"Mana Klaura? Tasnya ada kok orangnya gak ada?" Tanya Friska pada Nanda.
"Tauk, tadi sih dia pergi sama Rangga, gatau kemana." Jawab Nanda datar sambil memainkan HP nya.
Aku mendapati teman-temanku sudah ada di kelas. Aku sudah menduga, habis ini pasti diintrogasi sama Nanda dan Friska. Dan benar saja mereka tanya-tanya.
"Darimana aja kamu?" Tanya Friska
"Iya nih, gue kira dateng pagi mau belajar taunya mau pacaran." Ucap Nanda tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar ponselnya."Hah? Gapapa, habis dari perpus tadi mau minjem buku." Bodoh, emang gak jago bohong si aku.
"Lo pikir gue bego percaya gitu sama lo. Kalo ke perpus Rangga ga bakal narik-narik tangan lo."
Ungkap nanda."Hah?! Serius lo nan?" Tanya friska dengan matanya yang melotot.
"Iya tadi pagi-pagi banget Rangga nyamperin Klaura. Terus tiba-tiba nyeret dia gitu, gatau kenapa. Tanya aja sama orangnya." Jelas Nanda kepada Friska."Kenapa Kla, jelasin dong. Gunanya temen tu buat cerita masalah apa yang lo hadapin saat ini." Pinta Friska dengan penasaran.
"Idih apaan sih Fris. Sok temen." Jawabku tanpa mengherankan pertanyaan dari Friska.
Keberuntungan sedang berada di pihakku, karena disaat pikiranku mulai bekerja keras untuk membuat alasan dan menjawab pertanyaan Friska, tiba-tiba bel berbunyi, dan pelajaran segera dimulai.
***
Setelah sekian lama aku menunggu bel istirahat bunyi dengan mendengarkan perkataan guru yang sama sekali tidak masuk diotakku, akhirnya bel yang ditunggu berbunyi.
Aku dan teman-temanku datang lebih awal kekantin. Bukan tanpa sebab, aku meminta teman-temanku untuk cepat kekantin karena aku ingin menghindari Rangga terlebih dahulu. Aku masih malu mengingat kejadian tadi pagi. Pikiranku yang sudah berpikir kalau Rangga mau menciumku, ternyata dia hanya mau mebisikiku.
"Ga usah berpikir aneh-aneh, aku sayang sama lo gabakal gue nyentuh lo." Ucap Rangga sambil tersenyum dan menjauhkan wajahnya dari wajahku. Aku sangat malu karena Rangga mendapati wajahku yang terliahat bodoh dengan pipiku yang memerah. Saking malunya aku langsung berlari dari ruangan itu.
Namun apa guna datang ke kantin lebih awal, nyatanya Rangga sudah ada di kantin lebih awal dibanding aku.
"Nanti sepulang sekolah, gue mau bicara sama lo." Ajak Rangga sambil melewatiku ditengah keramaian. Aku hanya busa mengangguk.
Setelah lama berdesak-desakan untuk mengambil makanan, aku kembali ke kelas dengan teman-temanku dan memakan makanan yang baru saja kami beli.
Setelah kami selesai makan, seperti biasanya, kami akan bermain-main entah itu hp ataupun novel.
Krrriiingg.... bel tanda dimulainya pelajaran telah berbunyi.
"Oh shit! Baru mau buka hp masak dah masuk." Desis Nanda.
***
Setelah melalui pelajaran terakhir yaitu matematika. Bel tanda pulang berbunyi. Saat inilah para murid mengembangkan senyumnya. Aku sendiri heran kenapa orang-orang seneng mendengar bel pulang berbunyi sedangkan aku malah terbebani. Mungkin karena aku harus bertemu Rangga.
"Lo pulang bareng siapa Kla?" Tanya Nanda. Sebelum dekat dengan Rangga, Nanda yang selalu mengantar aku pulang. Bukan aku sih yang minta, itu adalah keinginan dia sendiri.
"Gue bareng Rangga, kalian duluan aja" ucapku sambil melambaikan tangan.
"Yaudah. Duluan ya, tiati." Salam Friska yang selalu menghawatirkan temannya.
Setelah lama aku menunggu di depan gerbang sekolah akhirnya sosok yang aku tunggu datang.
"Ayo." Ajak Rangga.
Setelah aku naik motornya melesat dengan cepat. Entah dia modus atau apa.
Tiba-tiba Rangga menyuruhku turun, ternyata sudah sampai. Aku lalu turun lalu menyodorkan helm kepada Rangga sambil mengamati tempat yang kami kunjungi.
