Bagian 1

784 80 85
                                    

"Hidayah itu bukan untuk ditunggu, tapi untuk dijemput. Iya kalau ditunggu terus yang datang hidayah, nah kalau yang datang ajal duluan bagaimana?"

Di sebuah kampung yang terletak di pinggiran kota, seorang gadis cantik terlihat sedang berlarian di tengah lapangan bersama dengan segerombolan anak laki-laki. Gadis itu terlihat lebih tua dari pada para anak laki-laki itu.

Tentu saja, gadis itu sudah berumur 18 tahun sedangkan teman-teman mainnya itu masih lah berstatus siswa sekolah dasar.

Jika biasanya para gadis lain seumurannya, dihari yang panas seperti ini, sedang repot-repotnya memaskeri wajah mereka dengan masker pendingin atau anti jerawat, maka lain hal nya dengan Ara.

Gadis tomboy yang bernama lengkap Wahdah Azzahra itu malah sedang asyik berlarian di lapangan di bawah teriknya matahari siang.

Dia berlari kesana kemari mengejar sebuah bola yang kini sedang berada di kaki seorang anak laki-laki. Sesekali bola itu dioperkan ke anak laki-laki lain dan beberapa kali bola itu ditendang ke arah gawang.

Mereka terlihat sangat senang meskipun hari ini matahari bekerja dengan sangat keras untuk mengeringkan tenggorokan mereka. Hal itu terlihat dari tawa yang sering kali keluar saat salah satu dari mereka menendang bola dengan melenceng atau salah target.

"Hahaha ... Kau benar-benar ahli dalam membuang bola kak," kata salah seorang anak di sana yang bernama Deni.

"Hei, itu namanya intermezo tau." Kata Ara membela diri.

"Intermezo? Apaan tuh kak?" Tanya Deni.

Ara menunjukkan deretan gigi depannya lalu mengendikkan bahunya,
"Kakak juga nggak tau, hehe."

Kemudian mereka semua tertawa terbahak.

"Gengs, kakak intermezo dulu ya. Capek." Kata Ara pada adik-adiknya.

Adik-adiknya tertawa saat mendengar Ara mengatakan intermezo. Mereka mengangguk kemudian melanjutkan permainan mereka.

Ara keluar dari lapangan. Dia berteduh di bawah pohon yang berada di pinggiran lapangan. Dia masih memperhatikan adik-adiknya yang sedang bermain. Sesekali dia tersenyum melihat tingkah laku para adiknya.

"Wah, panas sekali hari ini."

Ara mengipas-ngipaskan tangannya ke wajah. Keringat mengalir di keningnya. Rambut sebahunya yang dikuncir satu di belakang juga terlihat lepek. Bahkan kaos oblong biru nya terlihat basah dan bernoda dibeberapa bagian.

Ara menatap langit sebentar. Dilihatnya hari sudah mulai sore. Dia harus segera pulang, kalau tidak ibunya pasti akan berpidato panjang lebar di depannya nanti.

"GENGS! KAKAK PULANG DULUAN YA!." Ara berteriak untuk pamit pada adik-adiknya yang masih asyik bermain walaupun hari sudah mulai sore.

Ara menggelengkan kepalanya pelan saat melihat anak-anak itu.

Dasar anak-anak, batin Ara.

Dia tidak sadar kalau dia sendiri pun tidak lebih baik dari anak-anak itu. Buktinya dia saja baru akan pulang setelah matahari hampir tenggelam.

Dia melangkahkan kaki meninggalkan area lapangan dan menuju ke rumahnya.

Disepanjang jalan menuju rumah, Ara mimikirkan alasan atau jawaban apa yang harus dia berikan pada ibunya jika ia bertanya nanti.

Sesampainya di rumah, Ara membuka pintu dengan sangat pelan. Dia melongokkan kepalanya terlebih dahulu. Dilihatnya keadaan di dalam rumah. Maksudnya, apakah ada tanda-tanda dari ibunya.

Kata Hati: Pembelajaran Sebuah PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang