Saranghae, Oppa!

5 2 0
                                    

"Happy birthday to you... happy birthday to you...."

Aku menggeliat. Meski lagu selamat ulang tahun yang dinyanyikan Monik, Vivi dan Lia dengan suara yang serak dan terburu-buru itu terdengar sumbang di telinga, aku tetap senang mendengarnya. Siapa lagi saudara sepenanggunganku selama di rantau ini kalau bukan mereka!

Sambil menguap dan mengucek mata, kutiup lilin kecil di atas kue muffin yang disodorkan Monik.

"Ya! Seharusnya kamu make a wish dulu!" protes Lia dan Vivi serentak dengan aksen korea yang lucu, meski tidak kompak. Mungkin "ya!" adalah ungkapan dalam bahasa Korea pertama mereka.

"Mianhae ... maafkan." Aku tersenyum geli. "Ya! Jam berapa ini?"

Aku melompat turun dari ranjang. Hari ini aku harus ada di restoran lebih pagi, kalau tidak hari ini aku tidak bisa bekerja, dan itu artinya aku akan kelaparan selama dua hari!

"Astaga ... Mia ... santai sedikit, dong! Ini weekend dan ulang tahunmu, jadi tidak perlu buru-buru kerja." Lia menatapku sambil memonyongkan bibirnya.

"Aku harus kerja, Lia Eonnie," godaku. "Pekerjaanku adalah yang paling penting dalam sejarah kehidupan!"

"Aigoo ... Dongsaeng kita akhir-akhir ini memang mencurigakan! Aku yakin dia bukan hanya bekerja. Akhir pekan seperti ini, Jung Min Oppa sering mampir ke kedai kopi, kan? Lumayan, dia bisa gantikan cowok yang kamu taksir di pesawat dulu!"

"Oh ya?" tanyaku berpura-pura terkejut, membuat ketiga sahabat lucuku itu tertawa dan mencubitku gemas.

Jung Min Oppa memang sangat mempesona. Bukan hanya wajah tampan atau tubuh atletis saja yang membuat dia populer di kampus, tapi semua yang ada padanya! Selain termasuk golongan anak orang kaya yang pintar, selalu naik mobil mewah dan dikelilingi banyak teman, dia juga ramah dan tidak sombong. Yang lebih penting lagi, aku belum pernah melihatnya berduaan dengan perempuan, apalagi lelaki! Ya, setidaknya dia ada di hadapanku.

Jung Min memang bukan pria Korea pertama yang kutaksir. Dulu, aku pernah jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia adalah pemuda Korea yang duduk di sampingku selama penerbangan dari Jakarta ke Incheon ... pria bermata coklat yang ramah dan simpatik. Sayangnya, meski kami berbincang-bincang sepanjang perjalanan, aku lupa menanyakan namanya ... apalagi bertukar nomor ponsel!

Sebenarnya, keadaanku waktu itu tidak jauh berbeda dengan sekarang. Meski sering bertemu dengan Jung Min di kampus, dia sama sekali tak mengenalku! Apalagi akhir-akhir ini dia sering mampir ke kedai kopi tempat kerjaku. Dia tetap hanya sebatas pria impian bagiku, tak lebih!

Ups! Jam di tangan sudah menunjukkan angka yang sama mengkhawatirkannya dengan kantongku!

"Terima kasih kue dan ucapannya, Mbak-mbak cantik dan baik hati semua," tukasku setengah berlari keluar. "Aku berangkat dulu!"

"Salam buat Oppa!" teriak Monik dari kejauhan. Meski suaranya timbul tenggelam, aku masih bisa mendengarnya. Kulambaikan tangan sekedarnya.

"Semoga dia melamarku!" teriakku sambil tertawa.

Dibandingkan mereka bertiga, aku memang penikmat beasiswa dari Indonesia termuda dan termiskin. Lagipula, nilai semesterku kali ini anjlok, berarti potongan SPP ikut menurun. Mungkin kali ini aku hanya memperoleh potongan sebesar tiga puluh lima persen saja. Berarti aku harus bekerja lebih keras lagi, agar bisa melunasi uang sekolah dan biaya asrama untuk semester depan.

Tepat sebelum menyeberang jalan, mataku menangkap bayangan seorang pemuda yang melangkah dengan limbung. Sebelum mencapai mobil mewahnya, pria itu jatuh dan tak sadarkan diri. Astaga! Itu Jung Min! Tanpa pikir panjang lagi, aku segera berlari menghampiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Sound of a Dark Room (Kumpulan Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang