WAITING -4

50 4 0
                                    

"LO APA-APAANSIH?" teriak Devina kepada seorang pria yang menarik nya ini.

Ia tak tau siapa, karena posisi pria itu membelakangi nya. Tetapi ia sangat mengenal postur tubuh pria ini, dan aroma maskulin pria ini. Devian.

"DEVIANNN!!!"

"Diem!" Satu kata dari mulut Devian yang membuat Devina terdiam

"Deviannn lepasinn, sakitt!" Lirih Devina

Setelah masuk ke UKS, barulah Devian melepas cengkraman tangannya pada pergelangan tangan Devina. Terlihat bekas merah disana.

"Maaf" ucap Devian dan meniup bekas merah itu. Lalu ia beranjak mengambil  kotak P3K.

"Lo ngapain bawa gue ke sini?" Tanya Devina hati-hati.

"Kaki lo luka, harus diobatin"

Setelah itu, Devian mengobati luka Devina dengan hati-hati.

Devina memandangi wajah Devian. Mulai dari alis, mata, hidung, dan lain-lain.

"Manis" gumam nya

"Ternyata dia bisa perhatian juga" ucap Devina membatin

"Gue gak perhatian sama lo, gue cuma bantu" ucap Devian seolah tau pikiran Devina

"Kok lo tau pikiran gue? Lo cenayang"

Devian tak menjawab, ia pergi berlalu dari hadapan Devina.

"Dasarr kulkas"

Devina beranjak dari bankar, lalu berjalan pelan menuju rooftop. Ia tak minat masuk kelas kali ini.

Sampai di rooftop, ia duduk di sofa yang sudah usang disana. Duduk, termenung, memikirkan perasaan nya.

"Apa gue salah mencintai lo?" Ujar nya dengan air mata yang sudah penuh di sudut matanya.

Tes. Satu tetes air mata turun.

"Apa gue gak pantes sayang sama lo?"

"Gue emang bodoh udah cinta sama lo"

"Tapi gue juga ga bisa ngelepas gengaman ini dengan mudah"

"Karna, bukan tangan gue yang menggenggam, melainkan hati"

Wajah Devina telah penuh dengan air mata nya.

"Kalau kita gak akan dipersatukan, kenapa kita di pertemukan?"

"Semua kesedihan lo, akan jadi keindahan untuk lo" ucap seorang pria dari arah belakang Devina. Athaya.

"Athaya? Lo bolos?"

"Ya begitu, lo kenapa nangis?"

"Gpp"

"Dibalik kata gpp, pasti ada apa-apa"

Devina tak menjawab, melainkan ia menangis.

"Ish, kok lo nangis sih?" Ucap Athaya sambil menghapus air mata Devina

"Lo jangan nangis, semua akan indah pada waktu nya, lo percaya sama gue, es itu bakalan cair perlahan-lahan, jadi kalo lo beneran cinta sama dia, lo harus rela berkorban, lo ga boleh nyerah"

"Wajar gak sih, menunggu tiga tahun itu lelah?" Tanya Devina dengan Tatapan yang fokus ke depan

"Kalau lo emang udah lelah, lo boleh nyerah, tetapi ingat, pejuang sejati ga akan pernah nyerah"

"Gue udah lelah, tapi hati gue masih terus memaksa" ujar nya lalu menolehkan kepalanya menatap wajah pria disamping nya yang mirip dengan orang yang ia kagumi.

WAITINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang