7

3.3K 290 19
                                    

Warning!! Typo bertebaran!!

Dira pulang setelah 2 jam lesin Derry berserta kawan dan parasitnya MILA.

Tanpa mengeluh Dira terus mengayuh sepedanya. Diperjalanan Dira melihat anak kecil yang dipanggul dibahu sang ayah, anak kecil berjenis kelamin laki-laki itu tertawa bahagia.

"Haha andaikan itu terjadi kepadaku"- Adira.

Hanya sebuah senyum kecil yang Dira berikan ketika melihat itu. Senyum penuh keirian pastinya.

Akhirnya sampai juga. Seperti biasa suara benda pecah terdengar dari dalam rumah Dira. Dira bersikap biasa, toh itu udah jadi makanannya tiap hari. Tidak ada senyum diwajah Dira saat masuk kedalam rumah.

" hai anak bodoh" panggil Hardi, Dira hanya diam dan mengacuhkan Hardi ayahnya.

"Kau tuli hah! Mati saja kau" teriak Hardi. Dira seolah beneran tuli mendengar ucapan ayahnya itu.

"Dasar sampah!!" jerit Hardi

*pyarrr
Hardi melempar botol mirasnya kearah Dira dan itu pas mengenai punggungnya setelah itu jatuh kelantai dan pecah. Sakit? Pasti!.

Hardi bangkit dari duduknya dan menghampiri Dira yang masih berdiri sambil megang punggungnya yang sakit itu.

*plakk

"Selain bodoh kamu juga tuli hah!!" bentak Hardi setelah menampar Dira.
"Anak gak tau di untung. Lebih baik kamu mati saja" lanjut Hardi sambil mendorong kasar Dira dan membuat Dira jatuh kelantai. Tangan kiri dira terkena pecahan botol miras dan membuat tangannya berdarah. Wauuu serasa tubuh Dira itu boneka yang sesuka hati bisa dirusak, dibuang dan Setelah itu bisa membeli gantinya .

"Enggak anak engak ibunya sama aja. Gak berguna" bentak Hardi. Dira meremas jemarinya dan kemudian berdiri.

"Yah.. Ayah itu kepala keluarga, ayah seharusnya kerja. Bukan ibu yang cari nafkah. Dira gak masalah ayah pukul Dira, tapi jangan pukul ibu. Ayah jahat, ayah gak peduli lagi sama Dira, ayah jahat. Apapun akan Dira lakukan untuk ayah dan ibu. Dira rela mati biar ayah bahagia dan tidak emosional lagi"
"Ayah itu kejam, ayah monster" lirih Dira dan itu bisa terdengar oleh Hardi. Bukanya tersentuh Hardi malah tersulut emosinya. Dibenturkannya kepala Dira ke pintu kayu kamar Dira. Sakit? Itu pastilah!. Karena Hardi gak main2 pas membenturkan kepala Dira.

"Lu kira kepala Dristi itu bola basket, yang sesuka hati lo pantulin dimana aja hah. Hardi!"- Author alay.

"Kamu itu bocah. Jangan nasehatin saya!" bentak Hardi dan langsung keluar rumah. Dira memeluk lututnya sambil menangis tanpa suara. Bukan menangis karena luka dipunggung, ditangan dan dipelipisnya melainkan menangis karena luka kecewa dengan perlakuan sang Ayah, Hardi.

"Apa benar, kalau Dira mati ayah akan bahagia dan ayah tidak sering lakuin kekerasan sama ibu, Tuhan? Dira beneran rela kalau kematian Dira membuat ayah bahagia dan ayah berhenti berlaku kasar. Percuma Dira hidup tapi ayah gak bahagia dan Dira hanya nyusahin orang tua Dira. Sekarang yang paling penting adalah kebahagiaan orang tua Dira. Dira... "- Adira.

DepresiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang