BAB IV: Your Life

96 25 7
                                    


Sebuah ponsel dengan perekam aktif tergenggam di tangannya yang berkeringat. Min Sun Hi menyandarkan punggung ke tembok, menyentak kepalanya untuk mendongak. Dia menghela napas. Matanya basah lagi, dia merekam dan mencuri dengar percakapan para dokter di balik tembok tempatnya bersandar.

"Ginjal Kim Tae Hyung sialan itu sudah busuk. Saat petugas keamanan menendangnya kemarin dia kembali sakit, dan itu membuat kita kehilangan banyak uang!"

"Biarkan saja! Mati pun tidak akan ada yang peduli. Hidupnya menyusahkan semua orang. Kupikir akan lebih baik jika dia mati, atau bahkan tidak pernah lahir. Dia anak paling biadab yang pernah kutahu. Jadi pembunuh dan pelaku pemerkosaan di usia 18 tahun itu gila!"

"Ya, aku bahkan tak pernah bisa membayangkan saat dia membunuh orang tuanya. Mayat mereka ditemukan tergantung dalam kondisi telanjang dan punya banyak luka tusuk. Ah, anak itu!"

Jantung Sun Hi pecah lagi meski sudah mendengar semua ini berulang kali. Tapi inilah dia, yang punya ratusan alasan untuk meninggalkan tapi berusaha bertahan dengan satu alasan untuk tetap tinggal. Alasan yang mirip cinta, tapi juga mirip kebodohan.

Seorang perawat berlari tergesa melewatinya, tapi Sun Hi nampak seperti tembok yang kehadirannya tidak terkonfirmasi -diabaikan. Namun Sun Hi lebih suka begini. Dia diam, kembali mendengarkan yang terjadi di dalam.

"Tae Hyung! Dia tidak sadarkan diri sejak dua jam lalu dalam kamarnya. Bagaimana ini? Kupikir dia akan mati!"

Sun Hi diam dalam keterkejutan.

"Oh! Syukurlah, kami sedang mendoakan itu dari sini!" Ramai dua Dokter di dalam sana bertepuk tangan.

Sun Hi melangkah pelan, ibu jarinya mengehentikan tombol rekam di handphone yang ia genggam, "Terkutuk kalian!" dia bergetar nyaris berteriak. Dengan menggigil dia mengetik sesuatu dan mengirimkan rekamannya pada seorang penegak HAM, lalu menatap kembali para dokter itu dengan garis bibir yang mengeras, "Kim Tae Hyung tidak butuh di tolong oleh kalian, yang bahkan aku tak pernah tahu kalian ini hewan jenis apa!"

Salah satu di antara mereka mendekati Sun Hi, melayangkan tamparannya kemudian, "Berani sekali kau membandingkan kami dengan hewan! Dia memang lebih baik mati! Bahkan iblis juga akan malu jika dibanding-bandingkan dengannya!"

Pipi gadis itu terasa belah. Sun Hi menjerit, "Siapa kau yang bisa menentukan hidup atau matinya seseorang? Kau sedang menyamakan dirimu dengan Tuhan? Kau tau segala tentang dia dan orang yang membutuhkan kehidupannya lebih baik dari Tuhan?!" dia menangis, "bahkan aku akan bersyukur jika dia adalah iblis! Aku bersyukur karena Tuhan akan membuat dia tidak bisa mati!"

Aku menutup mata. Menyembunyikan semua dosamu pada sudut tergelapku, melindungi dia dari cahaya yang membuatnya jelas. Dan itu dengan gilanya terasa baik.

BITTER SALT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang