Bagian 1

121 20 20
                                    

Apa kau tahu rasanya ditinggalkan tanpa sebab? Pamit pun tidak, kau hilang tanpa jejak
Bagaimana bisa melangkah jika satu bagian telah hilang? Langkahku terpincang, aku tak lagi seimbang

***

Sepatu yang penuh lumpur dilangkahkan masuk ke rumah.

Tidak ada satu pun lampu yang menyala. Bocah lelaki itu kesulitan untuk melihat, semuanya gelap gulita. Ia hanya dapat melihat sekilas ketika ada kilat yang menorobos masuk ke rumahnya.

"Ibu?" panggilnya.

Tak ada jawaban, ia mulai mengkhawatirkan kondisi ibunya.

Perlahan ia menuju kamar ibunya yang berada di lantai dua. Satu demi satu anak tangga telah dinaiki, akhirnya bocah itu sampai.

Bocah itu terpatung kemudian menelan salivanya.

"Ibu?" panggilnya lagi.

Hasilnya sama, tak ada jawaban. Kali ini ia benar-benar mengkhawatirkan kondisi ibunya.

Ada rasa gelisah yang menyelimuti ketika ia membuka pintu kamar. Entah kenapa hawa di sekitarnya langsung berubah.

Ketika pintu kamar terbuka, jantungnya berdetak sangat kencang seolah sedang menonton film horror, tetapi ini jauh lebih menakutkan.

Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.

"Ja--jangan ke sini, Galuh. Pergi dari sini, la--lari sejauh mungkin."

KRING

Bunyi alarm memecahkan gelembung mimpi buruk Galuh, ia pun terbangun. Netranya yang berwarna hazel terbelalak, tubuhnya yang tinggi berkeringat dingin dan bergetar dengan hebat.

Hari itu cerah, namun kamarnya terasa begitu dingin. Ia mengusap surai hitamnya ke atas lalu menyandarkan tubuh ke tembok.

Galuh menarik napas dalam-dalam, berusaha menormalkan detak jantungnya. Sunyi datang memeluknya diiringi detak jarum jam yang menenangkan.

Belum lama Galuh terdiam, tiba-tiba terdengar suara. "Galuh, kamu sudah bangun? Kalau sudah, cepat mandi. Sarapannya sudah siap."

Galuh hanya membisu, dia tidak berniat menjawab Daffa--ayahnya.

Akhirnya cowok itu beranjak dari tempat tidur setelah cukup tenang. Seusai mandi dan berpakaian, ia mengambil ranselnya lalu turun.

Posisi tangga berada di samping ruang makan, di sana Daffa dan kakaknya--Indra sudah menunggu. Daffa memberikan senyum yang hangat di pagi hari, sedangkan Indra menatap Galuh tajam.

"Galuh, ayo sarapan dulu. Ini hari pertama kamu sekolah. Semoga kamu betah di sekolah yang baru ya. Nanti ayah anterin ke sekolah." Ucap Daffa sambil memberikan segelas susu.

Galuh tak acuh pada ucapan ayahnya dan segera berangkat ke sekolah.

***

Motor sport hitam memasuki halaman sekolah dan terparkir sempurna.

Galuh membuka helm full face nya dan merapihkan rambut dengan asal. Banyak pasang mata langsung menatap karna wajahnya yang asing dan parasnya yang mencuri perhatian.

RESAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang