Chapter 4: A Kiss for Goodbye

9.3K 787 44
                                    

Akhir-akhir ini Beam memiliki hobi baru—katakan terimakasih kepada anak tehnik berkulit tan yang telah menyadarkannya.

"Shit! Damn! Fuck you Forth!"

Beam hampir saja melempar buku jurnalnya kearah Pha yang tengah duduk dihadapannya, sang bulan kampus tahun kemarin berjengit, berbalik memaki Beam.

"Shit Beam! Kau mau melukai wajah rupawanku!" segera ia menggeser duduk, mendepet Kit yang sedari tadi hanya menfokuskan diri pada layar i-phone miliknya.

Pha mendesah, berada diantara orang yang sedang terkena love sick itu melelahkan. Oh ayolah, mereka kini tengah mengerjakan tugas dan tak ada satu pun yang berkonsentrasi, asal tahu saja tugas ini harus dikumpulkan lusa pada professor aunty—izinkan Pha untuk memaki bersama.

Demi dewa dan dewi dikahyangan, rasa-rasanya saat ia dimabuk asmara oleh Wayo, Pha masih memiliki kewarasan untuk meresume semua pelajaran yang didapat. Tidak seperti kedua temannya sekarang, yang satu sibuk memaki, yang satu sibuk melamun.

"Jadi ceritakan Beam, ada apa hingga kau memiliki hobi memaki sekarang?" Kit mematikan layar i-phonenya, kewarasannya telah kembali, terimakasih dewa—moodnya pun sepertinya sedang bagus, sepertinya Ming mengajaknya makan malam bersama, taruhan.

Beam memutar bolanya, enggan untuk menjawab, "Tidak ada hanya kesal,"

Terkadang Pha benar-benar tidak habis pikir mengapa Beam—juga Kit—tidak pernah mau mengungkapkan perasaan mereka yang sesungguhnya.

Memiliki ketertarikan pada seorang pria? Apa salahnya, bukan kah kita tidak akan tahu dimana hati kita akan berlabuh. Seperti hatinya yang hanya akan terus berlabuh di dermaga hati Wayo.

"Biar ku tebak, Forth berhenti mengganggumu, dan sekarang kau merasa kehilangan?"

damn it's true.

Dua minggu penuh, ulang, dua minggu penuh Forth menganggu kehidupan Beam yang semula begitu damai, begitu tentram yang ditemani para wanita cantik nan sexy menjadi dua minggu penuh dengan kehadiran seorang pria jangkung, berkulit gelap terbakar matahari, suara bising knalpot motor, bau tembakau yang menguar dari jaket biru ciri khas para anak tehnik.

Forth selalu menghantuinya dimanapun; di kantin, di depan pintu kelas, di depan apartemennya, yang selalu berbicara tentang taking the responbility seolah Beam akan hamil atau apa, kemudian tiba-tiba ia menghilang bagai hantu—terhitung ini adalah hari ke-enam.

Mungkin Forth sudah lelah, ia mungkin berfikir Beam memang tidak menginginkannya—what the fuck do you thinking like that Beam!

Shit! Ia memang tidak menginginkannya! Dengan tanpa kehadiran Forth sekarang ia bisa kembali ke kehidupannya semula, kehidupan yang penuh kekenyalan dan keempukan belaian seorang wanita.

Lalu mengapa Beam merasa tidak bergairah untuk sekedar menginjakan kakinya ke club atau pub? Bahkan ajakan Kit yang selalu Beam iyakan, ditolak begitu saja tanpa memikirkannya dua kali.

Ada yang salah dengan hatinya. Hatinya serasa kosong dan hampa.

Tiap melawati gedung fakultas tehnik, ia tanpa sadar selalu mencari sosok tinggi maskulin itu.

Satu sosok yang tidak ingin ia akui keberadaannya. Namun begitu mengganggu pikirannya.

"Kalau kau sebegitu penasarannya, kenapa kau tidak hampiri saja ia di fakultasnya?" Pha memberikan saran sekenanya, tidak tega juga melihat Beam yang tipikal pria periang mendadak menjadi uring-uringan tidak jelas, "Menghampirinya, tidak akan membunuhmu Beam. Ia bukan beruang atau pun macan, tenanglah tidak usah takut,"

After That NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang