bagian 4

827 174 8
                                    

Park Jihoon bersandar pada kursi putarnya. Di depannya ada beberapa potret Hwang Yoeun. Ya, selama ini Jihoonlah yang memberikan semua foto itu. "Apa aku terlalu berlebihan?" tanyanya.

Jihoon memang selalu menganggap bahwa hal yang dilakukannya adalah sesuatu yang berlebihan. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tahu bahwa Yoeun menyukai Guanlin dan mereka adalah sahabat. Akan sangat sulit untuk membuat Yoeun jatuh hati pada Jihoon.

Di sisi lain, Jihoon adalah orang yang tidak pandai bergaul dengan perempuan. Dirinya terlalu kaku untuk kaum hawa, namun tidak untuk kaum adam. Tapi tidak mungkinkan kalau Jihoon harus menyukai sesama jenis?

Sejak menanam perasaan pada Yoeun, ia sudah mulai memotretnya dengan kamera polaroid kesayangannya. Jihoon akui, itu adalah tindakan yang menyeramkan. Untuk apa ia memiliki foto seorang yang ia sukai? Seperti ingin menyantet saja, pikir Jihoon.

Dan ide untuk memberikan foto itu secara diam-diam muncul begitu saja.

###

Sudah seminggu Jihoon tidak memberikan foto-foto itu dan yang berarti sudah seminggu pula Yoeun tidak mendapat karya itu. Jihoon terlalu takut. Takut kalau Yoeun akan merasa tidak nyaman karena kelakuannya yang aneh.

Namun hari ini, Jihoon akan memberikannya lagi sebuah foto dengan sebuah ucapan yang cukup panjang.

Hari ini hari Minggu. Hari di mana semua orang berkumpul dengan keluarganya untuk bermain bahkan beristirahat. Pukul 7 pagi, Park Jihoon berada di depan kotak pos kediaman Hwang Yoeun. Tangannya meraih membuka kotak tersebut dan memasukan sebuah amplop ke dalamnya.

Biasanya sekitar pukul 7 lewat 15 menit orang tuanya akan keluar untuk mengecek kotak pos. Bagaimana Jihoon tau? Penguntit, pikirnya. Ia reflek memukul kepalanya sendiri karena memang, ia secara tidak langsung adalah seorang penguntit.

Jihoon bersembunyi di balik sebuah mobil merah, letaknya 3 rumah dari rumah Yoeun. Dan benar saja, Tuan Hwang keluar rumah dan mengambil surat-surat di dalam kotak. Jihoon tersenyum dan kemudian ia meninggalkan kawasan itu---kembali ke rumahnya.

Ia mengayuh sepedanya menyusuri jalanan kota yang masih terbilang cukup sepi. Udara dingin di kota menusuk sampai ke kulit. Park Jihoon berhenti di salah satu kedai untuk membeli sarapan.

"Selamat datang!" sapa sang pelayan ketika Jihoon memasuki kedai.

"Aku beli 3 porsi tteokbokki. Seporsi makan di sini dan sisanya dibungkus," jelas Jihoon dan sang pelayan pun pergi untuk membuatkan makanannya.

Jihoon menyusuri pandangannya ke setiap sudut kedai. Kedai itu sudah menjadi kedai kesukaannya sebulan belakangan ini. Tempatnya nyaman, makanannya enak, dan harganya cocok sekali dengan kantung pelajar.

Tak lama, pelayan pun menghampiri meja Jihoon sambil membawa sebuah nampan. "Ini dia pesanannya," kata si pelayan. "Loh? Jihoon?"

Jihoon mendongakan kepalanya dan melihat Hwang Yoeun yang mengenakan celemek. Ia merasa sedikit terkejut karena nyatanya Yoeun tidak di rumah.

"Kenapa sendiri? Kenapa berkunjung pagi-pagi sekali? Kami bahkan masih bersiap-siap. Apa aku terlalu banyak bertanya?" Yoeun melontarkan begitu banyak pertanyaan pada Jihoon. Sedangkan Jihoon terlalu bingung untuk menjawabnya.

"Mau kutemani makan?" tawar Yoeun. Ia memutar tubuhnya menghadap pintu dapur. "Minhyun! Aku temani temanku makan di sini!"

Jihoon tidak tahu harus apa. Ia masih terlalu terkejut. "Kau... kenapa di sini?" tanya Jihoon membuka pembicaraan.

"Ini kedai milik keluargaku. Hari ini aku dan kakakku membantu berjualan di sini," jawab Yoeun. "Kau sendiri kenapa di sini?"

"Aku?" Jihoon tertawa ringan. "Mencari sarapan. Tteokbokki di sini sangat enak."

Yoeun tertawa dan Jihoon mulai melahap tteokbokki di depannya.

Lalu sekarang apa? Jihoon mencari topik yang bagus untuk dibicarakan namun satu-satunya topik yang berada di otaknya adalah 'bagaimana dengan penggemarmu itu?'

Tidak ada salahnya untuk bertanya bukan?

"Apa penggemar rahasiamu masih memberimu foto?" tanya Jihoon. Jujur saja, ia merasa gugup sekarang.

Yoeun bergumam sebentar. "Seminggu ini tidak ada foto baru darinya," kata Yoeun. Kemudian raut wajahnya sedikit berubah. "Ada perasaan yang aneh."

"Perasaan yang aneh?"

Yoeun mengangguk. "Memiliki penggemar rahasia seperti dia rasanya seperti memiliki seorang kekasih karena dia selalu memperhatikanmu.

"Rasanya seperti kekasihmu menghilang begitu saja. Apa mungkin ia mendengar percakapan kita waktu itu?"

Jihoon mengangkat bahunya. "Mungkin dia sibuk?" tanya Jihoon.

Gadis di depannya mengangguk. "Sepertinya begitu. Tapi--- ah, kenapa aku jadi seperti seorang gadis yang 'kehilangan' kekasihnya?" Pertanyaannya diselingi oleh tawa kecil dari mulutnya.

"Aku penasaran sekali siapa orang itu," kata Yoeun sembari tersenyum untuk Jihoon.

Jantungnya mendadak berdetak lebih cepat. Dia manis sekali, pikir Jihoon.

polaroid || park jihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang