—dan hari-hari lepas insiden itu, tak pernah cerah lagi.
Lepas dari kenyataan kalau penghujung bulan juli berada dalam pertengahan musim hujan yang menggigit—suasana tak kalah dingin pun selalu terjadi setiap kali Forth bertemu dengan Beam secara tidak sengaja karena kelompok mereka yang notabene adalah kelompok minum bersama.
Beam celingukan sejenak, memastikan ruangan kelas masih kosong. Ada kelas anatomi hari ini pukul sepuluh. Waktu kosong setengah jam sampai professor aunty datang. Beam mengambil buku jurnal, siap menlanjutkan tugasnya yang tidak tersentuh karena distraksi, ketika didengarnya pintu ruangan menderit terbuka. Agak tersentak, ia menoleh—dan menemukan Pha. Tumben, si teladan ini datang jauh lebih awal, biasanya ia akan datang mepet waktu karena menemani sang istri Yo.
"Ai Beam" suara itu aneh. Pha terlihat ingin berbasa-basi,
"Ya?" Beam menaikkan sebelah alisnya, bingung.
"Kau keberatan kalau aku bertanya beberapa hal, Beam?" si bulan kampus bertanya dengan nada tegas, namun tetap berhati-hati, "Mungkin kau tahu maksudku apa, kan?" ekspresi pemuda itu lamat-lamat berganti serius.
Untuk beberapa detik, tak ada jawaban—membuat Pha kembali bertanya, menyenggol rekan geng dokternya yang hanya dijawab dengan kebisuaan.
"—kau tau Beam, dua sahabatku mendadak jadi aneh dan harus ada seseorang yang mengembalikan mereka menjadi normal lagi—" Pha berbicara pada Beam, meski lebih terlihat seperti monolog.
Biasanya Pha tidak banyak bertanya. Ia hanya menunggu hingga temannya siap untuk bercerita. Teman yang baik, teman yang pengertian—pantas saja Yo begitu tergila-gila padanya.
Tapi tidak kini,
Beam melengkungkan senyuman sarkastisnya, "Sejauh apa yang kau tahu, sebenarnya Ai Pha? Atau sejauh apa yang Forth ceritakan?"
"Aku—" lagi, helaan napas. Beam orang yang sulit bila menyangkut hati—"Aku sudah bisa menduganya dari gerak-gerik anehmu belakangan."
Pun Beam masih menutup suara, memalingkan wajahnya enggan melanjutkan obrolan mereka lebih jauh."
"Apa saja yang ai Forth yang lakukan padamu?"
Pertanyaan itu spontan membuat Beam menyentakkan kepala, yang persekian sekon kemudian membuang muka kembali.
"—apakah dia memaksamu Beam?"
"—dia tidak memaksaku." agak ragu, Beam menjawabnya.
"Dan kau membiarkannya?"
"..."
Hening itu menjelaskan semua yang tak terucap.
Sedari awal Pha mengetahuinya, tak perlu Beam katakan pun ia telah menyadari. Cukup dengan diam, ia mengerti Beam juga telah jatuh hati. Suka—tidak. Lebih dari itu. Bukan sekedar perasaan picisan layaknya yang para gadis rasakan terhadap senior mereka. Atau para wanita yang silih berganti datang dalam kehidupan Beam sambil membisikan sebuah kata dusta tentang cinta.
"Seharusnya kau mengatakan padanya apa yang kau rasakan, Ai Beam. Kau tidak bisa terus menerus lari dari perasaanmu sendiri—"
Beam masih membisu,
"Kau menyukai Ai Forth—" ucap Pha dengan penekanan lembut, "—apa aku salah?"
"Aku tidak—"
—menyukainya.
Brengsek.
"Dengan membiarkan keadaaan seperti ini—tidakkah kau menyakiti dirimu sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
After That Night
Hayran Kurgu(ForthBeam) Warning 21+ (sex scene, strong language, so many curse words) please don't read this if you're underage. "Beam tidak tahu harus bersikap seperti apa bila bertemu Forth nanti. Ayolah siapa yang tahu kalau mereka dapat semabuk itu dan mel...