Kulangkahkan kakiku ke bangunan kokoh menantang langit. Kuusap-usap mataku berulang. Benarkah apa yang kulihat suamiku pemilik bangunan raksasa itu. Sekaya itu kah dirinya?
Perlahan-lahan kutapakkan kakiku di gedung itu seraya berdoa bisa menemukannya. Belahan jiwaku. Aku rindu padanya.
Kuambil cermin kecil untuk melihat wajahku. Apakah sudah baik atau belum? Kugeret koperku dengan perasaan yang tak menentu. Banyak orang yang menatapku aneh karena membawa koper saat gerimis seperti ini. Namun, tak kuhiraukan karena aku hanya ingin menemui suamiku.
"Permisi, Nona. Apa Tuan Fernandez ada?" tanyaku dengan nada suara antusias.
"Anda, siapa? Presdir hari ini ada meeting di luar. Jadi, tak bisa ditemui," jelas sang resepsionis itu dengan suara lembut kepadaku. Aku menatap nanar ujung kakiku.
Aku tak tahu mau ke mana lagi? Bahasa Indonesiaku juga belum fasih. Tak ada sanak saudara di negara ini. Hanya bermodal nekat untuk mencari suamiku. Uang yang kubawa tak banyak. Hasil menjual mobilku. Aku bodoh dan gila. Pergi meninggalkan negaraku hanya mencari suamiku yang entah merindukanku atau tidak.
Berat sekali aku meninggalkan tempat itu. Perlahan-lahan aku membalikkan badanku. Tepat saat aku menghadap ke arah utara, mataku bertemu dengar iris cokelat itu. Suamiku. Dia ada di sana. Berdiri menatapku.
Aku berlari begitu saja. Kujatuhkan koperku. Aku sangat merindukannya. Kupeluk tubuh jangkung itu erat.
"Sayang, aku merindukanmu," lirihku seraya menitikkan air mata. Betapa senangnya hatiku melihat sosoknya yang baik-baik saja.
"Maaf, Nona. Kau siapa?" ujarnya seraya melepaskan pelukanku.
"Aku Anne, istrimu," jelasku bingung. Sedang bercandakah dia? Kutatap manik mata cokelat itu. Namun, yang kutatap memandangku tak suka.
"Entahlah kau orang ke berapa yang mengaku istriku. Tolong jangan membuat gosip murahan. Aku ini belum menikah. Jangan mengaku-ngaku," jawabnya ketus.
Hatiku terasa tercabik-cabik. Sudahkah lupa dirinya denganku? Atau lupa ingatan?"
"Aku Anne. Kau sedang bercandakan? Aku mencarimu bertahun-tahun. Kukira terjadi sesuatu yang buruk padamu."
"Maaf, Nona. Berhentilah mengada-ada. Kalau tidak aku panggilkan keamanan untuk menyeretmu keluar dari perusahaanku," tegasnya sambil menatapku penuh kebencian.
Ini bukan lelucon tapi kenyataan. Suamiku tak mengakuiku.
"Tak perlu. Apa semua pria kalau sudah kaya raya akan meninggalkan istrinya yang miskin?" teriakku meluapkan amarahku.
Bodoh dia pergi meninggalkanku, tetapi aku malah mencarinya terus. Mencari yang tak pasti.
Kulangkahkan kakiku. Kuambil koperku berjalan meninggalkan gedung itu. Aku tak tahu harus ke mana. Uang yang kumiliki tak banyak. Kembali ke negaraku juga tak bisa.
######
Ada yang tahu ini ceritanya siapa?
Ada yang kepo?
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Memory (LENGKAP)
General FictionAku selalu membayangkan suamiku selalu ada di sisiku. Sepertinya baru kemarin kita bersama. Tertawa dan berbagi suka. Sepertinya baru kemarin kita mengucap janji suci Tahun terus bertambah, tetapi aku tak pernah bisa menemukanmu. Aku merindukanmu su...