Chapter 3

2.2K 423 48
                                    

Kami telah mendarat di LAX (Los Angeles International) Airport setelah delapan belas jam penerbangan yang melelahkan.

Selama tidak tidur, Brandon membaca kamus yang diberikan Mas Charles dan mencoba mempraktekannya denganku. Dan aksennya lucu. Tapi aku menghargai usahanya, untuk memudahkan komunikasi denganku, juga untuk mengajariku secara otodidak Bahasa Inggris agar aku tidak kesulitan bergaul dan belajar nanti.

"Kita---tunggu my friend." Katanya terbata, setelah kami keluar dari pengambilan barang bagasi.

Brandon mengambil troli dan meletakkan empat koper besar milikku dan dua tas besar miliknya. Juga beberapa oleh - oleh yang berhasil dia beli di Event Pasar Seni dan Tradisional yang didatanginya saat menunggu surat - surat kepindahanku.

Kami menunggu di pintu keluar, langit masih gelap dan jam di airport menunjukkan pukul lima pagi. Udara dinginnya menusuk, Brandon bilang sekarang masuk musim dingin. Tidak ada salju di sini, tapi jangan remehkan musim dinginnya. Beruntung, Brandon sudah memperingatiku untuk menggunakan jaket dan baju tebal jika sudah landing.

Dan aku menurutinya, dia kan Abangku.

Hatiku rasanya ingin meledak setiap mengingat bahwa ternyata aku memiliki seorang Abang. Kakak. Saudara sekandung lainnya.

Satu Ayah itu, disebut sekandung kan? Berbeda dengan lain Ayah dan satu ibu, meski satu rahim, secara nasab tidak sekandung. Aku mempelajarinya di pelajaran Agama Islam kelas sepuluh.

Dan satu hal yang kutahu pasti, keyakinan aku dan Brandon berbeda. Meski begitu, Brandon berjanji akan membantu mencarikan komunitas Islam untukku.

"Hey Bra!" Seorang pria kaukasia memanggil Brandon.

Tampan, tinggi dan macho. Ia menghampiri kami. Menepuk punggung Brandon dan mencandainya.

"Shut up, Man!" Jawab Brandon, terlihat kesal. "He's my friend, Aston Hawk. My sister that I told you before, Savannah." Brandon memperkenalkan kami.

Brandon memperkenalkan temannya padaku, kami bersalaman. Wajah Aston yang tampan, membuatku terpana sebentar dan ia mengerling nakal padaku, yang langsung ditinju oleh Brandon dengan pelan. Membuatku tertawa melihat interaksi mereka.

"Welcome to the Jungle!" Ucapnya padaku sebelum Brandon memintanya membawakan barang - barang kami ke dalam mobil besarnya.

Aku duduk di kursi belakang, agak sedikit jetlag dan bingung dengan posisi setir di sebelah kiri. Kemudian menyadari, bahwa aku sudah berada di Los Angeles. Bukan lagi Jakarta, Indonesia tercinta.

Memperhatikan percakapan mereka yang entah apa. Dengan gaya ngobrol khas laki - laki dewasa. Kutebak usia mereka berdua sudah lewat tiga puluh. Brandon, kutahu berumur 33 tahun dan mungkin Aston juga. Meski Aston terlihat lebih muda karena penampilan kasual dan pembawaannya yang riang dan ceria.

"Ohya, kamu ingin bekerja paruh waktu kan?" Brandon menoleh padaku, aku mengangguk pelan.

Kata - katanya cepat, meski sedikit mengerti, aku masih agak kesulitan menangkap kata per katanya.

"Kamu bisa bekerja di kafe adikku." Jawab Aston. "Dia punya kafe minuman ringan, bukan toko minuman keras kok. Tempatnya terletak dekat kampus dan tempat nongkrong anak muda." Lanjutnya lagi.

"Aku ingin mengusahakan dia masuk Cal." Brandon berbicara pada Aston.

Cal adalah sebutan untuk University Of California Berkeley. Saat Brandon menawariku, dadaku berdetak keras. Disana tempat para jenius, otakku tak akan mampu bersaing dengan mereka.

Hello Hollywood!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang