10 - Sebuah alasan

136K 12.6K 1.2K
                                    


 "Singkirin tangan kotor lo dari dia!" suara cowok mengejutkan keduanya. Membuat Melva dan Dava kompak menoleh ke arah suara.

Gavin, cowok itu berdiri dengan tenang tidak jauh dari kedua remaja itu. Cowok itu baru saja kembali dari warung sebrang jalan, dia berniat mengambil motor di pakiran sekolah. Belum dia masuk ke dalam gerbang, matanya menangkap sosok Melva juga seorang cowok yang sangat dia kenali. Dava musuh berbuyutannya dari SMA Bintang. Awalnya dia tidak ingin ikut campur, tapi karena melihat Melva berusaha dengan keras melepaskan cengkraman tangan Dava, Gavin jadi gerah. Langsung mengeluarkan kata-katanya.

Gavin berjalan mendekati Melva dan Dava.

"Kuping lo barang KW! Gak denger dia bilang apa?" ucap Gavin cukup tenang tapi cukup membuat Dava kesal.

Dava melepaskan cengkaramannya pada tangan Melva. Matanya menatap tajam ke arah Gavin.

"Cari masalah lo?!" ucap Dava.

Gavin terkekeh kecil.

"Gak salah? Lo masuk ke lubang harimau! Ada bawa anak buah, buat ngelingungi lo?" jawab Gavin. Cowok itu begitu tenang.

"Cari mati! Pikir pakek otak sebelum bertindak. Tapi sayang, lo gak punya otak!" lanjut Gavin lagi. Dia menyudutkan Dava.

Dava tersenyum sinis. Emosi cowok itu terpancing, dia sampai mengepalkan tangannya dengan sangat kuat. Siap menjatuhkan tinjuannya ke wajah Gavin.

Gavin dengan tenangnya hanya tersenyum. Dia ingin melihat apa yang akan dilakukan Dava terhadapnya, belum Gavin mendapat serangan apa pun. Cowok itu terpaksa menoleh ke arah Melva. Cewek itu berjalan dengan cepat kembali masuk ke sekolah. Membuat Gavin bingung, tapi Dava tidak menunjukkan ekspresi apapun.

Tampaknya Gavin terlalu penasaran dengan apa yang terjadi pada Melva, cowok itu meniggalkan Dava langsung berlari mengejar Melva.

Melva terus melangkah masuk ke koridor sekolah. Sampai akhirnya dia menjatuhkan pantatnya ke bangku panjang.

Melva menutupi matanya menggunakan tangan, cewek itu seperti ingin menangis. Berjumpa dan berbicara dengan Dava, tidak pernah dia pikirkan lagi semenjak hatinya terluka karena cowok itu.

Gavin tampak bingung melihat Melva menunduk sambil menutupi mata dengan kedua tangannya. Cowok itu mendekati Melva dan duduk di samping cewek itu.

"Kenapa?" suara Gavin. Melva mengenali itu, tapi dia enggan melihat cowok itu sekarang.

Tidak ada reaksi apapun dari Melva. Gavin menyandarkan tubuhnya. Dia tidak ingin bertanya lagi.

"Gue gak suka ketemu dia. Nyebelin, hati gue sakit tiap kali liat dia." Oceh Melva sambil menangis. Membuat Gavin jadi memperhatikan cewek itu.

"Gue selalu jadi cengeng."

"Gue salah apa sih, kenapa dia jahat banget sama gue. Padahal, semua yang dia mau gue lakuin."

Gavin terus diam, dia hanya mendengar setiap ucapan Melva.

"Dia buang gue gitu aja, dia buat gue kayak sampah. Gue benci cowok itu." Melva terus menangis. Sedangkan Gavin masih diam, dia ingin bertanya tapi mulutnya enggan mengeluarkan suara.

Melva berhenti menangis, tampaknya dia baru tersadar dengan segala ucapannya. Cewek itu menghapus air matanya. Lalu melihat Gavin di sampingnya.

"Kok gue jadi bicarain dia, anggap aja lo gak denger apapun." Ucap Melva menstabilkan emosinya.

Gavin hanya diam. Dia terus memperhatikan Melva.

Melva mengambil benda tipis dari tasnya. Cewek itu berdecak kesal, ketika ponselnya tidak bisa dihidupkan. Ponselnya kehabisan baterai.

DestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang