"DUH, KAMU TUH YANG BENER DONG! MASA MANDIIN ANAK SENDIRI GAK BECUS SIH!"
"Yang kamu jangan marah-marah coba. Kan biasanya juga aku mandiin Windi kayak gini, kok. Malah di bilang gak becus."
"Jangan ngejawab! Kalo aku gak lagi hamil besar, gak bakal nyuruh-nyuruh kamu mandiin Windi. Gak bener banget jadi suami!"
"WEN KOK KAMU JADI MARAH-MARAH KE AKU SIH?!"
"LOH CHEN, KOK KAMU NYENTAK AKU SIH?"
"Oh iya maaf sayang, maafin papah ya."
"Mamahhhh hikssss mamamaahhh hikss."
Windi yang saat ini berusia 2 tahun menangis ketika kedua orang tuanya sedikit adu mulut.
Wendy sedang hamil dengan usia kandungannya yang sudah di akhir bulan. Mungkin hanya tinggal menghitung hari.
"Windi sayang, jangan nangis ya anak papah."
Sedangkan Wendy saat ini memilih untuk pergi ke ruang tamu untuk menenangkan pikirannya sejenak. Karena ia tidak boleh stress menjelang hari kelahirannya meskipun ini bukan yang ke dua kalinya.
"Assalamu'alaikum, eh mamah ngapain disini?" tanya anak laki-laki berusia 6 tahun, yang tak lain merupakan anak sulung Chen dan Wendy.
"Nggak kok a, aa udah pulang? Istirahat dulu gih."
"Iya, mah."
Wendy memejamkan matanya sejenak karena merasa kepalanya pening.
Tidak lama kemudian, Chen yang baru saja selesai memandikan Windi menghampiri sang istri dan ikut duduk di sampingnya.
Chen memandang istrinya. Perutnya yang sudah membesar terlihat sangat menggemaskan di mata Chen. Terlebih ia ingin segera menyambut anak ke tiganya.
Raut wajah sumringah Chen kini telah berubah menjadi khawatir ketika Chen melihat banyak darah yang mengalir di paha mulus Wendy.
"Yang! Sayang, bangun!"
Wendy yang saat itu telah memejamkan matanya tidak kunjung terbangun meskipun Chen sudah berusaha membangunkannya. Chen saja bingung, Wendy saat ini tertidur ataukah pingsan.
"Aa! A sini dulu." teriak Chen memanggil anak pertamanya.
"Iy--MAMAH KENAPA PAH?" Angga berlari menuju Chen yang sudah menggendong Wendy.
"Mamah pendarahan sayang, cepet kamu ambil Windi di kamar lagi maen barbie."
"I-iya,"
Chen segera membawa Wendy ke dalam mobil untuk di bawa ke rumah sakit.
***
"Gimana keadaan istri saya dok?"
"Istri bapak harus segera di operasi sesar, karena sudah banyak pendarahan."
"Lakukan dok! Lakukan yang terbaik untuk istri saya, saya mohon dok selamatkan istri dan anak saya."
"Baik, pak. Silahkan bapak menandatangani suratnya dulu, ini."
Chen semakin tak kuasa melihat kondisi istrinya yang saat ini masih tidak sadarkan diri. Dalam hati ia terus berdoa dan memohon pertolongan Allah Swt.
"Pah, mamah bakal sembuh kan?" tanya Angga yang memasang raut wajah penuh kesedihan.
"Iya sayang, mamah pasti sembuh. Aa doain ya, semoga adik sama mamah selamat."
Sudah berjalan 1 jam, tetapi operasinya belum juga selesai. Chen semakin khawatir. Ia berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi, sedangkan Angga dan Windi sudah tertidur di kursi tunggu.
Tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka dan menampilkan sosok dokter yang masih lengkap dengan pakaian serba hijau.
"Pak,"
"Ya dok? Bagaimana keadaan istri saya?"
"Selamat, istri dan anak bapak sehat. Anaknya laki-laki, pak."
"Alhamdulillah ya Allah, terimakasih. Terimakasih dok, terimakasih."
"Iya pak, sama-sama."
Dokter itu masuk kembali ke dalam ruangan.
"Aa, Windi sayang, adik kalian laki-laki." lirih Chen melihat kedua anaknya yang masih tertidur.
Perjuangan seorang istri taruhannya adalah nyawa. Di balik semua kelancaran proses operasi sesar yang Wendy alami saat ini ada doa khusus yang di panjatkan suami, sehingga semua berjalan dengan baik.
Chen dan Windi (ceritanya anak yang digendong Chen cewek)
KAMU SEDANG MEMBACA
EXO After Marriage
FanfictionThis story about EXO's life after they have a wife and child. ( ͡° ͜ʖ ͡°)