Setelah helm yang kusodorkan beralih ke tangan Rangga, aku langsung berjalan menuju bangunan tua yang membuat aku penasaran.
Tapi sebelum aku sampai dan masuk ke bangunan itu, Rangga dengan sigap meraih tanganku dan menarik agar aku menghadap ke Rangga yang ada di belakangku. Namun karena terlalu kuat Rangga menarik, wajahku malah menabrak dada Rangga. Pipiku memerah, karena aku malu aku tidak kunjung menjauhkan wajahku dari Rangga karena takut Rangga melihat wajah bodohku 2 kali sehari. Tapi Rangga malah berkata "ga usah keenakan. Kok lo deg-degan gitu sih." OMG gimana Rangga tau aku deg-degan.
Aku tersadar saat ini aku memeluk Rangga maka dari itu Rangga mengetahui jantungku yang berpacu hebat.
Tak ingin aku lebih terlihat bodoh, aku langsung menjauhkan tubuhku dari pelukannya.
"Ih apa sih, lo narik gue terlalu kuat makanya gue nabrak lo," kataku sambil melangkah menuju bangunan tua.
"Yaudah, yuk kita masuk," kata Rangga sambil menarikku.
"Emang ini tempat apa kok sepi gini?" Tanyaku penasaran.
"Ini dulu rumahku lohh," mulutku tanpa tersadar menganga sempurna membentuk O, dan mataku melebar menatap Rangga.
"Hah! Tapi kok...." aku tidak melanjutkan perkataanku.
"Dulu aku tinggal disini. Saat aku berumur 5 tahun, rumah ini terbakar, waktu itu aku berada di kamar dan menangis aku memanggil mama dan papaku," kulihat matanya berkaca-kaca dengan wajahnya yang menunduk. Aku menahan diri untuk memeluknya.
"Papaku berlari menghampiriku, sesaat sebelum almari menimpaku dan papa menyelamatkanku," Rangga berhenti berbicara dan menghirup udara kuat-kuat karena kini air matanya memaksa keluar.
Aku sudah tak tahan lagi, aku menghampirinya dan memeluknya.
Rangga melanjutkan ceritanya setelah aku melepaskan pelukanku.
"Dia meninggal gara-gara aku Kla!!! Aku pembunuh!!!" Aku bingung dengan situasi saat ini.
Ini kali pertama aku melihat Rangga menangis hebat. Ternyata di balik sikapnya yang dingin dan pemaksa, hatinya lembut.
Aku hanya bisa menenangkannya, dan memberinya saran.
"Kamu bukan pembunuh Ngga. Ayahmu meninggal karena memang sudah takdir," aku mulai berpikir kalau Rangga benar-benar serius denganku. Tapi aku juga bertanya-tanya, apakah mantan-mantannya juga pernah melihatnya menangis hingga terisak-isak seperti ini?
Atau hanya aku yang bisa melihat kejadian ini.Aku ingin memastikan, apakah teman-trmannya juga mengetahui masalah Rangga saat ini.
"Kla dengerin aku," tiba-tiba saja Rangga memegang tabganku dan menatapku dengan wajahnya yang sembab, hidungnya merah matanya pun juga memerah.
"Aku sampai berani ngomong tentang masalahku sama kamu. Bahkan ibuku pun juga tidak tahu kalau aku masih trauma dengan kejadian itu," dia mengusap air matanya sebelum mulai bebricara lagi.
"Ini bukti kalau aku serius sama kamu," aku belum yakin dengan perkataan Rangga padaku barusan.
Aku menunjukan wajahku yang kebingungan dengan perasaanku sendiri. Aku masih cinta dengan Cakra, tapi dia telah pergi tanpa memberiku kabar sedikitpun.
Aku masih bimbang dengan pilihanku. Aku masih belum bisa melupakan Cakra.
Tanpa sadar air mataku mengalir. Rangga menatapku penuh tanya. Aku bingung harus gimana saat ini.
------------------------------------------------------
Hai-hai maaf ya ceritanya ga sebagus yang kalian harapkan 🙏
Jangan cuma sider yaps , vote juga yupsssMakasihh sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca cerita ku. 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
NOW I LOVE YOU
Teen FictionAku merasakan detak jantungku yang tak karuan saat melihat sesosok pria di depanku. Aku tak ingin mencintainya, karena aku masih mencintai pria yang dulu menjadi bagian hidupku. Tapi dia memaksa masuk dalam hatiku. Hatiku sesak harus memilih antara...