Part 26 | Amplitudo

89.9K 8.2K 784
                                    

POK ame-ame belalang kupu-kupu. Hobi main stalking tanpa urat malu.

Rasanya Gladys pengin meneriakkan itu sewaktu muka badak Fareina menghadangnya di depan kelas. Habis cosplay jadi orang sakit sepanjang pelajaran matematika supaya tidak ditunjuk guru, kantin tentu spot incaran Gladys buat mengendurkan otot wajahnya yang tegang. Mumpung pelajaran terakhir jam kosong.

Sial, begitu melihat ular Senjayana, sia-sia saja usaha Gladys buat santai.

"Lo kemarin ke mana sama Kak Varel?" todong Fareina tanpa ba-bi-bu. Ia menunjukkan posting-an Instagram Varel yang memuat foto origami. "It's okay to feel sad. So, it's okay to let go. Wah, gini toh cara lo buat gaet Kak Varel? Jual kisah sedih lo? Norak!"



 Wah, gini toh cara lo buat gaet Kak Varel? Jual kisah sedih lo? Norak!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Semua orang tahu sejahat-jahatnya manusia, ya jelas Abu Lahab. Ini Fareina mau jadi saingannyakah?

Gladys menyedot es tehnya sampai pipinya kempot. Ia memilih selonjoran di gazebo terdekat, lalu membuka Instagram-nya sendiri.

"Gue baru nyadar kesukaan orang ternyata beda-beda, ya. Kayak gue sama lo. Gue sukanya BTS, lo sukanya bacotin orang." Sarkas, Gladys mengkritik hobi Fareina yang gemar nyeletuk aneh-aneh. Problematik banget ini cewek.

Tidakkah dia sudah puas dengan kejadian di ruang BK? Gladys sampai dapat bonus khotbah dua jam penuh dari Bude Imel dan tamparan dari ayahnya. Masih kurang juga rupanya.

Muncul seutas senyum di tampang malaikat Fareina. "Yah, habisnya lo hujat-able, sih, Dis." Cewek itu mendaratkan pantatnya di seberang tempat Gladys duduk. "Gue udah bilang lo jangan kegatelan sama Kak Varel. Masih aja lo enggak dengerin peringatan gue."

"Sori, pendengaran gue dari dulu emang selektif, Ren." Gladys membuang sedotannya ke tempat sampah, ganti mengunyah es batu minumannya. "Selalu eror kalau disuruh dengerin omongan maklampir. Kira-kira kenapa, ya, Ren?"

"Mungkin karena disumpelin kemiskinan lo."

"Elah, kata siapa gue miskin?" Dinginnya es batu bikin gigi Gladys ngilu. Ia melepehkannya lantaran tak kuat. "Gue kaya, kok. Cuma kekayaan gue masih ada dalam bentuk ginjal. Enggak kayak lo, Ren, yang kaya dari lahir. Kaya anjing."

Fareina mendengus. Dasar orang udik banyak bacot! Sok-sokan ngatain, tapi sendirinya tidak ngaca. Masih mending Fareina anjing, makhluk setia. Lah, Gladys? Kecoak.

Ia menyimpan komentarnya, memilih fokus dengan obrolan sebelumnya. "Asal lo tahu, Dis. Kak Varel itu gampang bosen. Sepintas kenal, dia mungkin terkesan galak atau sinis. Tapi begitu deket, Kak Varel tuh baik banget. Malaikat aja juara dua dibandingin sama kebaikannya. Sayangnya, dia itu baik ke semua orang. Jadi, lo jangan baper."

"Malaikat, lo bilang?" Huek! Gladys berasa salah dimensi dengar pujian kebablasan buat Varel. "Mata lo habis kelilipan trigonometri atau gimana, sih?"

Walaupun Varel sudah berbaik hati menghibur Gladys sewaktu Ojan meninggal, tetap saja cowok itu jauh dari kosakata malaikat. Masih ada jejak-jejak kloningan setannya.

Heliosentris [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang