Sudah hampir tengah malam, namun Vano belum juga menandakan akan bangun dari tidurnya. Andin tak bisa menyembunyikan kecemasanya. Takut-takut terjadi apa-apa dengan Vano.lagi.
Begitu halnya dengan Diandra. Dirinya juga tak bisa terlelap tidur sepulang dari Rumah Sakit tadi. Semua fikirannya tertuju kepada Vano. Bagaimana keadaannya, sudah siumankah, begitulah kira-kira isi dari kepala milik Diandra.
Handphone tak pernah lepas dari tanganya. Menunggu jika nanti Om Putra alias Papa Vano akan memberikan kabar terbaru kepada dirinya. Namun sudah sampai larut malam belum juga ada informasi yang terkirim kepada dirinya.
Diandra pun memilih untuk tidur, mesti dengan keadaan yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja.
-------
Pagi menjelang, Diandra menggeliat saat wajahnya terkena paparan sinar matahari yang muncul melalui celah-celah gorden dikamarnya. Rasa malas merasuk begitu saja kedalam tubuhnya. Tak ada gerakan seinci pun yang dirinya lakukan. Namun semua itu tak terjadi begitu lama. Saat dirinya teringat, bahwa sedari tadi malam sedang menunggu sebuah informasi tentang keadaan sang pujaan hatinya.
Dicarinya letak handphone berada. Menyalakanya, dan dilayar hadphone miliknya itu banyak sekali notifikasi yang terpampang nyata. Dengan gerakan cepat, Diandra pun segera menekan kunci untuk membuka handphonenya. 10 panggilan masuk dan 15 pesan yang terkirim dengan pengirim yang sama. Yaitu Om Putra.
Diandra segera membuka satu-persatu isi pesan itu. Isinya sama, mengenai kabar siumanya Vano. Tanpa menunggu waktu lagi, Diandra segera berlari masuk kekamar mandi, membersihkan diri dan bersiap untuk menemui Vano dirumah sakit.
Tak butuh waktu lama dirinya pun sudah siap dengan penampialnya., Diandra segera menuruni anak tangga dan tak lupa juga Diandra berpamitan terlebih dahulu kepada sang Bunda. Dengan langkah cepatnya Diandra segera memasuki mobil yang akan membawanya ketempat dimana sang pujaan hati sedang menunggu kedatanganya.
**
Dengan langkah tergesa-gesa, Diandra memasuki ruang rawat inap milik Vano. Disana, diranjang itu sang pujaan hati dengan senyum tulusnya seakan menyambut kedatanganya.
Diandra masih enggan untuk mendekat ke arah Vano. Dirinya masih berdiri diambang pintu. Melihat lekat-lekat wajah orang yang dirindukan selama ini. Wajah penuh dengan luka-luka namun tidak berimbas dengan kegantengan mukanya.
"Sini dong, nggak mau masuk." Kata Vano sambil merentangkan kedua tanganya.
Sang Bunda yang mengetahui ada seseorang pun menengok kearah dimana Diandra berdiri.
"Oh Diandra, sini nak masuk."
Diandra pun mendekat kearah Bunda Vano berada.
"Kan udah ada Diandra. Bunda pergi sebentar dulu ya Van."
"Iya Bund."
"Di tolong jagain Vano bentar ya."
"Iya tante."
Kemudian Andin pun segera pergi dari hadapan dua orang ini. Dan Diandra masih saja betah berdiri dan memperlihatkan dengan intens wajah orang didepnya.
"Kenapa masih berdiri disitu. Nggak kangen sama aku."
Diandra yang diajak bicara hanya diam. Vano tak mendapatkan respon apapun. Dan yang membuat Vano lebih bingung lagi, mata perempuan didepanya saat ini sudah berkaca-kaca.
"kenapa." Tanya Vano lagi.
Diandra hanya menggelengkan kepala. Dan menutup mulut menggunakan kedua tangan, agar isakan kecil tak lolos dari mulut miliknya.
Vano berusaha meraih tangan milik Diandra. Dan langsung membawanya kedalam rengkuhanya. Daindra sudah tak bisa lagi membendung tangisanya. Air mata lolos begitu saja. Isakan kecil juga terdengar memenui ruangan.
Vano masih membiarkan Diandra menangis didalam pelukanya. Sesekali mengusap rambut milik perempuan itu dan mengecup pelipisnya.
"Maaf" kata pertama yang Diandra lontarkan setelah menangis lama didalam pelukan Vano.
"Maaf karna aku kamu jadi begini."
"Seandainya waktu itu aku nggak nelfon kamu, mungkin semua ini nggak akan pernah terjadi."
Vano tak menjawab apapun permintaan maaf dari perempuan didepanya saat ini. Malah yang ia lakukan, tambah mempererat pelukanya.
"Kamu nggak salah, kenapa aku harus memaafkanmu. Semua udah takdir dari Tuhan."
"Tapi.."
"Nggak ada tapi-tapian. Udah jangan nangis. Nata yang aku kenal itu anti sama nangis."
Dindra menatap Vano intens. Kenapa lelaki didepanya ini memanggilnya dengan nama semasa kecil dulu. Bukankah sebagaian ingatanya hilang. Terus yang baru saja terjadi apakah kebetulan.
"Jangan bilang kamu..."
"Aku kenapa."
"Kamu kenapa bisa tau nama kecilku dulu."
"Tau lah. Cewek cantik, imut yang suka naik rumah pohon belakang villa. Cewek yang nggak pernah jauh dari kertas origami."
"Ingatan kamu udah sembuh."
Tanpa dikomando Diandra segera memeluk kembali Vano dengan erat. Menangis bahagia dibahu laki-laki yang sudah berhasil membuat dunianya jungkir balik. Laki-laki yang berhasil mengambil seluruh hatinya itu.
Diandra melepaskan pelukanya dari tubuh Vano. Senyum bahagia menguar begitu saja dari bibirnya. Diandra bahagia, bahagia karna orang yang paling berharga selain kedua orang tuanya dan kakanya kembali kekehidupanya lagi. Tak ada yang Diandra mau selain keadaan seperti ini. Cukup hanya dengan seperti ini Diandra pasti bahagia.
"Kamu bahagia."
"Banget No."
"Sebenarnya saat pertama kali liat kamu, kaya wajah kamu familiar banget buat aku. Tapi, saat aku berusaha ngingat wajah kamu yang ada malah sakit kepala. Pas kecelakaan ini terjadi nggak tau dari mana asalnya tiba-tiba aja ingatan tentang kebersamaan kita saat kecil dulu melintas begitu saja. Kata Bunda pas aku sadar dari koma pertama kali yang keluar dari mulutku cuma nama kamu."
"Beneran. Bunda ngomong begitu."
"Iya. Nggak percaya bilang Bunda deh."
" Oke, aku percaya kok. "
"Siniin tangan kamu."
"Mau ngapain."
"Udah sini."
Diandra langsung mengulurkan tanganya kearah Vano. Seketika itu juga tangan Diandra berada didalam genggaman tangan hangat milik Vano.
"Jangan pernah tinggalin aku ya Nat. Kita mulai lagi berama ya. Aku nggak pernah tau apa yang terjadi nanti jika kamu jauh dari kehidupanku. Karna sekarang, hatiku menjadi milik kamu seutuhnya."
Diandra yang mendengar perkataan Vano pun tak kuasa menahan air matanya. Laki-laki didepanya ini masih sama seperti dulu.
"Iya No. Nata janji akan selalu ada disamping Vano."
Vano pun menampilkan senyum manisnya. Sekarang rasa kehilangan yang pernah ia rasakan selama ini hilang begitu saja. Karna rasa kehilangan itu sekarang sudah kembali lagi menjadi rasa bahagia didalam hidupnya.
"Vano sayang Nata."
"Nata juga sayang Vano."
Kemudian mereka berpelukan lagi. Pelukan bahagia mengawali kisah cinta mereka.
Mau kasih tau aja. Sebenarnya Nata & Diandra itu sama. Cuma kalo Nata itu nama panggilan kecil dulu.
Udah gitu aja.
Happy reading. Next tunggu kelanjutanya. 🔜
KAMU SEDANG MEMBACA
Origami Burung Bangau
Teen FictionSquel I Love You CEO Kau pergi dengan meninggalkan kenangan indah yang sulit untuk dilupakan. Tetaplah menjadi penyemangat walaupun hanya dalam mimpi tidurku. Ku terbangkan ORIGAMI BANGAU ini, sebagai saksi bahwa kebahagiaan yang pernah kita ciptaka...