#2

3.2K 38 2
                                    

 Kaca jendela di depanku sudah sejak setengah jam lalu berubah buram. Bukannya reda, hujan justru kian menderas. Aku menyukai rasa dingin dari angin yang bertiup kala hujan seperti ini. Namun sayangnya tempias air hujan mulai menggapai tumpukan buku-bukuku yang tertata rapi di atas meja yang terletak tepat di bawah jendela. Aku menghela napas saat kuputuskan untuk menutup rapat sebelah jendela yang sedari tadi terbuka tersebut. Sementara itu, layar ponselku lagi-lagi berkedip-kedip.

*

Wisuda dan prom boleh jadi merupakan dua hal yang penting bagi setiap orang yang sedang bersuka cita. Harusnya waktu itu kita lekas mengulurkan tangan, tertawa menertawai tentang kemarin tapi lalu berpelukan haru. Seperti luka yang harus cepat-cepat diobati, hubungan yang tidak seperti biasanya harusnya juga segera dibenahi. Namun sayangnya kita hanya saling tersenyum canggung saat tidak sengaja berpapasan.

Sekarang semua semakin terasa sulit. Kita bukan hanya jauh dalam arti yang tidak sebenarnya. Jarak sungguh-sungguh menjauhkan kita yang sudah jauh.

*

Kali ini, kuraih ponselku sebelum layarnya kembali berkedip untuk entah yang keberapa. Kusambar charger yang tergeletak di atas meja belajar.

*

Terkadang, aku berpikir, apakah benar sesuatu yang sudah patah tidak akan pernah bisa disatukan kembali? Separuh hatiku memang mengiyakan, namun separuhnya lagi menepisnya. Menepis dengan segumpal keraguan yang menyesaki.

*

SEPERTI SEHARUSNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang