없어

622 62 10
                                    

— Lee Soo-jung —

Sudah setahun sejak kejadian Jung-kook. Tentunya aku masih belum bisa memaafkan diriku sendiri karena akulah penyebab ia mengalami kecelakaan itu.

Di acara penguburannya, aku bahkan tidak bisa berhenti menangis sampai malam. Aku menjadi gila sejak kehilangannya. Selama tiga bulan, aku dipaksa Soo-yeon pergi ke rumah sakit jiwa karena tingkahku yang semakin menjadi tiap harinya.

Setiap malam aku menangis sendiri tanpa alasan di balcony kamarku. Aku juga sering kali mempunyai mimpi buruk mengenainya. Entah itu adegan dimana ia terus berteriak di depanku, menyekik, bahkan menusukku, dan selanjutnya aku bangun dengan wajah putih pucat dan keringat dingin. Aku tidak bisa tidur tenang dan bahkan tidak bisa fokus pada bulan-bulan pertama. Tetapi sekarang aku sudah cukup terbiasa dengan mimpi buruk itu, meskipun rasa resah dan kecewa masih tidak bisa lepas dari hatiku.

Hari ini merupakan hari pertama aku menginjakkan kaki di depan muka umum sejak kematian Jung-kook. Sebenarnya, hari ini merupakan perayaan lahirnya ulang tahun Lee Corp yang ke sepuluh. Karena itulah, mau tidak mau aku harus hadir, apalagi sebagai CEO.

Dengan langkah kaki yang berat, aku capai di depan lautan camera dan wartawan. Aku memaksakan sebuah senyum pada wajahku agar mereka juga merasa tenang melihatku. Satu per satu mereka mulai melontarkan berbagai macam pertanyaan padaku, dan aku mencoba menjawabnya dengan fokus.

Salah seorang wartawan dari tengah kerumunan tersebut, menanyakanku sebuah pertanyaan mengenai perkembangan perusahaanku, mulutku sudah terbuka lebar untuk menjawabnya. Namun tatapanku tiba-tiba terlintas pada wajahnya yang berjalan di antara kerumunan para wartawan.

Tidak mungkin. . .

Awalnya aku sendiri juga tidak memercayai diriku sendiri, tetapi aku jelas-jelas melihat wajah Jung-kook berjalan di antara para wartawan. Seluruh otot di tubuhku langsung melemah ketika aku melihat wajahnya yang begitu terang di antara sekelilingnya.

Aku jatuh tersungkur di kakiku dengan mulut yang terbuka lebar karena shock. Para bodyguard di sampingku langsung mengangkatku kembali dan membawaku ke dalam gedung tanpa harus kuperintahkan. Camillia dan Soo-yeon dengan seketika menyusul kerumunan bodyguardku dan mengunci pintu ruanganku.

"What the heck is wrong with you Jungs? You've been facing the psychologist for months and you still can't get over him?" teriak Soo-yeon kesal sambil mengacak-acak rambutnya dengan histeris.

Aku termenung diam mengulang kembali kejadian barusan. Aku yakin bahwa aku jelas-jelas melihat Jung-kook di antara kerumunan. Namun aku juga bisa mengerti mengapa Soo-yeon histeris marah melihatku. Sebulan yang lalu, aku tidak sengaja menunjuk salah seorang turis di jalanan dan berteriak panik mengatakan bahwa ia Jung-kook. Soo-yeon menggiringku pulang dan langsung menghubungi sekretarisku untuk mengurus semua rapat yang seharusnya kuhadiri.

Aku juga sudah mencoba meminum berbagai macam obat, namun semuanya sia-sia. Setiap kali aku mengunjungi sang psikiater, aku selalu gagal melupakan Jung-kook. Sang psikiater juga mengakui bahwa yang kualami bukan sekedar gangguan jiwa, melainkan semacam perasaan kecewa yang sulit untuk dijelaskan. Aku selalu bersikeras melawan kenyataan, dan aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa Jung-kook telah meninggalkanku tanpa mengucapkan selamat tinggal.

Lagunya bahkan belum ia selesaikan. Ia hanya memberikan sepotong bait dan berjanji bahwa ia akan menyelesaikannya di depanku. Janji itulah yang membuatku terus percaya bahwa ia akan kembali padaku. Aku mengakuinya, aku menjadi gila karena seorang Jeon Jung-kook.

Imperfection🌵jjk [2/7]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang