Vano

1.5K 125 4
                                        

Tak banyak yang dilakukan Vano selama ini saat bersama Diandra. Setiap harinya selama sebulan penuh ini yang mereka lakukan hanya pulang pergi kekampus bareng, mungkin kalo keduanya ada waktu luang sesekali pergi ke Mall. Selama satu bulan ini juga Vano akui  dirinya sangat ketergantungan dengan Diandra. Saat tidak ada Diandra disisi Vano pasti Vano akan merasa kesepian, itu juga tak satu dua kali Vano rasakan tapi setiap hari saat tak bersama Diandra.

Seperti hari ini misalnya. Sudah sejak tiga hari lalu Vano tak bertemu denga Diandra. Entah apa yang dilakukan prempuan itu, hingga tak pernah membalas chat yang dikirimkan dirinya selama tiga hari ini. Vano juga sudah mendatangi rumah Diandra namun nihil tak ada satu orang pun yang berhasil Vano temui. Bahkan Raka kakak dari Diandra juga sama sekali tak membalas apapun pesan yang telah Vano kirimkan. Kedua orang tua Vano juga sama sekali tak mengetahui kemana perginya keluarga Diandra.

"Abang kenapa sih. Ganggu Vani tau nggak."

Vano masih saja bolak balik tak jelas dikamar Vani sejak lima belas menit lalu. Entah apa yang dilakukan Abangnya itu. Vani juga tak mengerti.

"Abang berhenti."

"Apaan sih dek. Berisik."

"Yang apaan itu Abang. Kenapa sih dari tadi mondar mandir nggak jelas gitu dikamar Vani. Vani lagi ngerjain tugas. Mau Vani bilangin Bunda."

"Dasar. Sukanya ngadu terus."

"Yaa salah sendiri kenapa mondar mandir kaya setrikaan begitu. Pusing tau nggak Vaninya."

"Ya sory. Dek duduk sini deh. Abang mau curhat bentar."

"Curhat paan. Nggak liat adik cantiknya lagi ngerjain tugas."

"Udah sini bentar. Lima belas menit nggak lebih. Abang cuma mau denger pendapat kamu doang."

Vani pun akhirnya nurut juga. Dan sekarang kedua kakak beradik itu sedang duduk bersebelahan diatas ranjang milik Vani.

"Buruan."

"Baru juga duduk kamu. Udah main todong aja."

" hello.. lima belas menit nggak lebih ya."

Vano pun hanya bisa menghela nafas karna ulah adik satu-satunya ini. Namun tak urung juga Vano mulai bercerita.

"Kamu kenal Diandra kan. Selama sebulan ini waktu Abang selalu dihabiskan bersama dia. Padahal kamu tau Abang termasuk baru mengenal Diandra. Tapi entah kenapa Abang ngerasain kalo Diandra itu adalah sebagian hidup Abang yang selama ini hilang. Kalo boleh Abang jujur muka Diandra itu tak jauh beda sama muka anak kecil yang selalu ada didalam mimpi Abang. Dan selama tiga hari ini Diandra dan keluarganya nggak ada kabar sama sekali. Selama itu juga Abang sering ngerasa ada yang kurang dihidup Abang."

Vano berhenti sejenak. Menarik nafas dalam.

"Terus." Jawab Vani  dengan wajah penasaranya.

" Mungkin nggak sih kalo Abang udah jatuh cinta sama Diandra. Abang bingung mau cerita sama siapa lagi selain sama kamu."

"Abang percaya nggak kalo Vani bilang, Kak Diandra itu adalah perempuan kecil yang ada didalam mimpi Abang."

"Abang juga sempat mikir kaya begitu. Setiap liat Diandra pasti Abang selalu kebayang sama anak perempuan dimimpi Abang. Tapi kalo memang iya kenapa Diandra nggak pernah kasih tau ke Abang, kalo kita temenan saat kecil dulu. Tapi salah Abang juga sih kenapa ingatan Abang nggak kunjung muncul lagi."

"Vani nggak heran kalo Abang ngerasa nyaman sama kak Di. Vani juga nggak heran kalo Abang punya rasa sama kak Di. Vani mau cerita tapi Abang nggak boleh marah, harus dengerin Vani ngomong dulu sampai selesai."

Vano pun mengangguk.

"Kalo nggak salah pas satu minggu kedekatan Abang sama kak Di. Abang bawa kak Di kerumah tapi Waktu itu Abang langsung  pergi nganter Bunda arisan kalo nggak salah. Selama itu juga Vani sama Kak Di cerita tentang masa lalu kita. Kak Di sempat tak percaya katanya saat liat kakak ada dikampus yang sama. Tapi kakak tak mengenal kak Di sama sekali. Kak Di juga cerita saat ketemu sama Bunda dimall, kak Di sempat syok saat dengar kalo Abang hilang ingatan waktu itu. Kak Di kelihatan sedih banget saat itu. Bahkan kak di sampai nangis saat cerita sama Va. Va nggak berani cerita sama abang karna Kak Di ngelarang buat nggak cerita. Kak Di nggak mau abang sampai kepikiran."

"Abang nggak tau dek mau bersikap kaya apa. Kalo Abang marah juga nggak ada gunanya. Ini juga salah Abang kenapa Abang nggak bisa inget masa lalu Abang."

"Abang nggak boleh ngomong gitu. Yang penting kaka Di kan sekarang ada disamping Abang. Berusahalah untuk selalu dekat sama kak Di. Kalo memang itu yang terbaik buat ngembaliin ingatan Abang. Apapun yang Abang lakuin. Va selalu ngedukung Abang."

Vano pun tersenyum dan mengecup kening adiknya itu.

"Makasih ya dek."

"Iya Abang. Eh Bang gimana kak Di udah ada kabar."

"Belum. Itu juga yang ngebuat Abang tiga hari belakangan ini uring-uringan nggak jelas."

"Efek kak Di benar-benar besar ya dihidup Abang."

"Heemm. Thanks ya dek udah mau denger curhatan Abang."

"Iya Abang. Udah deh sana pergi dari kamar Va. Va mau ngerjain tugas ntar dimarain Bu Bertha."

"Iya. Selamat mengerjakan tugas adik Abang."

"Heem."


Setelahnya Vano memilih untuk keluar dari kamar Vani. Beban selama ini yang ia pendam sedikit berkurang setelah cerita sama adeknya itu. Vano sampai kamarnya langsung membaringkan badanya diranjang. Kedua tanganya dijadikan bantal dan matanya menatap langit-langit didalam kamarnya. Fikiranya sekarang dipenui dengan Diandra. Vano tak bisa sehari saja tak memikirkan permpuan itu.
Vano menghela nafas panjang.
"Pulanglah Di. Seenggaknya kasih tau aku sekarang kamu dimana. Aku kangen kamu. Kangen jalan sama kamu. Tuhan dimanapun Dia berada semoga selalu dalam lindunganMu. Aku berharap saat esok nanti aku bisa bertemu sama kamu. I love you Di."

Setelahnya Vano memejamkan matanya dan menjelajah alam mimpi miliknya.



Datang lagi. Maaf agak lama. Akunya lagi sibuk akhir-akhir ini. Makasih yang udah nungguin cerita ini. Buat kalian para riders tercintaku Trimakasih.

Semoga suka kelanjutanya. Jangan lupa Vote dan comenya.

Luv-luv

Origami Burung BangauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang