Sentuhan Pertama

12.2K 722 6
                                    

Aku duduk di kasurku seraya menggeram frustasi. Mungkin sudah satu jam aku habiskan dengan mengobrak abrik walk-in-closet milikku hanya untuk mencari baju yang pantas. Ah, ingatkan aku berbelanja nanti. Rasanya sudah lama sekali aku tidak membeli baju baru hingga semua model baju di lemariku sudah terkesan ketinggalan jaman.

Aku tidak pernah serepot ini perihal pakaian untuk pergi ke gereja. Toh, aku biasa hanya gereja sendirian. tetapi hari ini lain! Aku pikir ucapan Pak Chris tempo hari mengenai ajakan gereja hanya sebuah wacana tak serius. Dan perkiraanku luntur begitu saja begitu membaca pesan yang dia kirim semalam.

Besok saya jemput jam 8 ya.

Pesan singkat, padat, dan jelas, namun berefek berkepanjangan hingga membuatku sulit memejamkan mata. Dan efeknya berlanjut hingga pagi ini. Aku menatap kesal pada baju-baju yang terserak di lantai dan kasur. Melihat waktuku yang tersisa hanya 20 menit, aku pun kembali bangkit dan akhirnya melabuhkan pilihanku pada blouse berbahan chiffon warna hitam yang ku padukan dengan skinny jeans. Aku mencatok rambutku sebentar hanya untuk memastikan rambutku tidak berantakan ke arah luar. Menggunakan moisturizer pada wajahku yang cenderung kering, memoleskan ligloss tanpa warna ke bibirku. Memakai sepatu sneaker putih andalanku. Selesai.

From: Pak Chris

Saya sudah di depan.

Aku menenangkan diri sejenak sebelum mengambil puji syukur dan alkitab, kemudian berjalan ke luar. Saat menuruni tangga, aku melihat papa sedang sarapan di meja makan.

"Pa, Charon gereja dulu", kataku pelan. Dia hanya menggumam pelan tanpa menoleh sekalipun. Miris, disaat orangtua lain mati-matian mendidik anaknya dalam ajaran agama dan membimbingnya untuk mengenali agamanya, aku harus mencari siapa Tuhanku dan ajaran-ajarannya sendiri. Aku tidak pernah melihat papa ke gereja atau sekedar berdoa.

Aku ke luar dan segera menuju pajero putih yang sudah terparkir di luar. Entah hanya perasaanku, aku merasa papa sedikit menatap ke arahku yang memasuki mobil Pak Chris.

"Saya ingin minta ijin terlebih dahulu pada papamu", kata Pak Chris datar.

"Tidak perlu!", teriakku tiba-tiba hingga tanpa sadar memegang tangan kokohnya. Dia menatapku bingung. Aku berdeham pelan dan melepaskan tanganku dari tangannya.

"Papa saya masih tidur, Pak", kataku berbohong. Dia menoleh sejenak ke jendelaku yang sedikit memperlihatkan bayangan papa disana, namun aku tidak peduli dia sadar atau tidak akan kebohonganku. Aku hanya tidak ingin Pak Chris tau bagaimana hubunganku dengan papaku.

"Oke. Kita jalan", katanya.

Tiga kali berada semobil dengannya membuatku mampu bersikap lebih santai meskipun jantungku berdebar. Ada rasa senang bisa berada dalam jarak dekat dengan Pak Chris, ada rasa gugup tiap kali dia memandangku tajam. Perasaan itu bercampur aduk, namun dalam artian positif.

"Kamu sudah cek nilai di OPCS?"

Aku membelalak.

"Sudah keluar Pak?!", katanya terkejut. Pasalnya, baru kemarin malam aku melihat OPCS namun nilai belum ada yang keluar. UAS memang sudah selesai dari Jumat lalu dan aku memasuki musim liburan.

"Ya, seharusnya kemarin malam para dosen input, Cuma ada sedikit masalah di program computer jadi baru ke input tadi subuh", jelasnya. Aku segera mengeluarkan handphoneku dari kantong celana jeansku.

Dengan tidak sabar, aku membuka situs tempat mahasiswa melihat nilai. Pelajaran yang pertama aku lihat adalah pelajaran Pak Chris sendiri, dan aku terkejut melihat nilaiku.

"Pak..."

"Hm?"

"Ini nilai saya serius segini?", tanyaku lirih.

Love You Dangerously (completed☑)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang