Aku mendengar deru mesin mobil mendekat diluar sana, mematikan kompor yang menyala setelah memastikan makanan yang kumasak cukup lunak untuk dimakan adik kecilku.
Turun dari kursi kecil yang membantuku memasak aku berjalan menuju pintu depan. Ah, lebih tepatnya jendela depan untuk mengintip siapa yang datang.
Itu Daddy yang pulang ke rumah, setelah seminggu lebih tak pernah pulang. Atau memang jarang pulang seperti biasanya? entahlah, aku hanya memandang datar pada sedan hitam mewah didepan sana. Mesinnya masih berderu pelan, tapi aku tak berniat menyambutnya. Seperti hubungan kami yang tanpa interaksi sedikitpun.
Berjalan kembali ke dapur, membawa piring makanku dan adikku dengan nampan yang sering kami gunakan. Lalu berlalu setelah menuang air minum dalam dua buah gelas kecil, berjalan menuju kamarku dilantai dua.
Mungkin bisa kau sebut, kamar kami berdua yang tak pernah dikunjungi orang tua kami sendiri. Aku mendengar langkah kaki daddy yang menuju dapur, tanpa kata seperti biasanya meski aku merasa ia sempat melihat punggungku yang sedang menaiki tangga.
Aku menutup pintu kamarku, bersamaan dengan yang daddy lakukan pada pintu kamarnya di lantai satu. Melemparkan pandanganku pada sosok bayi 10 bulan yang sedang bermain diatas ranjang kami yang luas, bersyukur saat melihat ia tak melewati batas ranjang dan melukai dirinya.
Tersenyum kecil, hanya itu yang bisa kulakukan saat aku mendekati adikku. Menguatkannya pada keadaan yang belum ia mengerti, ia tersenyum padaku memberi sedikit semangat secara tidak langsung. Menggoyangkan mainan kecilnya dengan menggemaskan, aku semakin mendekat
"Sudah lapar ya? sebentar ya" meletakkan nampan di meja , aku menggendong tubuh kecilnya menuju meja tadi yang terletak di tengah kamar kami yang luas. Kedua kamar kami tersambung dengan akses sebuah pintu tapi aku lebih sering menggunakan kamarku untuk menjaga dan merawat adikku.
Bibi sudah pulang, karna aku yakin ia sendiri punya keluarga untuk diurusi dibandingkan keluargaku yang menyedihkan ini. Jadi ia memang kuminta pulang saat aku sudah kembali dari sekolah dan dapat kembali saat benar-benar diperlukan.
-
Kami sudah selesai makan saat kudengar suara pintu kamar daddy terbuka di tengah sepinya rumah kami, adik kecilku pun sudah menguap kecil memberi alarm naluri untukku agar segera menidurkannya.
Membawa adikku yang sedang menikmati susu yang sudah dibuat sebelumnya kedalam gendongan dan membawanya berkeliling kamar kami, bersenandung kecil agar ia lebih mudah tertidur.
"Hanse-ya~~ Hanse-ya~~ jjaljayo~ mommy akan menjagamu, tidurlah yang nyenyak, mommy bersamamu" senandungku dengan perasaan miris, berusaha membangun rasa sayangnya akan sosok mommy yang bahkan tak pernah menyusui dan menggendongnya.
Melihat Hanse kecilku terlelap, aku membawanya ke kasur kami. Meletakkannya perlahan dan turun ke bawah membawa nampan tadi yang bertambah dengan botol susu Hanse.
Mencuci dengan tenang, sembari mengira-ngira apakah daddy sudah pergi lagi, ya hanya mengira-ngira seperti yang selalu kulakukan karna kami sudah seperti orang asing yang tinggal dalam satu rumah.
Melupakan kalau aku masih berumur 10 tahun dan merupakan anaknya.
Aku berbalik menuju kamar, tapi mataku berhenti pada meja makan yang tak pernah digunakan oleh anggota keluarga rumah ini, bahkan aku.
Mengelus permukaannya sekilas, menekuri kenyataan bahwa hidupku seakan-akan harus berdiri sendirian dan menjaga adikku. Bukan seperti teman sekolahku yang dimanja dan bertumpang tangan untuk dapatkan segalanya, termasuk kasih sayang dan perlindungan.
Aku kembali ke kamar, menyiapkan setiap tugas dan keperluan sekolahku untuk besok. Jangan lupakan betapa aku berterima kasih setidaknya daddy masih membiayai sekolahku dan juga kebutuhan rumah kami melalui bibi.
Menatap pada seragam sekolahku lamat-lamat, sejujurnya aku tidak ingin sekolah. Mereka menyeramkan, memukul dan mempermalukanku hanya karna aku bukan siswi kaya seperti yang mereka perkirakan.
Meski mereka tak tahu dan tak akan kuberi tahu kebenarannya. Aku tak ingin menggunakan kekuasaan keluarga ini untuk menyelamatkan diri dari kumpulan elit itu.
Menoleh sekilas pada adikku yang lelap meminta sedikit kekuatan padanya. Mataku kembali berhenti pada cermin yang mengambarkan fisikku, yang pucat.
Aku mendekat lalu meletakkan dahiku pada permukaanya yang dingin.
"Ya Tuhan, kenapa berubah menjadi lebam?" gumamku lirih. Melirik pada luka di bahuku yang tersingkap dari balik pakaian. Oh, Ini dari guru bimbingan belajarku di sebuah kursus private yang harus kudatangi untuk menyenangkan kakek dan nenek.
Mereka sudah memberikan kasih sayang selama 5 tahun ini kan? jadi ini seharusnya bukan apa-apa untukku.
Aku mengambil salep pada kotak obat yang tersimpan di dekat meja belajarku, mengoleskannya pada bahu dan beberapa pada yang baru memar dan yang akan memudar.
Melepas lilitan perban di perutku dan menggantinya dengan yang baru sebisaku, lalu mengambil beberapa obat di kotak tadi
Melihat obat-obat itu sejenak, sedikit sedih karna membohongi paman apotek baik hati itu dengan mengatakan obat-obatan ini untuk mommy.
"Maaf uncle, tunggu aku dewasa sedikit lagi untuk berhenti membohongimu" gumamku lagi lalu menelan obat-obat itu dan meminum segelas air.
Berjalan mendekat kearah ranjang dimana adikku berada, membawanya sedikit mendekat saat aku mulai berbaring.
Oh, mataku mulai berat batin ku dalam hati dengan senyum hambar.
Syukurlah obat-obat itu masih bersedia membantuku.
"Jja, tidurlah uri Hanse.. mommy memelukmu"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Daddy's Complex • Oh Sehun
FanficDistorted truths, the lies that were taught. [Oh Sehun] ©annatashastella2017