segera loncat turun dan menanggalkan helmnya.

"Lo serius mau gue ajak kesini?" tanya Rio dengan mimik muka nampak ragu.
"Emang kenapa?"
"Ck!" decak Rio sebal.
"Maaf, gue becanda. Emang kenapa kalau kesini? Disini jual makanan halal kan?"
"Iyasih, tapi-
"Stt! Masuk yuk. Gue tiba-tiba jadi laper." ujar Rani yang sudah masuk kedalam duluan. Rio yang melihatnya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, heran.

"Rio, gue disini." teriak Rani seperti anak kecil yang sedang memanggil seseorang.
"Gue udah tahu. Lagian disini tempatnya kecil, mana mungkin lo jauh-jauh dari gue?"
"Apaan coba?" desis Rani malu.

"Rio, tumben kamu bawa cewek kesini? Dia juga cantik." ujar penjual di warung itu yang sepertinya mereka sudah saling mengenal.
"Saya Rani, pak. Teman sekolah Rio."
"Sekarang teman sekolah, siapa tahu beberapa tahun lagi jadi teman hidup?" gurau penjual itu, Pak Rahmat namanya.

"Bapak bisa aja. Saya nggak ada apa-apa kok sama Rio."
"Ada apa-apa juga nggakpapa. Rio anaknya baik kok, cuma penampilan sama sifatnya aja yang perlu diubah."
"Jangan gangguin dia pak, nanti Bapak naksir lagi." gerutu Rio.
"Hehe, mau pesan apa?"
"Kayak biasanya aja, 2 porsi ya pak." ujar Rio santai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEBUAH PILIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang