Lost in Nolemury

100 18 8
                                    

Lana mempercepat arah langkahnya, bahkan kini dia berlari melompati reruntuhan kuil. Tanah tempatnya berpijak semakin tenggelam ke dasar lautan. Perlahan semua daratan yang dilihatnya mulai tertutup air, yang tersisa kini hanya sebuah kuil tua yang menampung dirinya. Pulau ini telah terkutuk!

Lana menatap pedang di tangannya dengan penuh sesal. Kalau saja tadi dia menuruti kata ayahnya, Raja Triton, untuk tidak bermain-main dengan pedang aston hadiah ulang tahunnya yang ke 16 dari kakeknya, Poseidon,  mungkin sekarang dia masih bisa berenang kembali ke Atlantis. Tapi berita tentang indahnya reruntuhan Lemurian membuatnya nekat melarikan diri dari Atlantis. Lana ingin melihat sendiri keindahan colossus yang menjulang di Lemurian, yang kini tenggelam ke dasar lautan.

Sekali lagi Lana mengangkat pedang aston tinggi-tinggi, berharap semua kembali seperti semula. Baik daratan Lemurian, maupun ekor lumba-lumbanya. Ya, Lana telah mengubah ekornya menjadi sepasang kaki manusia agar bisa berjalan-jalan di darat dan kini dia tidak tahu lagi bagaimana caranya pulang.

Sinar menyilaukan kembali keluar dari pedangnya, kali ini membentuk sebuah titik yang terlampau terang dan hampir menyeret gadis itu ke dasar laut. Lana memegang pedang sekuat tenaga dengan kedua tangannya. Kakinya hampir tak mampu menahan tarikan kilau pedang itu. Tiba-tiba terdengar suara berisik yang keluar dari dalam lautan. Bayangan gelap seekor ikan raksasa dengan rambut lebat di punggungnya dan tubuh sekeras batu berenang dengan anggun ke arahnya. Lana cepat menurunkan pedangnya dan naik ke atas tembok yang lebih tinggi. Ikan raksasa itu kembali berenang ke dasar lautan tanpa memedulikan gadis itu.

Sekali lagi Lana mengangkat pedang aston tinggi-tinggi, dan ikan raksasa itu kembali muncul ke permukaan. Lana memerhatikan ujung sinar pedangnya yang tepat mengenai sebuah titik di kepala ikan raksasa itu. Tanpa pikir panjang Lana melompat menunggangi ikan itu dan menancapkan pedang Aston ke titik yang berkilauan di kepalanya.

Ikan itu menyelam ke dasar lautan bersama Lana yang berpegangan dengan erat ke rambutnya. Ikan raksasa itu berenang kian cepat melintasi reruntuhan Lemurian yang sudah berada di dasar lautan. Lana berusaha bernapas dengan insang kecil di balik telinganya. Napasnya menjadi sesak tertimpa arus air deras akibat hentakan ikan itu. Setelah melewati colossus Poseidon yang berdiri tegak di tengah sebuah lapangan, ikan itu berbalik arah. Genggaman tangan Lana terlepas dan tubuhnya terlempar ke dalam sebuah kuil. Bersamaan dengan itu tubuhnya terhisap arus air yang tiba-tiba menyerangnya tanpa tertahan. Lana menutup mata berharap ajal tiba, hari ini apa yang diperbuatnya sudah cukup membuat ayahnya murka, atau para penghuni Lemurian mungkin akan menyantapnya hidup-hidup.

Tubuh Lana sekonyong-konyong terhempas dan menimpa bebatuan. Perlahan Lana membuka matanya menatap pemandangan di depannya dengan takjub. Sebuah kota modern yang tertata rapih berdiri dengan megah. Beberapa mermaid dengan ekor hitam keperakkan berbaris mengelilinginya. Beberapa di antaranya memiliki corak dengan warna senada, berdiri di depan dengan tombak terhunus.  Rambut mereka dengan diameter lima mili melambai-lambai terkena arus air yang berubah tenang.

"Siapa kamu? Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya seorang mermaid yang berparas aneh. Lingkar matanya yang kelabu menatapnya tajam, sementara beberapa sirip di ekornya ikut mengembang, menampakkan tulang-tulangnya yang tajam.

"Aku Lana, dari Atlantis." Lana berusaha mengeluarkan suara dengan tenang. Tenggorokannya tercekat, sejak tadi gadis itu mengalami berbagai peristiwa yang mencekam.

"Ya, dari tampangmu aku tahu kamu dari Atlantis, tapi aku tidak melihat ekormu. Apa yang sudah terjadi?" seorang mermaid dengan tubuh lebih kurus menatapnya iba.

"Aku... aku sedang bermain di reruntuhan Lemuria, lalu..." Lana tak berani melanjutkan ceritanya. Beberapa pasang mata mermaid telah menunjukkan kemarahan dengan menampakkan gigi-gigi taringnya.

"Jadi kamu yang menghancurkan Lemurian?" tanya salah seorang pemuda.

"Maafkan aku," Lana menunduk dalam-dalam, siap menerima hukuman apapun yang akan ditujukan padanya.

Tiba-tiba seorang duyung dengan ekor lumba-lumba menyeruak di keramaian.

"Lana?" gadis dengan mata biru yang berbinar-binar menghambur kepelukannya.

"Anggie?" Lana membelalakkan matanya. Gadis yang menurut teman-teman hilang di Samudera Pasifik itu ternyata segar bugar di hadapannya.

"Kenapa kamu bisa ke sini? Uh... sepertinya itu pertanyaan bodoh." Lanjut Anggie cepat-cepat melihat wajah para pemuda yang terlihat ganas.

"Kita ada di Nolemury. Mereka memang tidak ramah," bisik Anggie.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Lana ikut berbisik.

"Aku ditawan, tidak bisa ke mana-mana, tapi bebas berkeliaran di dalam kota," ujar Anggie kembali dengan perlahan, "pendengaran mereka tidak setajam kita, tapi mereka bisa menebak perasaan kita. Mereka pintar!" bisik Anggie tenang.

"Ok. Kita tunggu mereka lengah, aku bisa bawa kamu pergi dari sini." ujar Lana bersemangat.

Para pemuda Nolemury satu persatu mulai meninggalkan mereka berdua. Lana menyusun strategi, mengandalkan pedang aston yang tersembunyi di balik jubahnya.

Lana menatap ke sekeliling, matanya menangkap bayangan sebuah gunung yang menjulang tinggi. Setelah yakin tidak ada yang memperhatikan mereka, Lana mengangkat pedang aston setinggi-tingginya. Sinar menyilaukan kembali keluar dari sisinya yang tumpul, tepat menuju sebuah titik di kaki gunung.

Tiba-tiba gunung itu bergerak ke arahnya! Masyarakat Nolemury yang bergerombol dibawahnya terperanjat dan berteriak panik. Masing-masing berusaha melarikan diri. Lana mengambil kesempatan itu untuk melompat ke atas gunung yang bergerak kian cepat, menciptakan gelombang tsunami yang dahsyat. Anggie memegang tangan Lana kuat-kuat, khawatir terbawa arus air dan terdampar di tempat lain yang tidak diinginkan.

Sementara Gelombang air kian dahsyat dan Nolemury porak poranda,
sekonyong-konyong sebuah bayangan raksasa keluar dari pusaran air. Dengan mata memerah dan raungan yang dahsyat raja Triton mengacungkan trisulanya. Seketika air laut kembali tenang dan gunung besar yang bergerak itu juga berhenti berulah. Tangan Anggie yang pucat kini berkeringat dalam genggaman Lana. Mereka dalam masalah besar!

Kedua remaja itu menghampiri raja Triton dengan kepala tertunduk. Dengan tangan gemetar dan wajah pucat, Lana menyerahkan pedang aston.

"Apa yang telah kau lakukan Lana?" suara Raja Triton yang berat menggelegar. Lana tidak berani menjawab, matanya menatap sedih ke sekeliling, dimana Nolemury berubah menjadi puing-puing. Beberapa warga bahkan mati tertimpa reruntuhan.

"Hukuman apa yang kau harap dariku?" Raja Triton bertanya dengan putus asa. Diacungkan trisulanya ke langit, seketika langit menjadi gelap, badai besar datang melanda dan menyapu bersih reruntuhan, mengubahnya menjadi terumbu karang yang beraneka warna. Lana dan Anggie takjub melihatnya.

"Kamu tidak akan bisa lagi melihat kami, Lana. Hiduplah sebagai manusia, dan jadilah manusia sejati," ujar Raja Triton sedih.

Tak berapa lama, Lana merasakan tangan Anggie menghilang dari genggaman. Napas Lana mulai sesak, insangnya perlahan menutup dan tak mampu digunakan lagi. Leher Lana seperti ada yang mencekik, tapi dia tak menemukan siapapun di sekitarnya. Suasana menjadi sepi dan gelap, matanya tak mampu lagi melihat di dalam air. Lana menendang dan memukul dengan panik, lututnya mulai lemas dan kehabisan tenaga. Perlahan tubuh Lana terangkat ke permukaan dan terbawa arus hingga terdampar di sebuah pantai.

Beberapa remaja yang sedang bermain di tepian terkejut dan menolongnya dengan menekan perutnya beberapa kali.

Lana terbatuk dan sadar akan keadaan sekelilingnya yang sangat berbeda. Matanya menatap sedih ke tengah lautan, di mana dia pernah tinggal dengan bahagia bersama keluarga dan teman-temannya.

Sekarang Lana hanyalah seorang wanita biasa, tak bisa melihat teman-teman dan keluarganya lagi. Lana mulai terisak, sorot matanya penuh kesedihan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Seorang wanita paruh baya dengan pakaian serba putih memeluknya, membujuknya untuk tinggal di rumah yang berbau aneh ini, dan menyuruhnya untuk beristirahat.

Lana menarik napas panjang. Apa boleh buat, hidup ini cuma satu kali. Apapun konsekuensinya, harus tetap dijalani. Lana kembali menutup mata, membiarkan semua kenangan berlalu.

The Sound of a Dark Room (Kumpulan Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang