Pandang pertama

29 1 0
                                    

"Kalau nggak penting lebih baik lo pergi jauh-jauh dari gue."
~Aldebara~

"Gimana, papa kamu udah ngurusin kepindahan lo?" tanya Dafa yang sedang menggu Adin makan roti bakarnya.

"Udah kok. Tenang aja Adin bakal segera pindah, dan jauh-jauh dari temen Adin yang jahat itu," jawab adin dambil terkekeh pelan.

Dafa hanya menggangguk dan mengiyai apa kata Adin. Seketika suasana hening, tinggal bunyi kunyahan adin yang terasa seperti orang kelaparan. Tanpa sadar ada yang mengetuk pintu rumahnya.

"Dari siapa ya?" tanya Dafa kepada tukang pos yang mengantarkan sejumlah surat. Entah surat apa itu sebelumnya, Dafa pun tak tahu.

"Nama penggirimnya pak Fathih Harianto, silahkan tanda tangan terlebih dahulu." Tukang pos itu memberikan dan menyuruh Dafa untuk bertanda tangan. Saat itu Dafa mulai menggerti kenapa papa Adin menggirim surat, ternyata itu adalah berkas-berkas surat pindah Adin ke SMA Pelita.

Dafa masuk dengan membawa beskas-berkas yang dikirim tukang pos tadi, wajahnya seketika tertekuk, matanya yang fokus ke bawah dengan apa yang digenggamnya. Dilemparnya berkas-berkas itu ke meja makan, tempat Adin mengunyah rotinya.

"Dari papa ya Daf?"tanya Adin seolah sudah mengetahui tentang apa yang dikirim tukang pos barusan.

"Iya dari om Fathih, kenpa dia gak langsung kesini aja?"

"Adin tau kok Daf, Singapura gak deket! Kasian kalo dia harus bolak-balik buat ngurusin kepindahan Adin doang. Oh ya besok jangan lupa Anterin adin ya ke sekolah baru." Terlihat dari mata Adin yang terpancar kesenangan setelah lega akan surat pindahnya yang sudah ditangan.

"Gue Cuma anter ya. Selanjutnya lo minta Alfath buat ngurusin lo." Terlihat saat itu Dafa tidak suka, tapi bagaimana lagi, keputusan Adin tidak bisa di ganggu gugat.

"Yah, Dafa gak pengen nemenin Adin nih ceritanya. Okelah oke.. Adin bisa sendiri kok!"

'shitt.. ngambek dah' gumam Dafa dalam hati.

^^^

Suara alarm menunjukkan jam 05.00 pagi, Adin bergegas bagun mempersiapkan segalanya tentang sekolah pertamanya saat ini. Mulai dari seragam, sepatu, buku pelajaran, bahkan kaos kaki yang harus baru. Dia masuk ke kamar mandi dengan menyanyi kecil, membersihkan tubuhnya sampai tiada satu pun kotoran termasuk, belek. Berharap akan hari ini bertemu seorang pangeran dengan bola basket ditangannya, tentunya seperti Dafa yang menjadi laki-laki super ideal bagi Adin. Tapi, itu tidak mungkin menurutnya. 'aku dan dia seperti keluarga' gumam Adin dalam hati.

Jari-jari kaki mungilnya mulai menuruni anak tangga satu persatu. Dengan rambut bergelombang tebal dan hitam, juga aroma khas buah-buahan yang menggikuti langkahnya menuruni tangga. Dilihatnya meja makan masih kosong, tanpa ada roti bakat. Jelas saja, Dafa saat ini masih tenggelam dalam mimpi-mimpinya. Adin menuju ke dapur, diambilnya peralatan memasak kali ini, bukan susu yang tersedia di kulkas. Dia mulai melakukan aktifitas sesuatu "AWWW!" yang membuat tangannya terkena panas pinggiran wajan, membuat tangannya agak melepuh, tapi dia tahan demi sarapannya kali ini.

Sedang dikamarnya Dafa mulai bersiap-siap ala anak mau berangkat kesekolah diikuti jalannya menuju meja makan.

"Morning Dafa my darling.." sambutan Adin ketika Dafa mulai duduk di meja makan.

"Apaan sih! Tumben lo bangun pagi, pake acara nyiapin sarapan sigala. Kesambet?" kata Dafa keheranan setelah melihan makanan yang sengaja ditutupi oleh Adin.

"Ya iya dong, kan sekolah baru. Silahkan, baik kan Adin buatin sarapan buat Dafa. Buka deh," Adin memberikan sarapan yang telah dibuatnya itu ke Dafa. Dan dibuka oleh Dafa.

His EmotionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang